Simalakama Pemanasan Global



Oleh: Nur Husna*

Global warming is real. Perubahan suhu bumi secara signifikan memberi dampak yang sangat serius bagi kehidupan umat manusia. Berbagai bentuk demonstrasi tentang pemanasan global yang selalu digembar-gemborkan, tidak cukup untuk menyadarkan manusia bahwa bumi sedang mengalami krisis. Manusia seolah bersikap acuh pada efek dari pemanasan global yang nyata. Padahal efek dari pemanasan global sangat berdampak buruk bagi keberlangsungan hidup manusia. Mulai dari perubahan iklim, perubahan suhu bumi, hingga  stabilitas ekonomi. Akankah kita tetap acuh dengan global warming.

Berbagai bentuk tindakan manusia yang menyebabkan meningkatnya emisi karbon. Seperti kegiatan deforestasi masih marak terjadi. Ironisnya, Indonesia sebagai negara penyandang predikat paru-paru dunia berbanding terbalik degan tingginya angka deforestasi. Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menunjukkan luas deforestasi pada periode 2015-2016 merupakan angka deforestasi tertinggi yakni sebesar 629,2 ribu hektar. Kemudian mengalami penurunan pada periode 2017-2018 sebesar 439,4 ribu hektar. Dan kembali mengalami peningkatan pada periode 2018-2019 mencapai 462,5 ribu hektar. Namun  kemudian kabar baiknya pada periode 2019-2020 Indonesia dapat menurunkan angka deforestasi secara signifikan hingga 75% atau sebesar 115,5 ribu hektar. Secara total dalam kurun waktu 6 tahun, angka deforestasi mencapai 2,1 juta hektar. Tentunya fakta tersebut membukakan mata kita, bahwa kegiatan deforestasi yang tidak disertai reboisasi akan mengakibatkan ketidakseimbangan lingkungan. Pembakaran hutan dan pembusukan pada pohon-pohon yang ditebang menjadi penyebab semakin banyaknya emisi karbon berupa CO2. Hutan yang merupakan penyumbang oksigen harusnya patut dijaga kelestariannya. Banyaknya hutan yang digunduli hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia seperti untuk membuka lahan pertanian, pembuatan perumahan, bahkan pabrik industri. Seharusnya dapat dipertimbangkan terlebih dahulu manfaat dan akibatnya bagi khalayak ramai. Juga masyarakat kontemporer yang berlomba-lomba dalam menciptakan suatu inovasi dengan berbagai cara. Termasuk menjamurnya pembangkit listrik tenaga bahan bakar fosil seperti batubara, gas alam, dan minyak bumi. Yang turut menjadi faktor meningkatnya emisi karbon dan emisi gas rumah kaca. Limbah industri yang berupa emisi karbon atau gas sisa hasil pembakaran yang mengandung karbon dibuang ke atmosfer. Sehingga dalam hal ini pembangkit listrik tenaga bahan bakar fosil memiliki kontribusi yang besar dalam pemansanan suhu bumi. Disamping itu, penangkapan ikan secara ilegal juga sangat berdampak bagi pemanasan global, yakni dengan penggunaan alat pukat harimau untuk menangkap ikan yang justru menyebabkan rusaknya terumbu karang. Terumbu karang dapat mengurangi pemanasan global yakni dimana hasil dari metabolisme terumbu karang berupa kerangka kapur kalsium karbonat C2Co3 yang dapat menyerap dan turut berkontribusi dalam penyerapan rantai karbon di laut. Terumbu karang sebagai penyumbang oksigen terbesar di bumi juga turut terancam kelestariannya akibat pemanasan global jika hal tersebut terus terjadi tanpa adanya pencegahan maka peran utama terumbu karang sebagai penghasil oksigen terbesar di bumi akan ikut menurun. Maka dari itu jika manusia merusak ekosistem di laut, termasuk terumbu karang maka hal tersebut juga berpengaruh terhadap oksigen yang dihasilkan oleh ekosistem laut dan keberlangsungan hidup biota laut.

