Pak Karna Tidak Salah, Kita Saja yang Terlalu Nyinyir

 

    (arifin/ afederasi.com)


Oleh Hafid Yusik*

Setelah pemilihan bupati dan wakil bupati Situbondo usai, salah satu tugas yang harus dipersiapkan oleh rakyat Situbondo adalah membangun bersama kabupaten ini menuju Situbondo yang lebih maju. Tidak ada lagi nomor 1 atau nomor 2. Tidak ada lagi Karunia atau Mulya-Abadi. Dan yang terpenting, pastikan jangan sampai ada polarisasi, karena “Bule Dhika Taretan“ . Setuju?

Mari kita tata betul kota ini dengan pikiran yang positif. Agar hidup ini semakin adem dan kekeluargaan. Nyaman dan sentosa. Jadi kalau ada sesuatu yang aneh-aneh dikit, nggak usah reaksioner. Nggak usah gampang terpancing sampai-sampai berkomentar yang berlebihan. Apalagi hanya persoalan sepele. Misalnya Bupati Situbondo, Pak Karna Suswandi menggelar acara nyanyi-nyanyi bersama Giring eks Vokalis Nidji di Pendopo. Ini biasa saja. Anda gak usah ngejek-ngejek dan nyalahin bupati.

Menurut saya, acara nyanyi-nyanyi Pak Karna bersama Giring itu adalah janji yang ditepati. Masih ingat kan slogan beliau di pilkada kemarin? Ya, salam perubahan. Sekali lagi, SALAM PERUBAHAN. Gak afdol kalau belum tiga kali, S-A-L-A-M P-E-R-U-B-A-H-A-N. Nah wajar kan kalau apa-apa mulai diubah. Pendopo yang setiap Minggu malam khidmat dengan acara Sholawatan, diubah jadi nyanyi-nyanyi.

Ngubahnya gak usah grusa-grusu. Pelan-pelan saja. Sebagai pembuka perubahan, nyanyi bareng Giring dulu. Lumayan, kan. Artis nasional sekelas Giring mau nyanyi di Situbondo. Saya rasa, ini langkah strategis yang Bung Karna lakukan. Pertama, ini marketing yang cukup ampuh mendongkrak nama Situbondo di mata nasional 323 ribu followernya Giring. Anda bayangin, 323 ribu follower Giring melihat instastory Giring yang memotret suasana di pendopo Situbondo. Apa gak langsung ngangkat tu nama Situbondo? Terkenal luas. Paling tidak followernya Giring bilang gini,

"Wah, hebat ya Situbondo. Pandemi gini masih sempat datangin Mas Giring nyanyi bareng Pak Bupati."

"Keren Bupati Situbondo. Bisa nyanyi bareng idolaku. Bupati di kotaku kapan nich?"

Belum lagi komentar kita-kita masyarakat Situbondo yang mencintai Bung Karna.

"Awal perubahan yang manis. Sekarang Giring, nanti apalagi? Nissa? Via Vallen? Atau dangdutan? Tinggal request. Bupati kita terbuka dan mau mendengar aspirasi masyarakat Situbondo"

Lihat saja. Setelah acara nyanyinya viral melalui potongan video di trans 7, nama Situbondo langsung jadi obrolan. Trending di twtter. Ini revolusioner sekali. Ini salam perubahan pakek banget. Kita rindu pemimpin-pemimpin yang punya pandangan out of the box. Visioner, berkepribadian, pintar menyanyi, dan tidak umum. Seperti Pak Karna yang kita cintai ini.

Selanjutnya, nyanyi-nyanyi ini adalah marketing jangka panjang. Maksud saya, ini jangan hanya dilihat dari nyanyinya saja. Tapi lihat muatan atau substansi apa yang ada di baliknya. Menurut saya, ini salah satu cara Bung Karna memancing wisatawan. Setelah kunjungan wisata tinggal kenangan, Bung Karna mencoba meramu cara lain agar wisatawan khususnya dari luar daerah mau datang ke Situbondo.  

