Memeluk Bayangmu di 1250 MDPL


Oleh : Ipul Lestari
Aku, Ruby dan Rufin. Kami bermaksud mendaki salah satu gunung yang berada di Situbondo, namanya Gunung Ringgit atau Putri tidur Situbondo. Mungkin kalian bertanya, mengapa disebut putri tidur? Karena, kalau dilihat dari sisi timur dan barat Situbondo, akan terlihat seperti seorang putri cantik sedang tidur menghadap ke langit. Dengan rambut terurai memanjang ke bibir pantai, yang akan terlihat mempesona saat matahari terbenam.
Bila yang tertulis untukmu. Adalah yang terbaik untukku. Kan kujadikan kau kenangan yang terindah dalam hidupku. Nada dering hapeku berbunyi, ternyata Rufin menelepon.

"Halo, ada apa, Fin?" Tanyaku.
"Maaf, Pul. Aku gak bisa ikut."
"Lho, kenapa, Fin?"
"Aku lagi nganter kakak ke luar kota, nih!"
"Ya udah gak papa," jawabku.
Tut.. tut.. tut.. Panggilan terputus. Dia terdengar seperti tengah terburu.
***
Aku dan Ruby tetap ke tujuan awal, yaitu mendaki sang putri. Setelah belanja keperluan logistik, packing kami pun berangakat.
Ngeng.. ngeeng....
"Yakin, kita hanya berdua, Pul?" Tanya Ruby di belakangku.
"Terus, mau sama siapa lagi, Rub? Wong Rufin gak bisa ikut."
"Balik aja yuk, Pul. Kira-kira di sana ada orang gak ya?" Dia mulai khawatir.
"Ada, lah. Sudah tenang saja." Aku pura-pura berani, padahal sebenarnya aku takut juga kalau hanya berdua. Hehe..
"Ya udah, aku ngikut aja, deh."
***
Alhamdulilllah, perjalanan kami mulus. Jam 19.20 WIB, kami tiba di SDN 4 Klatakan. Kami masuk gang berpaving, ternyata di situ sudah ada beberapa pendaki yang baru datang juga.
"Hai, Kak Ipul." Ada suara gadis memanggilku. Suara yang menggetarkan hatiku.
"Hai juga… Lho, rupanya kamu, Dik Puri?" Aku menyahut sambil memarkir motor di salah satu rumah warga.
"Kakak mendaki juga, malam ini?"
"Iya, nih. Rindu. Lama gak nanjak, Dik."
"Ya udah, kalau gitu bareng."
"Oke."
Puri adalah salah satu temanku. Dia dari MTMA Situbondo. Dia berenam, ternyata di situ juga ada Nova-- awalnya kita hanya kenal di dunia maya saja. "Gak nyangka, kita bisa bertemu di sini."
Setelah saling berkenalan, kami start pendakian jam 19.36 WIB. Di awali doa bersama, kurang lebih satu jam perjalanan kami sudah tiba di pos I atau Gunung Agung, begitu orang sekitar menyebutnya. Kami istirahat lama di situ, makan, ngopi, ngobrol dan sebagainya. Aku lihat Ruby, dia sedang asyik dengan teman SMA-nya, sepertinya dia tengah bernostalgia. Aku pun tidak mengganggu keseruan mereka, terdengar sepintas obrolan mereka mengenai kekasihnya.
Lagi-lagi, Alisa terkenang dalam ingatanku. Seandainya saja malam ini dia bisa menemani aku, pasti suasananya tidak akan sesunyi ini. Dia paling bisa membuat hatiku jatuh cinta. Alisa… kamu sedang apa malam ini? Mungkinkah kau jaga memikirkanku?
Alisa adalah orang yang pertama kali mengajariku mendaki, kapan-kapan aku ceritakan tentang Alisa, deh. Hehe...
"Pul, jangan bengong. Ayo sini, ngopi!" Teriak Ruby
Aku segera menghampirinya dan mengambil secangkir kopi yang dia buat.
"Makasih ya, kopinya."
"Iya, sama-sama."
Jam sudah menunjukkan pukul 22.47 WIB. Setelah packing, kami melanjutkan perjalanan ke puncak. "Kali ini tujuanku bukan puncak, tapi mengantar kalian sampai puncak." Aku nyengir.
"Itu sama saja, kali." Kata seorang temanku dengan suara yang lumayan nyaring.
Perjalanan ke pos II--Tanah lapang pertama--ditempuh kurang lebih 2,5 jam. Untuk ukuran aku loh, maklum aku lemot banget kalau jalan.
Sesampainya di tanah lapang, kami kembali beristirahat. Pukul 01.45 WIB kami meneruskan perjalanan. Trek semakin sulit, tali dan tangga yang sudah terpasang di sana semakin menguras tenaga kami. Aku berjalan semakin seperti siput, benar-benar perjalanan yang melelahkan. Aku lihat Nova, dia masih setia di belakangku. Beberapa kali aku ulurkan tanganku untuk membantunya, dia sering menolak. "Strong sekali ini cewek," batinku bicara.
Setapak demi setapak, akhirnya kami tiba di pos III--Tanah lapang kedua--pada pukul 03.12 WIB. Kami beristirahat lama di situ, karena 5 menit lagi sudah puncak. Satu per satu dari kami mulai membongkar tas masing-masing, makan, ngopi, ngobrol, tertawa dan sebagainya. Namun tidak dengan aku. Suasana yang hening itu semakin mengingatkanku pada Alisa.
Pukul 05.10 kami melanjutkan perjalanan ke puncak  Sesampainya di Puncak Ringgit, terlihat semakin sempurna. Kuning keemasan bergaris horizontal di ufuk timur, perpaduan hutan belantara yang hijau semakin memanjakan mata kami. Tapi sayang, saat itu tak ada kau, Alisa. Gadis yang sering menemaniku mendaki. Tahukah kau, Alisa? Malam itu, aku sempat menulis puisi untukmu...
***
Terkadang, kita harus pergi dan menepi. Menjauh dari kebisingan. Meninggalkan semua rutinitas, menceritakan rindu pada cadas. Menunduk, berlutut, hingga pada akhirnya bersujud, kepada-Nya.
Aku tahu, mengikuti langkahmu berarti aku harus kecewa. Bukan kecewa karena perjalanan ini, tapi karena aku takut tidak bisa mengulang momen ini. Tabik.


Memeluk Bayangmu di 1250 MDPL Memeluk Bayangmu di 1250 MDPL Reviewed by Takanta ID on Juli 26, 2017 Rating: 5

Tidak ada komentar