Ulas Buku - Politik Gender karya Agus Hiplunudin


Judul Buku
Penulis
Penerbit
Cetakan
Tebal
ISBN
: Politik Gender
: Agus Hiplunudin
: Calpulis
: I, 2017
: III + 104 Halaman
: 978-602-6576-06-4


Gender
Manusia terlahir ke dunia baik sebagai laki-laki maupun sebagai perempuan bukanlah pilihan dirinya sendiri, bukan pula pilihan secara rasional, atau pun takdir biologis. Namun, entahlah? Nampaknya telah terjadi kesalah-pahaman mengenai gender, dimana kaum feminin diartikulasikan lebih inferior dari pada kaum maskulin. Perlu Saya katakan bahwa istilah gender sesungguhnya tidak ada dalam bahasa Indonesia. Dan dalam kamus bahasa Inggris, kata “gender” dan “sex” diartikan sebagai jenis kelamin. Sehingga perlu diuraikan dengan jelas tentang kaitan antara konsep gender dengan sistem ketidak-adilan sosial secara luas, kaitan antara konsep gender dengan kaum perempuan, dan hubungannya dengan persoalan ketidak-adilan sosial lainnya.
Selanjutnya, konsep gender dimaknai sebagai sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural artinya perempuan itu dikenal lemah-lembut, cantik, emosional, keibuan. sementara laki-laki di anggap kuat, rasional, jantan, dan perkasa.
Seseorang tidak dilahirkan menjadi seorang perempuan. Bukan suratan biologis, psikologis, atau pun ekonomis yang menentukan sosok manusia perempuan (feminis), ada dalam masyarakat; perbedaan sebagai satu kesatuan yang melahirkan makhluk (perempuan) ini, di tengah-tengah kejantanan dan impoten, yang digambarkan sebagai feminim, dalam hal ini mengenai kesamaan derajat wanita; kaum pria perlu memahami kaum wanita sebagaimana adanya. Jadi wanita haruslah diperlakukan secara manusiawi dan sejajar dengan kaum pria.
Pergeseran zaman yang disertai perkembangan pola berfikir manusia, telah memberikan kesadaran dan dorongan bagi perempuan untuk ke luar dari bayang-bayang dogmatisme budaya patriarki. Inferioritas perempuan atas laki-laki, pelan tapi pasti mulai tergerus oleh konsepsi emansipasi. Perempuan harus juga tampil di ranah publik dalam rangka ikut serta membangun bangsa. Dengan kedaan tersebut, perempuan harus tampil dengan peran ganda. Keterlibatan perempuan dalam ranah sosial-politik bukan berarti mereduksi perannya dalam domestik, melainkan kedua hal tersebut berjalan beriringan membentuk sebuah peran ganda. Kesenjangan akses, hak dan peran perempuan dalam politik menjadi hambatan sendiri bagi perempuan dalam ikut berperan dalam ranah politk. Pada sisi lain, hal itu juga dilatar-belakangi oleh kualitas perempuan bila dibandingkan dengan laki-laki. Faktor tersebut tidak sepenuhnya kesalahan kaum perempuan, mengingat konstruk budaya masyarakat yang selalu mengekang agar perempuan tidak perlu repot-repot menempuh pendidikan tinggi karena pada ujungnya akan kembali ke wilayah domestik. Terlepas dari itu semua, minimnya kuantitas perempuan dari pada laki-laki dalam ranah politik membuat perempuan tidak mampu berbuat banyak untuk kepentingan bangsa khususnya dalam memperjuangkan hak-hak perempuan.
Posisi perempuan selama ini di masyarakat selalu berada di bawah atau di belakang laki-laki. Posisi yang sangat tidak menguntungkan bagi perempuan untuk mengembangkan dirinya. Feminisme menjadi bergerak bagi perubahan posisi perempuan di masyarakat. Teori feminisme adalah sistem ide yang digeneralisasikan, meliputi banyak hal tentang kehidupan sosial dan pengalaman pada wanita yang dikembangkan dari suatu perspektif yang berpusat pada wanita di dalam dua cara (Ritzer, 2012).
Sejarah feminisme terbagai menjadi dua fase, feminisme lahir bersamaan dengan era pencerahan Eropa yang dipelopori oleh Lady Mary Worlky Montagu dan Marquis de Condarcet yang keduanya adalah anggota perkumpulan perempuan ilmiah. Dari Eropa gerakan ini berpindah ke Amerika dan berkembang pesat setelah Jhon Stuart Mill menerbitkan buku The Subjection of Women. Kemudian gelombang kedua lahir setelah terjadinya perang dunia kedua, di mana lahir negara-negara baru yang terbebas dari jajahan Eropa dan memberikan perempuan hak pemilihan di parlemen.