Acara nyanyi ini adalah langkah awal Bung Karna untuk membangun citra Situbondo yang menyenangkan. Bung Karna, barangkali berancang-ancang akan menyusun program wisata yang berbasis nyanyi-nyanyi. Datang ke Situbondo yang belum bisa nyanyi, pulang lumayan bisa nyanyi. Atau kalau Anda yang sudah bisa nyanyi, bisa ikut audisi nyanyi di Situbondo.

Ini progresif saya kira. Karena betapa banyak masalah dalam hidup ini yang hanya bisa selesai dengan cara mencari hiburan. Anda rasa-rasa sendiri betapa statisnya hidup ini jika tidak ada hiburan. Tidak ada musik. Menyanyi. Barangkali, acara menyanyi ini nantinya akan jadi salah satu solusi positif untuk siapa saja yang masalahnya sudah kadung kompleks kemudian lari untuk menghibur diri. Apakah Bung Karna menghibur diri? Anda jangan keras-keras, ah. Apa mau dibilang kampungan?

Anda masih ingat kan pendapat Bung Karna tentang wisata di Situbondo di debat pilkada ke-3 kemarin?

kita juga akan terus berusaha, bagaimana dukungan pusat itu tidak sia-sia sebagaimana biasanya. Kampung Kerapu, kemudian kampung-kampung yang lain. Kalau kita hanya mengandalkan hanya kampung-kampung, kapan kita akan menjadi orang yang bisa menasionalis? Kalau hanya namanya kampung-kampung. Nah, wisata kita akan terus menjadi wisata yang kampungan".

Menurut saya, pendapat itu menunjukkan bahwa Bung Karna punya jiwa revolusioner banget. Coba, mana ada calon pemimpin yang berani bilang wisata-wisata di daerahnya sendiri sebagai wisata kampungan. Ini keberanian yang radikal banget. Bung Karna ini mau bilang meskipun ia lahir di kampung tapi punya pemikiran yang kota banget. Barangkali nanti wisata Kampung Kerapu berubah jadi Kerapu Village. Sungguh, ini benar-benar salam perubahan banget.

Balik lagi soal nyanyi-nyanyi. Soal prokes di acara nyanyi-nyanyi Anda juga mau nyinyir?

Coba simak pernyataan Pak Agung Wintoro saat diwawancarai wartawan.

“Penyanyinya jaga jarak. Begitu juga dengan penonton dan seluruh tamu yang hadir.

Perkara video yang viral sampai ke televisi nasional yang menggambarkan banyaknya tamu yang hadir tidak menggunakan masker itu mungkin saja kualitas kamera yang digunakan untuk merekam masih menggunakan kamera berkualitas VGA atau pakai handphone era symbian. Jadi tidak bisa terlihat dengan jelas kalau tamu yang hadir dalam video tersebut mengggunakan masker transparan. Iya jelas tidak terlihat dong.

Tapi, saya tidak habis pikir juga dengan sebagian orang gara – gara kemarin viral video nyanyi itu, sempat ada yang membandingkan dengan acara Minggu malam di pendopo itu, dengan kegiatan  di pondok pesantren dengan mengunggah video 3 tokoh kultur Situbondo. Mereka mengatakan kegiatan di ponpes tanpa prokes, padahal ya, di ponpes juga diberlakukan protokol kesehatan. Fanatik berlebihan kale ya! Hehe.

Maka dari itu, netizen di kota santri harus lebih bijak lagi. Kita wajib mengedepankan akhlakul Mahmudah semata-mata demi Situbondo berjaya. Jangan negative thinking begitu kepada pemerintah. Apa-apa yang dilakukan pemerintah salah melulu. Nyanyi-nyanyi di pendoponya rakyat kok dipermasalahkan juga. Ingat! Ini salam perubahan, Bung.

Jadi, bernyayi adalah acara yang perlu dibesarkan. Dimasifkan ke seluruh penjuru desa-desa di Situbondo. Agar masyarakat tidak kesepian, merana dan terluka karena cinta. Apalagi kemarin terluka karena pilkada. Sakit. Saatnya bersatu.  

Lantas, bagaimana nasib sholawatan? Sholawat Nariyah?

