Puisi: Artefak Kesedihan Karya Hari Alfiyah



Cukuplah
:INHF

Cukuplah sebagai awan
Yang kehadirannya terkadang tak kau inginkan

Cukuplah sebagai hujan
Yang datangnya tak kau rindukan

Cukuplah sebagai kicauan
Yang lebih banyak kau lupakan

Cukuplah sebagai tangisan
Yang tak pernah kau harapkan

Cukuplah sebagai pembicaraan
Yang lekas kau lupakan

Cukuplah sebagai pikiran
Yang tak akan pernah kau utarakan

Cukuplah sebagai kanangan
Yang selalu setia memandang indahmu dari kejauhan

Cukuplah sebagai cukup
Meski cintaku tak bisa terkatup

Annuqayah, 2019



Kumbang Karna

tak pernah sedikitpun aku rencanakan
menjadi pengagum mawar yang telah mekar
dari siraman keikhlasanmu
begitu dalam hingga tetap pukau

namun entah bagaimana peristiwa jatuh
menimpa wajahku
membuat kereta kata-kata
tak mampu keluar dari mulutku

tapi sadarilah
ini kejatuhan yang tak diharapkan
petapa sesunyi peradaban
dalam lingkaran sebuah garis
bermetaformosis jadi sungai
dengan dalih hilaf tak terpenjarakan

sungguh sejatinya mendekati duri adalah
candu ketakutan para pejuang balon berwarna merah muda
sebab matahari telah meleleh dijalur
perbaikan jalan menuju rimbun hutan asmara.

Annuqayah, 2019



Ventilasi Yang Mati

Entah sudah peristiwa yang keberapakalinya
Matahari kehilangan arah kedamaian
Diantara debar debat idiologi
Menjadi pembusukan nurani
Pada tempat sampah terlumpurkan

Di sinilah kita harus memitung nasib
Meski samahalnya menghitung bintang
Yang rasinya membentuk kurva membingungkan
Seperti wajah menang perang

Sementara metode-metode yang sering kita hafalkan
Telah menyatu dengan kejamnya penjara
Menolak eksperimen yang kita ekspresikan

Lalu kemana kebebasan yang begitu kita idamkan, sayang
Jika kebenaran selalu saja mengacu pada
Sebuah logika tanpa memandang gamang

Mampukah kita berbicara tetang estetika
Dalam sebuah penjara yang gelap
Tak ada lagi kemenangan kita peroleh
Selain darah kekalahan

Annuqayah, 2019



Artefak Kesedihan

Ketika aku semakin rajin berbuah air mata
Semua orang sepakat memakai kaca mata
Membayangkan kejatuhan yang tak mampu dilukis kata-kata

Ketika rambutku mulai menguning
Masihkah ada yang lebih ning dari suara kucing
Yang iramanya adalah simponi tanpa lirik

Ketika tanganku semakin keriput menggenggam waktu
Jarum-jarumnya menusuk pada bening rindu
Membuatku candu tawa yang madu tempo dulu

Ketika tubuh telah menyerupai bangunan tua yang lusuh nan keruh
Semula aku bertanya tentang warna langit
Yang jawabannya selalu biru kini telah berganti warna kepedihan

Ketika kaki menjadi takut lika-liku perjalanan
Semakin sepilah tapak jejak perantauan tak lagi dijalankan
Sebab menopang saja terlalu berat rasanya menyobek rintang tak mampu aku tundukan

Alangkah abu-abu jiwaku
Tak ada lagi susunan bahasa tawa
Kala panjang kemarau datang begitu berang

Annuqayah, 2019


Jam Dinding Yang Dingin

bertahun-tahun kau tahan
mementaskan perjalanan
dengan tiga aktor yang sabar
berputar-putar menunjuk dua belas properti
silih berganti
ada yang cepat
ada yang sedang
ada yang pelan

saking pelannya
orang-orang datang dan pergi
menunggu adegan yang diharapkan

terkadang ada yang pergi
sebelum adegan terjadi
hanya untuk menikmati secangkir birahi

miris kubayangkan
pementasan berjalan tanpa penonton

sungguh sunyi hati sang sutradara
manakala diakhir pementasan tak ada  tepuk tangan

Annuqayah, 2019



BIODATA PENULIS

*Hari Alfiyah. Nyantri di pp. Annuqayah Lubangsa. Mahasiswa INSTIKA jurusan Tasawuf dan Psikotrapi (TP). Berproses di Sanggar Andalas dan Komunitas Penulis Kreatif (KPK).


Sumber gambar : pixabay
Puisi: Artefak Kesedihan Karya Hari Alfiyah Puisi: Artefak Kesedihan Karya Hari Alfiyah Reviewed by Redaksi on November 24, 2019 Rating: 5

1 komentar