Resensi: Madilog

 


Oleh: Dewi Fortuna Bantilan

 

MADILOG: Materilaisme, Dialektika, dan Logika.

Tan Malaka

 

Identitas Buku

Judul Buku : Madilog

Penulis : Tan Malaka

Penyunting : Tim NarasiPenerbit : Narasi

Cetakan : 5, 2016

Tebal Buku : 568

Berat : 600 gram

Harga : Rp.110.000,-

Tan Malaka merupakan nama semi-bangsawannya yang ia dapatkan dari ibunya. Nama aslinya adalah Sutan Ibrahim Gelar Datuk Sutan Malaka, merupakan seorang pejuang kemerdekaan Indonesia, pendiri Partai Murba, dan juga dijuluki sebagai Pahlawan Nasional Indonesia karena terkenal dengan pemikiran yang menjadi patokan atau inspirasi bagi para tokoh-tokoh besar bangsa Indonesia, diantaranya Bung Karno. Tan Malaka  lahir pada tanggal 2 Juni 1897 di Nagari Pandam Gadang, Gunung Omeh, Lima Puluh Kota, Sumatera Barat, kemudian ia wafat 21 Februari 1949 (umur 51). Tan Malaka merupakan sosok yang sangat membenci ketidakadilan dan peduli terhadap keadaan sekitar serta memiliki kemauan yang amat besar agar lingkungannya sekitarnya maju dan berkembang ke arah yang lebih baik, maka dari itu, beliau terinspirasi untuk berkontribusi lebih dalam lagi pada pola gagasan bangsa Indonesia dengan cara menulis dan menerbitkan banyak buku-buku yang berpengaruh dan berkontribusi terhadap gagasan kebangsaan seperti salah satunya buku Madilog (2016).

Madilog (2016), merupakan karya terbaik dari Bapak Republik Indonesia Tan Malaka yang menjelaskan tentang materialisme dialektika dan logika dari bagaimana pandangannya terhadap bangsa Indonesia menghadapi “logika mistika” yang menurut Tan Malaka sendiri adalah fenomena dimana suatu bangsa memandang kejadian-kejadian di dunia ini dipengaruhi oleh kekuatan keramat. Tan Malaka juga menegaskan bahwa logika ini yang menyebabkan bangsa Indonesia mengharapkan kekuatan-kekuatan gaib seperti mengadakan mantra, sesajen, dan doa-doa daripada menyelesaikan sendiri permasalahan yang sedang dihadapi. Tan Malaka memandang bahwa kemajuan suatu bangsa melewati tiga tahap yakni dari “logika mistika” lewat “filsafat” ke “ilmu pengetahuan”. Bangsa Indonesia sendiri tidak mungkin bisa menjadi bangsa yang maju jika masih berada di tahap “logika Mistika”. Diterbitkannya buku Madilog merupakan solusi bagi bangsa yang masih berada di tahap “logika mistika”.

Saat pertama kali membaca Madilog, saya menganggap buku ini memiliki pembawaan bahasan yang berat mungkin dikarenakan buku ini membahas dan memaparkan tentang paham Marxisme serta disebut sebagai puncak pengetahuan Tan Malaka yang sebenarnya didedikasikan untuk orang-orang yang memiliki ketertarikan terhadap arti perjuangan yang sesungguhnya sehingga tidak bisa dibaca untuk mengisi waktu luang saja. Seperti itulah tanggapan pertama saya terhadap Madilog ini, namun saat sampai di pertengahan buku ini saya menganggap bahwa buku ini pantas dan sangat berpengaruh terhadap cara berpikir kita, sebab kembali ke awal topik buku ini ialah bagaimana Tan Malaka sangat gencar untuk melawan Logika Mistika yang pada kenyataannya adalah logika yang sampai saat ini pun belum hilang dari gagasan bangsa Indonesia disadari atau tidak masyarakat Indonesia pada umumnya lebih mempercayai ‘mistis’ dibanding kenyataan yang di depan mata terbukti dengan maraknya penggunaan sesajen, doa-doa, serta mantra yang mereka percayai memiliki keterkaitan dengan apa yang terjadi di dunia ini.  Sebab itulah saya sangat yakin bahwa buku ini layak mendapat apresiasi dari berbagai kalangan dengan harapan untuk bangsa kita bisa membuka pikiran lebih luas lagi agar lebih fokus terhadap hal-hal yang realistis.

Madilog tentu saja menyinggung tentang filsafat, sebab seperti yang Tan Malaka katakan sebelumnya bahwa untuk melihat kemajuan manusia harus melewati tiga tahap yaitu dari “logika mistika” lewat “filsafat” ke “ilmu pengetahuan”. Filsafat menjadi isi penting juga di buku ini, seperti yang kita lihat sehari-hari, secara teori banyak orang-orang Indonesia yang sudah memiliki pemahaman mendalam tentang filsafat, namun dalam penerapannya justru tetap kembali ke “logika mistika”.

 

Kelebihan Buku Madilog

Buku ini memiliki desain sampul yang sangat simpel dengan warna merah sebagai dasarnya kemudian dihiasi dengan sosok pencipta buku ini sendiri Tan Malaka, sehingga membuat calon pembaca menjadi penasaran dengan isi buku sebab kesannya yang misterius. Kembali ke tujuan awal buku ini dibuat, Tan malaka secara tidak langsung mengajak para pembaca untuk merevolusi paradigma berpikir dari logika mistika ke pemikiran yang murni menggunakan logika dan dialektika yang sangat mementingkan rasionalitas dan bertumpu pada metode saintifik yang akan membawa pada kesimpulan.

 

Kekurangan Buku Madilog

Pembahasan yang terkandung di dalamnya akan menimbulkan banyak tanda tanya bagi pembaca yang tidak begitu paham dengan paham Marxisme dan ditambah dengan gaya penulisan dan kosa kata yang terbilang susah untuk di artikan mengingat bagaimana keterbatasan berbahasa dan beberapa kosakata dari bahasa asing yang belum memiliki padanan kata di dalam bahasa indonesia.

Dari saya pribadi, sangat menyarankan untuk semua kalangan agar membaca buku ini serta mengambil intisari poin penting dan makna dari buku ini juga merealisasikannya di kehidupan sehari – hari, banyak sekali pengetahuan serta ilmu yang akan kita dapat dari berbagai aspek yang terkandung dalam buku ini, mulai dari pokok pembahasaannya sampai ke kosa kata baru yang akan kita dapat setelah membaca buku ini.

Resensi: Madilog Resensi: Madilog Reviewed by Redaksi on Juli 04, 2021 Rating: 5

Tidak ada komentar