Anda tidak perlu bingung-bingung. Politik adalah medan pertempuran kekuatan yang syarat dengan kepentingan-kepentingan. Dan wajar jika pemenang memasukkan kepentingannya dalam kebijakan. Sederhanya, yang menang pegang kendali. Yang kalah dihabisi. Program-program yang dibangun oleh rezim sebelumnya, diubah dengan program rezim penguasa. Biasa saja. Jangan marah. Nangis saja. Tapi jangan lama-lama. Hehe.

Lantas, Anda masih mau bilang, kan sholawatan ini jati diri Situbondo! Apalagi Situbondo ini punya slogan Bumi Sholawat Nariyah.

Oke. Memangnya marwah dan nilai sholawatan jadi berkurang kalau tidak dibawain di acara kedinasan? Memangnya kesakralan sholawat nariyah jadi runtuh kalau tidak dibacakan secara formal orang-orang dinas? Saya rasa tidak. Ia akan selalu hidup di masyarakat Situbondo. Karena ia roh spiritual yang melekat. Bukan roh politis.

Rakyat harus legowo, ikhlas, sabar dan tawakkal. Jangan sampai, hanya karena kita tidak ingin berubah, kita menjadi seperti yang dikatakan oleh Novelis asal Jerman, Gail Sheehy,

”Jika kita tidak berubah, kita tidak tumbuh. Jika kita tidak tumbuh, kita tidak benar-benar hidup.”

Tetapi, jujur saya pribadi sebagai warga Situbondo tidak menginginkan itu, dalam artian semoga rutinan Sholawat Nariyah setiap Minggu malam di pendopo itu tetap ada, karena salah satu niatan sholawat Nariyah yang sudah dijalankan puluhan tahun oleh Almarhum Pak Dadang Wigiarto itu demi kemajuan Situbondo juga dengan cara bertawasull pada Kanjeng Nabi. Dan saya meyakini Bupati Karna Suswandi akan melanjutkan ini karena saya tau Pak Karna adalah pengamal Sholawat Nariyah. Meskipun belakangan ada informasi bahwa diganti dengan sholawat yang lain. Ya silakan. Bung Karna punya kendali. Tapi masyarakat akan menilai dan membandingkan gaya-gaya kepimpinannya dengan yang sebelumnya.

Sekali lagi, bagi rakyat netizen kota santri, satu-satunya hal yang harus dipegang adalah sikap positive thinking. Pemerintah daerah yang baru sedang bekerja untuk perubahan. Perkara perubahan yang dilakukan menjadi lebih baik atau buruk urusan belakang. Yang penting perubahan dulu.

Terakhir untuk menutup tulisan ini, saya kutip kaidah yang saya rasa Bupati Situbondo  dan Wakil Bupati  paham ini, karena di kalangan Nahdliyin ini populer,  Al muhafadzatu ,’ala qodim al – shalih wa al ‘akhdzu bi al – jadid al ashlah. Memelihara nilai – nilai lama yang baik dan mengambil nilai – nilai baru yang lebih baik,”.

Jika menyanyi dianggap tradisi baru yang lebih baik dari membaca sholawat, silahkan lanjutkan. Salam perubahan. Risiko tanggung sendiri.Wallahua'lam.

_____________________

*) Penulis adalah kaum Nahdliyin. Tinggal di Situbondo.

Pak Karna Tidak Salah, Kita Saja yang Terlalu Nyinyir Pak Karna Tidak Salah, Kita Saja yang Terlalu Nyinyir Reviewed by takanta on Maret 14, 2021 Rating: 5

2 komentar

  1. Yang baik perlu didukung,yang tidak baik patut kita kritisi. Memang perlu seperti itu bukan? Semoga kedepannya bisa lebih baik,harapan masyarakat situbondo. Kawal terus ya takanta ,smg masyarakat kita bisa memahami betul situasi dan kondisi di kota sendiri,dan berani berpikir kritis lalu menuangkan dalam tulisan yang indah dan baik agar penyampaian nya tepat tertuju pada pembaca.

    BalasHapus
  2. Hedonis memang selalu butuh situasi pembeda.

    BalasHapus