Di satu sisi, tidak dapat kita nafikan bahwa semakin banyak manusia maka akan semakin banyak juga kebutuhan yang harus dipenuhi tidak terkecuali kebutuhan berupa listrik. Memang polemik ini menjadi buah simalakama bagi umat manusia, karena dalam konteks keberlangsungan hidup manusia memang sangat memerlukan teknologi berbahan bakar fosil untuk memenuhi seluruh kebutuhan hidupnya. Mulai dari listrik untuk penerangan hingga internet, solar atau bensin untuk transportasi, hingga lahan perumahan dengan membabat habis hutan. Juga pabrik-pabrik industri yang menjamur tidak lain untuk memproduksi kebutuhan umat manusia. Namun di sisi lain, keseimbangan lingkungan hidup lambat laun juga semakin mengalami krisis. Jumlah hutan sebagai lahan penyerap emisi karbon yang tidak sebanding dengan emisi karbon tambahan yang dihasilkan manusia menyebabkan rusaknya keseimbangan alam. Minimnya lahan penyerap emisi karbon semakin membuat suhu bumi meningkat. Dimana emisi karbon sama halnya dengan emisi gas rumah kaca yang mencegah panas keluar dari atmosfer. Dengan begitu suhu permukaan bumi akan meningkat dan menyebabkan berbagai akibat pada lingkungan hidup. Hal tersebut sangat berdampak pada stabilitas ekonomi dimana produktifitas panen menurun, hasil panen turun dan juga mengakibatkan perubahan iklim yang memicu terjadinya bencana seperti banjir, polusi udara bahkan kekeringan. Juga daerah pesisir yang lambat laun akan tenggelam akibat perubahan iklim yang terus menerus. Kebutuhan manusia juga harus turut menyertakan keseimbangan alam di dalamnya. Karena jika tidak begitu maka dampak dari perubahan suhu bumi akan semakin parah. Akan banyak terjadi musibah bahkan hingga kelaparan yang diakibatkan oleh perubahan iklim dan perubahan suhu bumi.

Oleh karena itu, polemik pemanasan global yang menjadi buah simalakama bagi umat manusia dapat ditemukan jalan tengahnya dengan menumbuhkan rasa kesadaran diri tentang pentingnya keseimbangan alam. Manusia juga harus turut memikirkan masa depan bumi yakni dengan langkah kecil seperti mengurangi emisi karbon, mendaur ulang limbah plastik, melakukan penghijauan kembali, serta menangkap ikan dengan cara yang ramah lingkungan sehingga tidak merusak terumbu karang sebagai penghasil oksigen terbesar. Serta melakukan tindakan dengan menyimpan setiap biji buah yang kita makan lalu menaburkannya pada setiap kita menemukan lahan kosong juga dapat turut membantu menyelamatkan bumi. Pemanasan global bukan hanya dongeng sebelum tidur belaka tapi nyata adanya. Banyak manusia yang masih bersikap acuh terhadap isu pemanasan global yang padahal jika tidak kita sadari hari ini dan tidak melakukan penanggulangan mulai hari ini akan semakin berdampak buruk di kemudian hari. Manusia yang semakin hari semakin kemaruk membuatnya lupa bahwa alam ada lebih dulu ketimbang manusia, sehingga sepatutnya kita lebih menghormatinya. Alam dapat hidup tanpa manusia tapi manusia tidak dapat hidup tanpa alam. Alam akan selalu memberi kecukupan pada manusia, tapi tidak untuk keserakahan manusia.[]

 

 

Biodata Penulis

*) Nur Husna, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Abdurachman Saleh Situbondo

Simalakama Pemanasan Global    Simalakama Pemanasan Global Reviewed by Redaksi on Desember 24, 2022 Rating: 5

Tidak ada komentar