Merekonstruksi Ulang Ketidakadilan Spasial dan Politik Kewargaan Desa



Oleh: Junaedi, S.E.

Dalam tulisan berjudul “Ketidakadilan Spasial dan Politik Kewargaan Desa” Robertus Robet, menyebut tedapat dua eleman pokok yang memperkuat bukti ketidaksetaraan terhadap desa, yakni berlangsungnya bias urban dan kemiskinan di desa yang permanen dibandingkan kemiskinan di kota.  Ketidaksetaraan antara desa dan kota ini menghasilkan ketidakadilan spasial yang selalu membawa implikasi bahwa orang kota selalu menjadi warga kelas pertama sedangkan orang desa selalu menjadi warga kedua dan ketiga. Menurutnya, bias urban merupakan praktik kebijakan yang diskriminatif, karena para pembuat kebijakan dan pengambil keputusan cenderung memprioritaskan porsi pembangunan dan penciptaan kesejahteraan di kawasan urban.

Sementara itu, seiring dengan laju urbanisasi yang tidak tertahankan, populasi terus membesar di perkotaan, tetapi kemiskinan bertahan di pedesaan. Orang miskin terbanyak selalu beraada di desa. Ia menyatakan pula bahwa meskipun sekarang berbagai  produk  hukum cenderung semakin memperhatikan kekhasan desa, relasi struktural yang mendasari desa dan kota masih bermasalah karena tetap melanjutkan ketergantungan dan ketidakadilan spasial terhadap desa. Solusi yang ia tawarkan dalam memutus kondisi ketidakadilan spasial yakni melaui penguatan politik petani yang otonom.

Desa juga terus menerus berubah dan mengalami modernitas. Desa seharusnya tidak hanya dilihat dalam batas-batas unit administrasi pemerintahan saja. Namun lebih daripada itu, desa dilihat sebagai mentalitas dan  pola tindakan dari kebudayaan bangsa. Dengan berlatar belakang seorang sejarawan,  Bambang Purwanto menawarkan untuk kembali melihat rekam sejarah praktik kewargaan di masa silam.

Sejarah keberhasilan Desa dalam Konteks Kewargaan

Ia menceritakan sebuah desa di Purworejo yang pernah mengalami masa kemakmuran di dalam kepemimpinan kepala desa bernama Soemotirto pada tahun 1947-1964. Kewargaan desa tercermin saat Soemotirto melakukan reformasi agraria berbentuk redistribusi tanah kepada petani, sehingga angka kemiskinan menjadi begitu rendah di Desa Ngandagan ini. Meski menawarkan kepingan sejarah Desa Ngandagan sebagai contoh ruang yang dipenuhi semangat kemerdekaan bangsa serta menceritakan kualitas kepemimpinan Soemotirto yang baik untuk diteladani, Bambang Purwanto pun masih mengingatkan bahaya pelabelan komunisoleh sejumlah oknum  jika warga tidak berhati-hati dalam mempraktikkan terobosan-terobosan radikal seperti redistribusi tanah untuk petani.

Terakhir konteks pandemi, Dewi  Candraningrum secara rinci memaparkan data dari berbagai sumber internasional bahwa perempuan adalah kelompok warga yang paling rentan sekaligus terdampak. Kekerasan domestik meningkat, terganggunya Hak dan Kesehatan Reproduksi dan Seksual sehingga kehamilan tidak diinginkan meningkat serta tercerabutnya perempuan dari lapangan kerja.  Perempuan juga mengalami beban ganda di aspek pendidikan dan fungsi perawatan ketika pemberlakuan kebijakan sekolah dan kerja di rumah. Dalam esai berjudul “Kewargaan Melek Gender dalam Pandemi Covid-19 : Perempuan Desa Menjaga Negara”, Dewi mengungkap bukti bahwa kepemimpinan perempuan di tengah wabah patut diperhitungkan. 

Ia mencontohkan aksi Sukinah pada tanggal 11 April 2020 yang melayangkan surat kepada Presiden bahwa Covid-19  memberikan pelajaran kepada masyarakat Pegunugan Kender agar terus  menjaga habitat jutaan kelelawar di sana, sebab jika penambahan liar masih terus dilakukan , zoonosis yang menyebabkan virus bermutasi, seperti Covid-19, akan terjadi dan menyebabkan wabah baru.  Selain itu, masyarakat adat Samin Sedulur Sikep, Kendeng, Jawa Tengah juga memasok 30 ton lebih beras ke Jakarta untuk membantu memenuhi kebutuhan pangan di ibu kota ketika pagebluk ini terjadi.

