Apakah Menjadi Ibu Dilarang Sambat?

 


Oleh: Raisa Izzhaty

Apakah menjadi ibu dilarang sambat?

Pertanyaan demikian belakangan ini selalu menghantui saya. Sebagai seorang Ibu baru, saya kerap kali mendapatkan kalimat-kalimat seperti, “Jadi Ibu dilarang sakit,” “Ibu harus melakukan semua pekerjaan rumah untuk suami dan anak,”, “Ibu tidak boleh sambat,”. Untuk yang terakhir, sangat mencederai ideologi saya sebagai seorang sobat sambat.

Benarkah demikian?

Barangkali ada yang tidak setuju dengan pendapat saya, tidak masalah. Buat saya, menjadi Ibu boleh, kok, sambat. Seorang Ibu juga manusia. Ada masa di mana ingin diam dan tidak melakukan apa-apa. Tapi, berhadapan dengan society yang masih katrok itu sulit, sodara. Terkadang saya maklum kepada Ibu saya yang paling sering melontarkan kalimat-kalimat di atas, apalagi Ketika melihat saya asyik main ponsel Ketika suami saya sedang mengganti popok. Saya maklum atas segala macam hal yang dipahami Ibu saya, bahwa menjadi perempuan, apalagi seorang Ibu, harus mengerjakan semua hal yang berkaitan dengan urusan suami, anak, dan rumah tangga sendirian. Hidup dengan sistem patriarki yang turun temurun, membuat pola demikian sungguh mandarah daging. Terkadang saya geregetan Ketika tiba-tiba Ibu saya melampiaskan kekesalannya kepada saya Ketika sedang lelah, misalkan Ketika cucian di rumah menumpuk (yang padahal bukan pakaian saya, melainkan pakaian bapak). Jika sudah begitu, saya kerap menggodanya sambil ngakak dengan, “makanya, sambat, dong, ke Bapak!”.

Saya tidak sepaham dengan Ibu saya sebab masanya sudah berubah.

Perempuan bukan lagi kanca wingking. Pekerjaan domestik kadangkala tidak dilihat sebagai hal yang sulit. Pekerjaan domestik kebanyakan hanya dilihat sebagai hal biasa yang wajib dilakukan istri. Jadi Ketika perempuan sambat lelah, selalu tidak divalidasi karena dianggap “aduh, lelah ngapain sih, cuma ngurusin anak aja!” Hei! Anda hidup di era dinosaurus?

Wajib buat saya untuk melakukan segala hal dengan prinsip kerja sama. Apalagi Ketika kamu memutuskan untuk menjajaki kehidupan rumah tangga. Hal itu akan berpengaruh pada tingkat kebahagiaan hubungan suami-istri. Pernah lihat istri kamu tiba-tiba diam seharian atau sengaja membunyikan perkakas rumah tangga keras-keras untuk melampiaskan kekesalan? Coba tengok keranjang cucinya, atau coba tengok tumpukan pakaian yang belum diseterika. Kebanyakan perempuan enggan sambat karena malas sakit hati. Apalagi, nih, ya, kadang-kadang yang nggak suportif itu justru sesama perempuan. Women support women? Halah! Kalau kamu masih menganggap rendah teman, tetangga, anak, saudaramu yang full time Mom, maka, jangan ngomong soal support.

Saya sangat yakin bahwa bekerja sama dalam pekerjaan domestik akan membuat pola pengasuhan yang lebih sehat untuk anak. Kelak, ia tidak akan menurunkan hal-hal kolot lagi kepada keturunannya. Melihat ayah dan ibunya bergantian memandikannya dengan bahagia, akan jauh lebih menarik daripada melihat muka masam ibu yang kelelahan seharian.

Jadi, Ibu-ibu, sambatlah dengan segenap jiwa dan raga!

Apakah Menjadi Ibu Dilarang Sambat? Apakah Menjadi Ibu Dilarang Sambat? Reviewed by Redaksi on September 08, 2020 Rating: 5

Tidak ada komentar