Cerpen: Dia Bukan Gatot Kaca



Kau tahu tidak ada manusia yang bisa terbang, kecuali Gatot kaca, tapi apakah Gatot kaca manusia? Bukankah ia manusia setengah raksasa, lahir dari hubungan Bima dan perempuan jenis raksasa saat masa pengasingan dalam epos Mahabharata? Sebelumnya tidak pernah terbersit sedikitpun dalam kepalamu tentang manusia yang bisa terbang, kecuali saat seorang pedagang dari Andalusia yang mengatakannya padamu saat bertemu di pelabuhan Malaka.

Saat kau masih ingusan, kau pernah membayangan manusia terbang dengan sayap mengepak di punggunya lalu menari-nari di udara. Tapi itu tidak mungkin terjadi, itu hanyalah imajinasi anak yang berumur tujuh tahun saat bermain. Barangkali sama seperti anak-anak yang baru kau lalui saat berjalan menuju pelabuhan Malaka.

Kau pergi ke pelabuhan malaka untuk sekadar melihat-lihat pelabuhan yang begitu sesak dengan kapal dari berbagai pejuru saat angin bertiup dari barat ke timur. Kau tidak pernah melihat secara langsung negeri itu dengan mata kepalamu sendiri, yang kau tahu hanyalah orang-orang dari negeri itu lalu lalang dan berdagang hingga menikah dan beranak pinak dengan perempuan di negerimu.

Saat itu hari belum lagi petang. Beberapa pedagang telah menutup dagangannya, begitupun dengan bongkar muat barang di pelabuhan Malaka. Para pekerja perlahan pulang ke rumah masih-masing dengan wajah yang tampak lesu dan peluh yang perlahan mengering akibat embusan angin laut.

Kau melihat kapal yang baru saja bersandar di pelabuhan, barangkali kapal itu terlambat untuk berlabuh karena cuaca pada saat angin bertiup dari barat terkadang menghasilkan ombak setinggi lima tombak yang dapat menghambat kecepatan kapal di permukaan, juga kecepatan angin yang terkadang dapat membuat layar koyak.

Dari bentuk kapal yang tidak terlalu besar namun juga tidak dapat dikatakan kecil, dapat memuat sekitar sepeluh awak kapal beserta muatan yang cukup beragam seperti; pala, cengkeh, kayu manis dan sejenisnya. Dengan muatan yang cukup banyak setiap jenis rempah.

Kau melihat beberapa orang dari kapal itu mulai meninggalakan kapal dengan layar yang tergulung rapi, dan badan kapal terikat pada pasak seukuran batang pohon kelapa yang tertanam pada tanah. Sudah barang tentu tujuan mereka adalah untuk menukar dan mengangkut rempah ke negeri mereka.

“Oy...,” teriak seseorang dari kejauhan sambil melambai ke arahmu.

Kau berjalan menghampirinya, barangkali laki-laki itu membutuhkan jasamu untuk membantu mengangkut barang bawaannya.

“Bisakah kamu membawakan ini,” kata laki-laki itu sambil menunjuk barang bawaannya.

“Dua koin emas?”

“Satu koin emas?” tawar laki-laki itu.

“Jika tidak mau, tidak apa-apa.”

“Ya, apa boleh buat.”

Kau langsung bergegas mengangkat barang bawaan itu sambil mengikuti dari belakang rombongan itu. Dari cara laki-laki itu berbibacara menggunakan bahasa ibu yang sering dipakai orang-orang sudah dapat dipastikan ia telah beberapa kali datang ke Malaka.

“Bagaimana barang bawannya, berat?”

“Anjing, babi kurap, sialan! Jika tidak karena dua koin emas aku tidak mau membopong tumpukan kertas ini,” gumammu.

“Tidak terlalu berat dari pada cengkeh atau pala.” Kau menjawab sambil menebarkan senyum sebagai pemabawa barang yang telah menjadi pekerjaanmu semenjak tujuh tahun lalu. Saat usiamu baru sembilan belas, kau kehilangan kedua orang tuamu karena suatu wabah yang membuat sekitar separuh penduduk Malaka mati.

“Hahahahaha.” Laki-laki itu tertawa sambil menoleh ke belakang.

“Anjing! Si janggut putih ini mulai mengejekku,” gumammu lagi.

“Hei siapa namamu?

“Sujan! Nama paman?” tanyamu balik.

“Abbas.”

Laki-laki itu bercerita tentang bagaimana ia sedikit terlambat berlabuh di pelabuhan karena cuaca buruk selama satu pekan. Ia berasal dari negeri yang lebih jauh jaraknya dari negeri orang-orang yang bermata sipit. ia berkata berasal dari salah satu negeri bernama Andalusia. Kau tidak banyak tahu tentang negeri itu kecuali cerita dari pedagang bahwa Andalusia merupakan negeri yang makmur, penduduknya banyak menulis buku-buku tentang kesehatan, mesin, rancangan bangunan dan salah satu buku yang dapat membuat pembacanya garuk-garuk kepala karena pertanyaan seperti: dari mana datangnya dunia?