Karakter Desa : Karakter Kewargaan

Meinarno  menyebut Pancasila sebagai nilai nasional yang diukur dalam lima dimensi : nilai religi-toleransi, nilai kemanusiaan, nilai persatuan-patriotisme, nilai demokrasi, dan nilai keadilan sosial. Gotong royong yang merupakan produk kebudayaan desa menjadi watak yang sesuai dengan asas Pancasila untuk mewujudkan relasi kewargaan yang bersifat nasional. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2020 mengenai Relawan Desa Melawan Covid-19 merupakan kebijakan yang bersinergi dengan semangat solidaritas generasi muda. Relawan Desa Melawan Covid-19 membuat negara hadir melalui peran pemuda yang terlibat aktif dalam posisinya sebagai warga negara. Prasasngka ini muncul dari ketidaktegasan bagaimana mengelola kesehatan, keselamatan ekonomi, dan lumpuhnya tangan-tangan birokrasi untuk mengatur warganya.

Kelebihan dan Kekurangan  Buku

Dalam buku ini, berisi ide-ide atau gagasan segar  dari nara sumber yang benar-benar uptodate sejak adanya  pandemi Covid-19  dan solusi atau usulan yang seharusnya dilakukan oleh warga desa. Karena buku ini dilatarbelakangi oleh webinar seri 17 dari perhetalan Kongres Kebudayaan Desa 2020 , dengan topik “Kewargaan (Citizenship) : Merumuskan Pola Relasi Baru Warga Desa dan Negara untuk Tatanan Inonesia Baru”. Buku ini layak untuk dibaca untuk oleh semua orang di Indonesia, terlebih bagi semua warga desa. Cocok untuk dimiliki oleh Kepala Desa, Pendamping Desa, Pegiat Desa, Kementrian, Perpustakaan Daerah hingga Universitas, Akademisi hingga Masyarkat yang tertarik dengan  isu tentang desa.

Termasuk buku langka, jarang ada di pasaran karena buku ini  sumber pengetahuan  yang  harus di baca oleh pemangku kepentingan  yang  konsen dan peduli, terhadap sustain pembangunan di desa.  Sehingga menginfluence semua warga desa untuk tetep bertahan di desa karena desa layak untuk diperjuangkan. Tetapi sayang  buku yang  layak baca ini, tidak didukung oleh performa buku mulai cover kertasnya kurang  excelent, tidak menggunakan kertas putih  termasuk font huruf kurang mendukung. Begitu pula dengan sistematika penulisan tidak terdiri dari pembukaan, isi dan penutup, jadi terkesan asal-asalan saja, termasuk tidak ada penulisan bab per bab.

 

Identitas Buku

Judul Buku :  KEWARGAAN (CITIZENSHIP)  :  Pola Relasi Baru Warga dan Negara

Dewan Redaksi :  Wahyudi Anggoro Hadi, Ryan Sugiarto, Ahmad Musyaddad, Any Sundari, AB Widyanta dan Sholahuddin Nurazmy

Penerbit :  Yayasan Sanggar Inovasi Desa

Cetakan :  Pertama,  Agustus 2020

Ukuran Buku :  13  x 19 cm

Tebal Buku :  xxxix+ 152  halaman

ISBN :  978-623-94710-7-1

Judul Resensi :  Merekonstruksi Ulang Ketidakadilan Spasial dan Politik Kewargaan Desa

Resensator :  JUNAEDI, S.E.

 

 

Junaedi, S.E., lahir di Pemalang 06 Januari 1974,  Lulus  : S1 STIE Widya Wiwaha (1999), bekerja di Yayasan Sanggar Inovasi Desa (YSID) . E-mail : junaedi.imfat1974@gmail.com . No HP (WA) : 088 225 045 416                                       Medsos IG : @imfatjunaedi, FB     : @Junaedi Imfat.

 

Merekonstruksi Ulang Ketidakadilan Spasial dan Politik Kewargaan Desa    Merekonstruksi Ulang Ketidakadilan Spasial dan Politik Kewargaan Desa Reviewed by Redaksi on Juni 10, 2021 Rating: 5

Tidak ada komentar