Cerpen Mored: Prahara Ojung




Oleh: Dinda Ayu Lestari*
Tradisi Ojhung (Bahasa Madura) atau Ojung, yaitu tradisi yang dipercaya masyarakat Desa Bugeman, Kecamatan  Kendit, Kabupaten Situbondo untuk meminta hujan. Tradisi ini hanya boleh diikuti oleh laki-laki dan tidak diperbolehkan untuk wanita. Alasannya karena tradisi ini cara bermainnya saling memukul satu sama lain. Selain itu, peserta harus membuka baju. Alat yang digunakan untuk memukul dalam tradisi Ojhung berupa rotan yang panjang. Selain itu, menggunakan alat pelindung kepala berupa bukot yang terbuat dari anyaman daun kelapa yang dibungkus karung goni.
Tradisi ini juga memiliki aturan dalam bermain yaitu tidak diperbolehkan menusuk lawannya menggunakan alat pemukulnya, memukul bagian perut ke bawah serta menusuk mata lawannya. Dalam Ojhung juga terdapat babuto, yaitu sebagai pelerai atau wasit. Para pemain atau petarung Ojhung sudah dibekali ilmu kanuragan atau kekuatan untuk menghilangkan sakit akibat cambukan rotan. Setiap petarung diberi kesempatan tiga kali menyambuk badan lawan secara bergantian. Petarung juga harus dapat menangkis cambukan lawan. Cambukan yang mengenai tubuh lawan akan ditandai oleh wasit. Bekas cambukan rotan membekas di tubuh mereka. Bahkan jika darah pemain menetes ke tanah, dipercaya permohonan mereka akan dikabulkan dan hujan tidak akan lama turun. Cambukan yang paling banyak mengenai tubuh lawan, dialah pemenangnya. Tradisi Ojhung selain dipercaya untuk mendatangkan hujan, juga untuk selamatan desa agar terhindar dari bencana.
Setiap tahun, masyarakat Desa Bugeman menyelenggarakan festival Ojhung, biasanya bersamaan dengan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Bahkan masyarakat Desa Bugeman meyakini, jika festival Ojhung tidak dilaksanakan, diyakini akan rawan bencana. Sehari sebelum pelaksanaan akan diadakan selamatan dengan menyiapkan sesajen di antaranya nasi 7 warna, 1000 macam bunga, kepala sapi, kepala kerbau, kepala kambing, 1000 tusuk sate,  kue yang warnanya menyerupai warna 7 hewan buas. Semua sesajen diletakkan di legin yang terbuat dari bambu. Usai selamatan, masyarakat desa Bugeman membawa sesajen dari rumah kepala desa menuju rumah pemuka adat untuk didoakan. Setalah acara selamatan, keesokan harinya baru diselenggarakan upacara adat festival Ojhung.
Saat itu, kepala desa mengumumkan hadiah bagi para pemenang. Hadiah untuk juara 1 satu unit sepeda motor, juara 2 televisi 30 inci, juara 3 televsi 20 inci, harapan 1 lemari es, harapan 2 sepeda gunung, harapan 3 mesin cuci. Para petarung sudah menyiapkan diri dan berharap dapat membawa satu unit sepeda motor. Demikian juga Nono, Sadili, Usman, dan Mahmudi, sudah siap dengan tradisi petarung. Bahkan Nono ditemani sesorang yang dipercaya memiliki kekuatan tertenu untuk memenangkan festival bagi petarung, yaitu dukun. Dukun menaburi beras kuning dan membakar kemecan di sekitar arena festival. Nono terkenal sebagai petarung Ojung yang tak terkalahkan. Sadili, Usman, Mahmudi berharap Nono tumbang dan predikat petarung handalan dapat digantikan mereka.
“Hai, aku petarung Ojung tak terkalahkan!  Siapa yang dapat mengalahkanku akan diberi tambahan hadiah satu sepeda motor Vario,” teriak Nono dengan sombongnya.
“Kau jangan congkak, roda akan berputar. Belum tentu, kau menang kali ini, “ lawan Sadili.
“Kau memang kaya dan bisa memberi tambahan hadiah jika kau kalah. Tapi festival ini bukan untuk adu kesombongan. Kalau kau tetap dengan kesombonganmu, Allah akan membalas akibat perbuatanmu, Nono,” tambah Usman.
“Kali ini belum tentu kau menang! Masyarakat sudah tahu bagaimana karaktermu. Siapa tahu kau akan bersimbah darah kali ini!” bentak Mahmudi.
“Ha .. ha …ha ...ha…, kalian tak kan bisa mengalahkanku. Aku petarung Ojhung yang tak terkalahkan.. Sepeda motor Vario yang aku janjikan jika aku kalah, tak akan pernah terkabulkan. Aku akan tetap jadi petarung handalan dan tak terkalahkan,” sambil mengangkat kedua tangannya dan memegang pundak sang dukun. Petarung lainnya hanya memandangi Nono seraya berdoa semoga Nono kali ini tumbang.
Pertarungan Ojhung akan segera dimulai. Para petarung yang dipanggil bersiap-siap ke arena. Wasit pun sudah berada di arena untuk melerai para petarung dan menandai sabetan yang mengenai tubuh lawan. Para penonton bertepuk tangan saat patarung sudah berada di arena. “Ayo ... tunjukkan kekuatnmu, bawa hadiahnya,” teriak penonton.
