Surat untuk Bapak

Hari ini 10 November diperingati sebagai hari pahlawan. Banyak sekali pahlawan dalam kehidupan ini, pahlawan bangsa yang merebut kemerdekaan dari tangan para penjajah, pahlawan pendidikan yang dikenal tanpa tanda jasa-nya itu, pahlawan kehidupan yang mengajarkan segala hal. Adalah engkau Bapak! Engkau pahlawan kehidupan ini. Berkelindan seumpama simpul tali, dua hari setelahnya adalah 12 November yang kita tahu sebagai The Father Day atau Hari Ayah.




Bapak ...
Rentamu adalah simfoni perjuangan, senandung derita menjadi alasan terkuat mengapa hidup harus terus berjalan sebagaimana mestinya, nyala matamu; di sana ada jutaan harap yang kau pancarkan.
Cukup menjadi alasan bagimu untuk mengokohkan pundak dan kuda-kuda dalam mempertahankan hidup keluarga kita.

Bapak ...
Dalam diam engkau aku lantangkan, di ujung mata pena aku bersuara, tentu ucapan terima kasih tak berarti apapun bagi dirimu, pahlawanku. Aku mensyukuri kehidupan pada Tuhan, sebab telah mengirimkan nakhoda terbaik dalam mengarungi samudera kehidupan ini.

Kau tahu, Bapak! Dibalik "Tegar" kutemukan diriku yang sesungguhnya, kau inginkan aku lebih baik darimu, kau inginkan aku berarti, karena aku lebih banyak menemukan kesempatan. Itu katamu.

Apalagi yang diragukan dari engkau, tidak ada, Bapak. Kau sosok disiplin, terbukti ketika matahari belum sepenuhnya bangkit dari peraduan malam untuk bertahta merajai hari, serta embun pagi belum mengering di ujung dedaunan kau sudah mengenakan jaket hitammu, memacu kendaraan tua melibas dingin demi sesuap nasi. Melakukan rutinitas sebagi penjaja sayuran di kampung sebelah, yang jaraknya saja melelahkan, belum lagi medan yang harus kau tempuh teramat menyakitkan. Jalan debu jika musim panas atau jalan yang akan menenggelamkan sebagian motor tuamu dalam kubangan lumpur bak pesawahan yang siap ditaburi benih padi jika hujan tak sedang bersahabat.

Pulang setelah matahari condong ke barat, dan menjelang malam kau kembali ke rumah dengan sayur-sayuran baru dan segar dari para petani, malamnya kita saling membahu, membersihkan, membungkus, dan mengikatnya kembali demi tampilan terbaik buat para pelanggan setiamu.

Siapa yang tak bangga memiliki engkau, kau kukagumi, meski tak seperti orang-orang mengenakan baju parlente duduk di kursi dan meja serta dinginnya ruangan ber-AC. Tak jarang kulit legammu diguyur hujan sepanjang waktu, kau tetap berjuang.
Aku juga bangga dengan orang-orang seperti mereka para pekerja keras yang sedari pagi membanting tulangnya demi keluarga, misal; (maaf) para penyapu jalanan, pemulung besi tua, penjaja makanan, tukang parkir, pengumpul kardus bekas, atau apapun profesi halal lainnya.

Semoga engkau dan orang-orang yang terus berjuang demi keluarganya, tiap tetesan peluh asin berjatuhan menjadi doa yang tak tertolak. Jika menyaksikan itu  aku ingin menangis haru, betapa hebatnya menjadi seorang bapak sang pahlawan keluarga, dibanding mereka yang dengan tampang tak berdosa melibas uang negara ini.

Bapak ...
Tentu kau tahu benar makna dirimu dalam bahtera kehidupan ini, aku belajar dari sosok pemimpin keluarga sejati sepertimu, kemanapun kehidupan ini akan kau labuhkan. Meski tak jarang badai topan sepanjang pelayaran menguji kegigihanmu mempertahkannya.

Aku ingat ketika pertama kali belajar bersepeda, terjatuh dan luka pada lututku, kau membesarkan hati "Ah, luka kecil kok, tak apa. Ayo belajar sepeda lagi" sambil tersenyum seolah tak terjadi sesuatu, padahal aku tahu kau juga tak tega melihatku, kan?
Sikap itu terekam sampai kini, Bapak! Pesan sederhana itu mengajarkanku menjadi petarung andal.

Bapak ...
Tak bisa kubayangkan jika kau absen dalam mengontrol anak-anakmu, aku akan menjadi anak-anak yang bermasalah dan sulit merebut pendidikan secara baik, bisa jadi pengaruh dunia membutakanku lepas dari poros fitrah sebagai manusia, bukan tidak mungkin aku terjerumus kehidupan kelam yang menyengsarakan dan membekukan impianku.

Bapak ...
Di hari pahlawan ini, izinkan aku menyulam namamu, merenda keabadian tertinggi dalam strata kepahlawanan hidupku, aku tak berjanji menjadi ini dan itu, tapi semampu mungkin kuusahakan menjadi putra kebanggaanmu.

Kecup hangat dari anakmu.

----------- 
Tentang Penulis:
Yudhianto Mazdean berdomisili di Natuna, berfilosofi lampu teplok dalam gulita; sederhana namun berarti.



Surat untuk Bapak Surat untuk Bapak Reviewed by Zaidi on November 20, 2017 Rating: 5

Tidak ada komentar