Memaknai Langgar Dalam Perspektif Sosiologi Agama

matamaduranews.com


Oleh: Hosinatun*

Tempoe doloe, masyarakat Madura tidak hanya terkenal sebagai masyarakat agamis tetapi juga masyhur dengan sebutan masyarakat adat yang setiap saatnya terikat oleh norma-norma, nila-nilai dan peraturan-peraturan yang ditetapkan bersama secara turun temurun. Warisan kultur yang diakuinya sebagai sangkol menumbuhkan makna tersendiri bagi setiap individu sebab ia  mengatur segala sisi atau aspek kehidupan yang ada. Pada dasarnya masyarakat Madura ramah dan sangat menghargai sesama, namun akan sangat sensitif di dalam melindungi budaya mereka. Dalam artian bukan sensitif tanpa sebab dan bukan dimaksudkan sebagai sebuah ungkapan bahwa Madura keras dan semacamnya tetapi merupakan upaya perlindungan dan pertahanan terhadap ragam budayanya. Tidak hanya soal kuliner dan budaya sosialnya seperti daerah-daerah beradat lainnya. Madura juga memiliki khas dengan permukiman tradisional “Tanèan Lanjâng” yang lengkap dengan makna filosofis tentunya. Tanèan lanjâng merupakan sebutan pada perkumpulan rumah yang memiliki halaman panjang, kelompok rumah tersebut berderet memanjang sesuai struktur kekeluargaan yaitu anak perempuan pertama dibangunkan rumah dengan julukan ‘Roma Tongghu’ (rumah induk) disusul kemudian anak kedua di sebelah timur anak pertama dan seterusnya hingga membentuk halaman yang panjang. Ia berfungsi untuk mengumpulkan sanak keluarga dalam satu wilayah tanah. Namun hal yang paling vital dari sebuah tanèan lanjâng ialah langgar (bangunan bambu semacam surau) yang terletak di tengah-tengah paling barat sebagai tempat sakral bagi seluruh anggota keluarga.

Jika ditinjau dari ilmu sosiologi, langgar adalah pusat interaksi antar anggota keluarga. Dimana ia berfungsi sebagai tempat berkumpul keluarga besar ataupun menjamu tamu dari luar. Pada umumnya masyarakat  Madura tidak mempersilakan tamu untuk masuk langsung ke dalam rumah karena bagi mereka parsèko (menimbulkan fitnah), terlebih kalau tamunya adalah seorang laki-laki sementara yang menjadi tuan rumahnya adalah perempuan. Maka langgarlah tempat paling efektif, nyaman dan terbuka. Sedangkan kalau ditilik dari segi agama, langgar terletak di sebelah barat mempunyai makna filosofis bahwa barat merupakan tempat terbenamnya matahari dimana setiap umat Islam diharuskan kembali pada sang Rabbi menjelang petang setelah seharian menjelajahi hari. Kembali pada sang Rabbi ialah untuk menunaikan ibadah misalnya, bersyukur serta berserah diri. Langgar juga menjadi pusat belajar keagamaan, biasanya menjadi tempat berjamaah sekaligus tempat anak-anak belajar mengaji. Sehingga peran langgar sangat berpengaruh terhadap tatanan kekerabatan masyarakat Madura.  

Namun sejak tahun 2000 ke atas, banyak budaya lokal yang mulai tergerus dan bahkan  dilupakan begitu saja. Salah satunya ialah tradisi tanèan lanjâng yang sejak dahulu kala diagungkan sebagai satu-satunya ciri khas yang hanya dimiliki masyarakat Madura, namun sekarang jarang ditemukan tradisi ini dari setiap perumahan. Kebanyakan dari mereka lebih mengakui tren baru sebagai model yang mutakhir. Mereka tidak lagi tertarik dengan model perumahan lokal, justru meniru model perumahan yang sama sekali tidak menandakan kekhasan Madura. Itu terjadi karena masyarakat sudah hanyut oleh arus tradisi pop yang kemudian menghilangkan keotentikan Madura secara perlahan-lahan.  Maka ketika tanèan lanjâng terganti oleh bangunan bertingkat, interaksi sosialnya juga tentu berubah. Pengaruhnya terhadap sosial kekeluargaan, yaitu tidak lagi ada langgar yang menjadi tempat berkumpul serta menjadi tempat belajar keluarga, bahkan tak jarang adanya kesenjangan sosial di sesama angggota  keluarga. Sementara problem keagamaanya adalah kemudian hilangnya suara merdu mengaji anak-anak ba’da Magrib, lantunan zikir dan salawat yang kian hari kian tak terdengar sebab lebih nyaring suara televisi yang diputar dan android yang dimainkan. Terlebih generasi yang lahir di atas tahun 2000 mirisnya mereka bahkan sama-sekali tidak bersentuhan dengan budaya lokal mereka karena sudah terbiasa hidup di era modern yang serba digital juga tanpa adanya pengenalan-pengenalan tradisi sendiri.  

Maka, sebagai jawaban dari fenomena tersebut. Sosiologi agama menghadapinya dengan sebuah ungkapan bahwa untuk menjadi manusia masa kini tidak harus meninggalkan warisan nenek moyang dan lebih mengutamakan hal-hal yang baru. Tetapi bagaimana ia memberikan keseimbangan antara pengetahuan modern dengan pengetahuan sejarah menjadi prinsip hidup untuk lebih baik kedepannya. Sehingga tidak akan ada penyesalan sebab melupakan kultur budaya dan tidak akan ada alasan untuk tidak belajar lebih giat mengenai pengetahuan yang setiap detiknya mengalami gerakan besar. Artinya, seseorang dapat dikatakan modern apabila pengetahuannya tidak terbatas dan ia menggunakan masa lalu, masa kini dan esok sebagai tempat belajar untuk terus membenahi diri.

 

 

 Referensi :

Heng, Jeckhi dan Kusuma, Bayu Aji. Jurnal Arsitektur KOMPOSISI. Oktober 2013. Konsepsi Langgar Sebagai Ruang Sakral Pda Tanean Lanjang, Vol. 10 No. 04

Atika, Meri. PERSONIFIKASI. November 2019. Penguatan Peran Langgar Sebagai Medium Keluarga dalam Upaya Pembentukan Pendidikan Karakter Anak di Madura, Vol. 10 No. 02

Susanto, Edi. KARSA. Oktober 2007. Revitalisasi Nilai Luhur Tradisi Lokal Madura, Vol. XII No.  02

Tulistyantoro, Lintu. DIMENSI INTERIOR.  Desember 2005. Makna Ruang Pada Tanean Lanjang di Madura,  Vol. 03 No. 02

 

 

 

*Hosinatun, kelahiran Sumenep, Madura, Jawa Timur. Mahasiswi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Aktif di LENSA. Menulis Esai dan puisi di beberapa media cetak, media online dan antologi bersama. Seperti Radar Madura, Radar Cirebon, Minggu Post, Travesia, Mbludus, Lampung News dan Puisi Pedia. Surat Berdarah di Antara Gelas Retak (2019), Kenangan (2018), Cinta Karena Cinta (2019), Creative Student Day (2020), Rantau ‘dari Negeri Poci 10’ (2020), Alumni Munsi Menulis (2020),  Perjamuan Perempuan Tanah Garam (2019-2020), Giliyang Writers (2021) dan Seri Sastra Tembi (2021). Nomor telepon : 082339196113.

Memaknai Langgar Dalam Perspektif Sosiologi Agama    Memaknai Langgar Dalam Perspektif Sosiologi Agama Reviewed by Redaksi on Juni 10, 2021 Rating: 5

Tidak ada komentar