Sebagai sebuah gerakan yang telah lama muncul, dalam Ensiklopedia Islam dikatakan bahwa gerakan feminisme telah hadir sejak abad ke 14. Meskipun secara historis feminisme merupakan gerakan yang sudah tua, namun baru pada tahun 1960-an dianggap sebagai tahun lahirnya gerakan feminisme. Karena di tahun-tahun inilah gerakan feminisme dianggap menguat dengan ditandainya kemunculan gerakan feminisme liberal di Amerika. Pada saat itu di Amerika muncul gerakan yang meletakkan feminisme sebagai bagian dari hak-hak sipil (civil right) dan sexual liberation kebebasan seksual (Armando, 2005). (Nasrudin, 2001) ia menyatakan bahwa dalam studi gender dikenal beberapa teori yang cukup berpengaruh dalam menjelaskan latar belakang perbedaan dan persamaan peran gender laki-laki dan perempuan. Salah satu teori tersebut adalah teori feminis. Teori feminis ini dikategorikan ke dalam beberapa kelompok, antara lain sebagai berikut:
Feminisme Liberal
Feminisme liberal ini diinspirasi oleh prinsip-prinsip pencerahan bahwa laki-laki dan perempuan sama-sama mempunyai kekhususan. Secara ontologis keduanya sama, laki-laki dan perempuan sama-sama memiliki hak. Kelompok ini tetap menolak persamaan secara menyeluruh antara laki-laki dan perempuan dalam beberapa hal, terutama yang berkaitan dengan fungsi reproduksi, sebab bagaimanapun, fungsi organ tubuh perempuan yang satu ini membawa konsekwensi logis dalam kehidupan bermasyarakat. Kelompok ini termasuk kelompok yang paling moderat dibanding dengan kelompok yang lain. Feminis dalam kelompok membenarkan perempuan bekerjasama dengan laki-laki. Kelompok ini menghendaki agar perempuan diintegrasikan secara total di dalam semua peran termasuk, termasuk bekerja di luar rumah.
Feminisme Marxis-Sosialis
Aliran ini berupaya menghilangkan struktur kelas dalam masyarakat berdasarkan jenis kelamin dengan melontarkan isu bahwa ketimpangan peran antara kedua jenis kelamin itu sesungguhnya lebih disebabkan oleh faktor budaya alam. Aliran ini menolak anggapan tradisional dan para teolog bahwa status perempuan lebih rendah daripada laki-laki karena faktor biologis dan sejarah. Kelompok ini beranggapan bahwa ketimpangan gender dalam masyarakat adalah akibat penerapan sistem kapitalis yang mendukung terjadinya tenaga kerja tanpa upah bagi perempuan di dalam rumah tangga. Isteri mempunyai ketergantunagan lebih tinggi pada suami daripada sebaliknya.
Feminisme Radikal
Aliran ini muncul di permulaan abad ke-19 dengan mengangkat isu besar, menggugat semua lembaga yang dianggap merugikan perempuan, seperti lembaga patriarki yang dinilai merugikan perempuan. Tidak hanya itu, kaum feminis radikal yang ekstrem menuntut persamaan seks, dalam arti kepuasan seksual juga bisa diperoleh dari sesama perempuan sehingga mentolerir lesbian. Feminis aliran ini juga mengupayakan pembenaran rasioanal gerakannya dengan menyatakan bahwa laki-laki adalah masalah bagi perempuan. Aliran ini juga beranggapan bahwa laki-laki selalu mengeksploitasi fungsi reproduksi perempuan dengan berbagai dalih.
Dalam konteks feminisme dimana keterlibatan perempuan dalam bidang politik merupakan salah satu bentuk nyata dari perwujudan persamaan hak antara laki-laki dan perempuan yang dijamin dalam Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), terutama Pasal 27 ayat (1) yang menyatakan bahwa “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.” Implementasi dari ketentuan tersebut terdapat dalam beberapa peraturan perundang-undangan. Salah satunya adalah Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Hak politik perempuan antara lain diatur dalam Pasal 43 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa: 1). Setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan. 2). Setiap warga negara berhak turut serta dalam pemerintahan dengan langsung atau dengan perantaraan wakil yang dipilihnya dengan bebas, menurut cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. 3). Setiap warga negara dapat diangkat dalam setiap jabatan pemerintahan.
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 bahkan secara khusus mengatur mengenai hak perempuan dalam Bab III Bagian ke-9 tentang Hak Wanita. Pasal 46 menyatakan bahwa “Sistem pemilihan umum, kepartaian, pemilihan anggota badan legislatif, dan sistem pengangkatan di bidang eksekutif, yudikatif harus menjamin keterwakilan wanita sesuai persyaratan yang ditentukan.”

Serang, 1 Feb 2018

Ulas Buku - Politik Gender karya Agus Hiplunudin Ulas Buku - Politik Gender karya Agus Hiplunudin Reviewed by takanta on Februari 09, 2018 Rating: 5

Tidak ada komentar