Rindi Rindu

Oleh : Irwant
Aku selipkan surat rinduku dalam saku kiri jaket favoritmu. Sengaja aku tak beri tahu kamu karena aku memang tak ingin surat ini langsung kamu baca di hadapanku. Karena aku tak ingin melihat mata indahmu itu berlinang air mata. Sebab aku ingin menikmati malam ini bersamamu.
Lampu taman begitu indah setelah direnovasi beberapa bulan yang lalu. Ada merah, kuning, hijau dan kadang berkelip bergantian warnanya seolah mengikuti alunan irama musik yang sedang dimainkan musisi jalanan dengan tembang-tembang romantis. Angin sedikit kencang malam ini. Aku pandangi langit sudah tak nampak lagi cahaya gemintang. Mendung mulai datang begitu cepat beserta gemuruh guntur mulai membuat resah kita berdua. Nyanyian musisi jalanan mulai terhenti. Orang-orang pun mulai beranjak pergi seiring gerimis mulai mendinginkan taman ini, mereka berlari ke tepian payung-payung besar kedai kopi untuk sementara berteduh dari gerimis yang mungkin hanya sebentar lewat. Benar saja, ternyata gerimis pun reda dan membuat taman ini cukup basah. Sayang sekali kita harus pulang karena aku tahu bahwa esok pagi-pagi sekali kamu harus berangkat ke kota perantauan tempatmu bekerja. Aku antarkan kamu pulang. Sampai di rumahmu, aku temui kedua orangtuamu telah menantimu di teras. Duh, tak lama lagi akan menjadi mertua, batinku.
“Mas... mas,“ suara itu segera menyadarkan dari lamunanku. Aku tersenyum pada ibumu. Aku salami ibu bapakmu dan aku berpamitan pulang. Sesampai kamu mengantar aku di pintu gerbang, aku katakan bahwa aku taruh sesuatu dalam saku jaketmu. Dan akupun nyalakan motor kemudian meluncurlah di jalanan yang sedikit basah hingga tiba di rumah.
Kini hujan turun dengan sangat derasnya. Syukurlah, aku telah sampai lebih dulu di rumah sebelum hujan. Aku rebahkan tubuh lelah ini sambil menyalakan lagu favorit kita.  Hujan di luar masih saja turun dan aku harap malam ini kamu membaca surat dariku.
“Kring.. kring.. Kring,” dering alarm di HP berbunyi, lamat-lamat aku buka mata ini dan aku temui hari sudah pagi. Alarm aku matikan. Ternyata ini sudah alarm yang kedua. Sial, aku bangun kesiangan. Segera aku bergegas ke kamar mandi. Aku starter motor dan segera meluncur ketempat kerja dengan mulut dalam keadaan penuh roti tawar. Seperempat perlajanan aku lalui, tiba-tiba aku teringat denganmu. Oh sial, aku baru ingat kalau pagi-pagi sekali kamu akan berangkat ke kota perantauan tempat kamu bekerja. Segera aku kencangkan motor ini. salip kanan menikung dan klakson agar aku bisa segera sampai di tempat kerja. Syukurlah, hari ini ternyata aku tidak terlambat ke tempat kerja. Aku tersenyum pada pak satpam di pintu gerbang. Segera aku ambil HP di saku celana kiriku dan aku cari kontakmu, “Rindi, Rindi, Rindi.” Sambil aku mencari-cari dalam keadaan terburu-buru. Mencari nama kontakmu. “Nah, ini dia.” Langsung saja aku menelepon namun nada kekecewaan yang kudengarkan. “Mungkin saja dia sudah berada dalam pesawat, sebaiknya aku tinggalkan pesan permintaan maaf karena tidak dapat mengantar.” Fokus aku hilang saat bekerja. Mungkin karena aku terus kepikiran antara surat, kamu dan rasa rindu terhadapmu. Fokus…fokus….fokus. Aku berusaha menepis semua pikiranku terhadap tiga hal itu.
Sore ini melelahkan. Pekerjaan menumpuk hari kemarin telah diselesaikan hari ini. Aku cek HP dan ku temui pesan balasanmu yang isinya memaklumi perihal tidak bisanya aku mengantarkan sampai bandara. Kebingunganku menjadi sebab tak kutemukan dalam pesanmu tentang jawaban atas pertanyaan-pertanyaan dalam suratku. Entah kamu menemukannya atau apa mungkin surat itu hilang terjatuh. Ah, sepertinya tidak mungkin sebab aku taruh baik-baik.
Sehari berlalu. Hari demi hari aku lalui kebingunganku dengan kesibukan pekerjaan. Dua minggu berlalu semenjak tiada kabarnya dirimu dan aku ikhlaskan dirimu. Mungkin saja kamu di sana menemui pria yang lebih dari segi segala hal dariku. Hingga gaji kedua aku terima dari perusahaan tempatku bekerja, tak kunjung jua aku mendengar kabarmu. Kerinduanku semakin menjadi disaat ibuku menanyakan kabar dirimu. Bingung apa yang harus aku katakan pada ibuku dan aku tak berani untuk menanyakan langsung padamu. Sebab aku dulu memintamu untuk menjadi pacarku saja, aku hanya punya nyali melalui surat saja.
Dua minggu berlalu setelah gajian. Kebetulan hari ini libur kerja. Aku bersantai di ruang tamu sambil kuputar lagu favorit kita untuk sekedar mengobati rinduku padamu. Seperempat lagu telah aku dengarkan, tiba-tiba suara mengetuk pintu. Bergegas aku bukakan pintu. “Rindi, aku rindu”. Aku persilakan masuk, namun dirimu menolak karena beralasan masih banyak kesibukan di rumah. Dan kau berkata, “Segeralah datang ke rumah bersama orang tuamu. Maaf, aku baru menemukan suratmu tadi pagi selepas subuh. Aku lupa membawa jaketku saat hendak pergi ke kota pagi-pagi itu.”
___

Sumber foto : www.wikihow.com

Rindi Rindu Rindi Rindu Reviewed by Takanta ID on Juli 16, 2017 Rating: 5

Tidak ada komentar