“Apakah benar begitu paman?” tanyamu tentang kebenaran cerita-cerita itu.

“Ya, selain berdagang kami juga menulis tentang negeri-negeri yang kami kunjungi.”

“Apa pula meraka menulis tempat yang mereka kunjungi. Manusia kurang kerjaaan!” gumammu.

Kau dan laki-laki itu berjalan menuju penginapan sejauh lima ratus depa dari pelabuhan.

“Hoy anak muda!”

“Ya, Paman?”

“Kau tahu tidak, orang yang bisa terbang di negeri kami?”

Kau berhenti berjalan terpaku atas pertanyaan laki-laki tua itu sambil membayangkan bagaimana manusia terbang dengan sayap yang megepak di punggungnya lalu berputar-putar di langit kota.

“Anjing! Bagaimana rupanya manusia bisa terbang segala, apa ia lahir dengan sepasang sayap atau ia manusia jadi-jadian?”

***

Saat itu langit kota Andalusia benar-benar cerah, seorang laki-laki tengah berdiri di menara kota yang merupakan bangunan tertinggi di sana, semua orang menengadah melihat laki-laki itu.

“Lihatlah aku akan terbang lagi!” teriak laki-laki itu dari atas puncak menara.

“Ia memang benar-benar telah gila.”

“Bisa-bisanya dia melawan hukum alam.”

“Dia tidak jera setelah tulang punggung, tangan dan kakinya patah.”

Itu bukan kali pertama laki-laki itu mencoba untuk membuktikan bahwa manusia bisa terbang seperti burung. Di tempat yang sama saat ia pertama kali mencoba memperlihatkan sebuah benda yang menyerupai sayap dan ekor burung yang ia buat sendiri, dan memakainya lalu bersiap untuk terjun namun ia jatuh membuat sayap dan ekor burung buatannya itu patah dan tentu sudah pasti kepalanya pecah membentur batu dan merasa kesakitan akibat beberapa bagian tulang yang patah.

“Lihatlah, ilmu pengetahuan akan membuat manusia bisa terbang kawan!” Suara laki-laki itu menggema membuat kesibukan terjeda.

“Gila!”

“Ia pasti mencium tanah lagi.”

“Lihatlah!” Dan dalam hitungan satu, dua, tiga, ia terjun dari menara bersama alat yang telah ia buat. Wushhhhhhh!!!

Ia meliuk-liuk di atas kota Andalusia, orang-orang terkagum-kagum seakan tak percaya melihat ia terbang seperti burung.

“Lihatlah, lihatlah!” teriak laki-laki itu dari udara sambil mengarahkan benda yang ia buat agar terus meliuk-liuk di langit.

Semua orang menengadah ke langit melihat laki-laki itu, dengan berbagai macam raut wajah, ada yang melihat dengan mulut terbuka, tersenyum, mengucek-ngucek mata seakan tak percaya apa yang terjadi di hadapan mereka. Laki-laki itu terbang semakin merendah lalu melejit dengan cepat dan menabrak tanah. Semua orang berteriak dan lari menuju tempat laki-laki itu jatuh.

Laki-laki itu jatuh bersama benda yang telah ia buat dengan beberapa bagian tulang tubuhnya yang patah, sedangkan benda yang ia buat menindihnya tanpa sedikitpun dari benda itu yang rusak. Orang-orang mencoba menyingkirkan benda itu dan menolong si laki-laki. Namun detak jantungnya telah berhenti, dan wajah laki-laki itu terlihat puas atas apa yang telah ia lakukan.

***

“Aku tidak berbohong anak muda!” tegas laki-laki itu setelah bercerita panjang saat perjalanan menuju penginapan.

“Anjing! Benarkah apa yang dikatakan mulut si lelaki tua ini? Setahuku tak ada yang bisa terbang selain Gatot kaca,” gumammu.

“Siapa nama dia paman?”

Sambil melembar senyum merekah penuh tanda tanya padamu, laki-laki itu menjawab, “Dia bukan Gatot Kaca.”

Kau berhenti di sebuah penginapan lalu laki-laki itu memberimu dua koin emas. Setelah beberapa abad saat kau mendengar cerita dari laki-laki itu, manusia dapat dengan mudah saling berkunjung dari satu tempat ke tempat lain, walau berjarak cukup jauh. Untuk sekedar berlibur dengan benda sebesar tiga kapal dengan sayap di samping kiri dan kanan untuk terbang. (*)

Situbondo, 08 Desember 2020

 

ALEXONG, lahir di Situbondo, 09 September 1999. Saat ini menetap di Singaraja dan sedang menempuh pendidikan S1 program pendidikan seni rupa Undiksha. Sesekali menulis cerpen dan membuat ilustrasi di berbagai media daring.

Cerpen: Dia Bukan Gatot Kaca Cerpen: Dia Bukan Gatot Kaca Reviewed by takanta on April 18, 2021 Rating: 5

Tidak ada komentar