Pertarungan pun di mulai, saat petarung berhasil menyabetkan cambukan pada lawan, penonton berteriah histeris, membayangkan betapa sakitnya cambukan itu. Namun, para petarung membalasnya dengan senyuman seolah sabetan rotan itu sebuah goresan yang hanya mewarnai tubuhnya.
Tiba saatnya Nono yang akan bertarung dengan Usman. Nono dengan tubuhnya yang kekar naik ke arena, disusul dengan Usman dari arah yang berlawanan. Penonton serentak memberi semangat kepada kedua petarung. Petarung Nono memang banyak pendukungnya. Mereka sengaja diberi uang transpor agar dapat menyemangati dan mendukungnya. Petarung Usman tergolong kurang mampu hanya berbekal doa dan kekuatan yang dimilikinya. Nono didampingi dukunnya mulai memasang jurus bagaimana sabetannya bisa mengenai tubuh Usman. Sudah tiga tahun berturut-turut Nono selalu jadi pemenang festival ini. Tidak ada satu sabetan pun yang mengenai tubuhnya sehingga tak salah jika dia dijuluki petarung tangguh saat itu
“Aku akan mengalahkanmu, Usman. Kau pasti kena sabetanku.”
“ Aku hanya pasrah pada yang Kuasa, Nono,” sambil tersenyum.
Penonton mulai tegang, pendukung Nono terus berteriak menyemangatinya. Sementara, pendukung Usman berharap cemas. Dengan iringan suara gamelan pertarungan pun dimulai. Nono dan Usman sama-sama melindungi diri agar tidak terkena sabetan. Tiba-tiba satu sabetan Nono mengenai tubuh Usman. Para pendukung Nono langsung beteriak histeris., “Ayo Nono, terus sabet lawanmu! Tumbangkan dia!”
Usman dengan tenang terus berusaha bagaimana sabetannya bisa mengenai tubuh Nono yang congkak. Bluuss…satu sabetan akhirnya mengenai tubuh Nono.
“Aduhhh …, kena sudah tubuh Nono, teriak salah satu pendukung Nono.
Namun, Nono berusaha tetap tenang dan seraya memberikan senyuman pada penontonya, hanya satu sabetan, pasti dua sabetannya akan mengenai tubuh Usman, pikirnya. Nono dan Usman berlaga untuk melindungi dirinya dari sabetan rotan.
“Allah …, Astagfirullah …, “teriak pennonton.
Siapakah yang terkena sabetan itu? Wasit mulai melihat punggung kedua petarung. Ternyata …, Nono. Para pendukung Usman yang hanya sedikit berteriak, Tumbangkan si congkak itu, Usman!” Kau petarung hebat!”
Nono mulai kecil hati. Pupus sudah harapannya. Dua sabetan telah membekas di punggungnya. Dia tak menyangka hal ini terjadi. Sabetan Nono hanya satu kali mengenai punggung Usman. Sedangkan Usman, hanya satu sabetan di punggungnya. Wasit memberi aba-aba untuk kembali bertarung. Usman dan Nono dengan tubuh agak jongkok dengan rotan di tangan bersiap-siap meluncurkan sabetan.
“Astagfirullahal adzim …, tumbang sudah Nono,” teriak histeris pendukung Nono sambil menutup mata dengan kedua telapak tangannya. Wasit langsung menghentikan pertarungan dan memutuskan Usman petarung hebat dan berhak mendapatkan satu unit sepeda motor Beat. Nono yang terkena tiga sabetan bagai terjatuh tertimpa tangga. Selain malu karena kalah, dia juga harus memberikan satu unit sepeda motor Vario pada Usman. Nono berusaha menutupi kekecewaannya dengan tersenyum. Dia sadar, ternyata kekuatan Allah lebih besar. Kesombongannya tumbang di tangan Usman. Dia langsung menghampiri Usman dan menyalaminya,
“ Selamat, Usman, Kau memang hebat dapat mengalahkannku. Kau juga akan menerima janjiku, satu unit sepeda motor Vario akan menjadi milikmu,” tegas Nono.
“Tidak Nono, aku cukup menerima hadiah dari desa saja. Maaf, lebih baik janjimu diberikan kepada orang yang lebih membutuhkan.”
“Usman …, kau berhak menerimanya. Aku akui, aku terlalu sombong dengan kehebatan dan kekayaanku. Jadi, kau pantas menang dan menerima hadiah dari desa dan janjiku. Kalau kau ingin memberikan sepeda motor dariku pada yang lebih membutuhkan, itu terserah kau, Usman. Yang penting aku sudah memenuhi janjku.”
“Baiklah, Nono, aku terima janjimu dan aku akan memberikannya pada orang yang lebih membutuhkan.” Usman memeluk Nono dan diikuti histeris penonton melihat kedua petarung itu. Deraian air mata haru membanjiri arena festival Ojhung di Desa Bugeman saat itu. Mereka terharu festival Ojhung berakhir dengan lancar dan damai, tanpa dendam. Harapan mereka, tahun depan akan lahir petarung Ojhung baru yang akan terus menyemarakkan tradisi Desa Bugeman.
 __________________
*) Penulis adalah siswa kelas XII MIPA 1, SMA Negeri 1 Panarukan. | Sumber foto faktualnews




Cerpen Mored: Prahara Ojung Cerpen Mored: Prahara Ojung Reviewed by takanta on Maret 14, 2020 Rating: 5

2 komentar

  1. Sippp bagussssssss����������

    BalasHapus
  2. Usman yang rendah hati��

    BalasHapus