Pecandu Buku tetapi Berkantong Tipis? Tenanglah!




Oleh: Firdaus Al Faqih
Bagi seorang pada level pecandu, kehadiran buku pada setiap kesempatan menjadi sebuah keharusan. Seorang yang telah merasakan nikmat dan sejuta manfaat dari membaca buku, secara otomatis akan menambah keinginannya untuk membaca dan mengoleksi buku lebih banyak. Tetapi, faktor pendukung dan penghambat memang tak dapat dihindari. Faktor pendukung bagi seseorang yang telah keranjingan buku adalah tersedianya banyak koleksi yang dengan bebas bisa dipinjam di perpustakaan; entah itu perpustakaan sekolah, universitas, ataupun perpustakaan umum. Atau, kepada teman yang memiliki banyak koleksi buku tidak  luput dari sasaran pecandu buku.
Tapi, ada sisi lain yang perlu diingat yaitu faktor penghambat. Biasanya, penghambat terbesar dari seorang kutu buku adalah keinginan memiliki banyak koleksi buku yang tidak dibarengi dengan kondisi finansial yang memadai.
Eka Kurniawan dalam Geotimes (Minggu, 22 Juli 2018) menyebutkan, bahwa sebenarnya minat baca tidak rendah, tetapi harga buku yang kelewat mahal. Ia menyebutkan, mahalnya harga buku disebabkan beberapa hal, di antaranya ialah potongan dari toko buku untuk keperluan biaya operasional toko, pengenaan PPN atas buku,  fee untuk penulis, biaya distribusi buku, ongkos produksi, dan keuntungan untuk penerbit. Mayoritas pajak dan potongan ditanggung oleh pembeli buku. Ini jelas menjadi penghalang bagi pecandu buku yang ingin menambah koleksi namun dengan kondisi finansial yang kurang memadai.
Padahal, data dari beberapa lembaga penelitian seperti Program for International Student Assesment (PISA) masih menunjukkan bahwa Indonesia berada pada peringkat 62 dari 70 negara dalam urusan literasi, serta peringkat literasi bertajuk World Most Literate Nationsyang diumumkan pada Maret 2016 oleh Central Connecticut State University (CCSU) menunjukkan Indonesia berada pada urutan 60 dari 61 negara dalam urusan literasi. Dua hasil penelitian ini cukup untuk menjadi bukti ketertinggalan dalam hal literasi di Indonesia. Sukarnya akses memiliki buku dikhawatirkan berdampak panjang terhadap minat baca di masyarakat dan pecandu buku itu sendiri. Terlebih, fasilitas-fasilitas yang ada masih kurang memadai. Hal ini jelas kontra-produktif dengan salah satu tujuan dari Indonesia yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.
Kondisi tersebut diperparah dengan semakin merebaknya virus kecanduan smartphone. Databoks.co.id memberikan grafik yang menunjukkan peningkatan pengguna smartphone di Indonesia dari tahun 2016-2019. Pada tahun 2016 ada 65,2 juta orang pengguna, dan pada tahun 2019 naik signifikan menjadi 92 juta pengguna. Kehadiran beragam jenis fitur seperti social media, game, dan berbagai macam aplikasi messagingyang oleh kebanyakan dianggap lebih menyenangkan dari pada membaca. Pada akhirnya, muncul kredo “Smartphone adalah candu dan membaca buku dianggap kerja tua yang membosankan.
Namun bukan berarti smartphone hanya memunculkan dampak negatifMunculnya beragam media daring dan fasilitas e-book di sisi lain merupakan dampak positif dari penggunaan smartphone. Ketersediaan e-book  di toko buku online dan situs buku daring—dengan harga yang lebih rendah dari harga buku cetak atau bahkan gratis—bisa menjadi jawaban atas keinginan pecandu buku pada era kiwari.
Meski katakanlah ada perbedaan “kenikmatan” saat membaca buku cetak dan buku elektronik, hal ini mestinya tidak menjadi penghambat bagi pembaca. Hanya dengan tidak menghiraukan hal tersebut, kita bisa menikmati banyak sekali buku elektronik dengan berbagai judul. Jika harga buku masih dirasa mahal, fasilitas e-book yang tersedia bisa menjadi alternatif. Saat ini, banyak aplikasi smartphone yang menyediakan fitur gratis untuk mendapatkan atau hanya meminjam buku yang diinginkan. Contohnya aplikasi iPusnas. Aplikasi yang disediakan oleh lembaga perpustakaan nasional ini memberikan fitur pinjam gratis. Hanya dengan mendaftar melalui akun e-mail, atau  bisa juga dengan  facebook, pengunjung sudah dapat merasakan fitur yang disediakan.
Jika ingin mengoleksi buku tanpa harus keluar biaya, pembaca bisa langsung mengetikkan keyword “Judul buku_pdf_gratis” di mesin pencarian yang tersedia pada masing-masing smartphone. Di sana pengguna dapat memilih beragam situs daring yang menyediakan buku gratis.
Pada akhirnya, minimnya koleksi buku tidak lagi menjadi penghambat. Sebab e-bookyang memiliki banyak kelebihan: kemudahan akses, praktis; bisa dibawa kemana saja, tahan lama, dan lebih murah bisa menjadi alternatif. Hal ini bisa menjadi pilihan bagi pecandu buku dengan kantong kembang kempis.
 
Firdaus Al Faqih, lahir di Situbondo. Sejak lahir ia belum mempunyai pasangan.

Pecandu Buku tetapi Berkantong Tipis? Tenanglah! Pecandu Buku tetapi Berkantong Tipis? Tenanglah! Reviewed by takanta on Juni 21, 2019 Rating: 5

Tidak ada komentar