Resensi: Rumah Tanpa Cahaya
Saat Sosok yang
Dibenci Justru Jadi yang Paling Dirindukan
Oleh: Ardhiana Syifa Miftahul Jannah
Cahaya satu-satunya dalam hidup keluarga Jdorkasa telah hilang. Rumah yang ditinggalkan seseorang yang dibenci bukannya menjadi damai, malah jadi makin berisik diisi keributan (Hal 214).
Novel
ini
ditulis oleh penulis muda bernama Len Liu. Novel Rumah Tanpa Cahaya adalah
lanjutan dari novel yang sebelumnya Len Liu buat yang
berjudul Rumah Untuk Alie. Novel ini bercerita tentang seorang gadis bernama Alie Ishala
Samantha yang mendapat perlakuan kasar dari ayahnya dan empat saudara
laki-lakinya. Sedangkan
Novel Rumah Tanpa Cahaya ini berisi tentang keadaan keluarga Jdorkasa setelah Alie
Ishala Samantha pergi meninggalkan rumah. Kepergian Alie membuat keluarga
Jdorkasa menjadi berantakan dan selalu ada keributan di setiap harinya.
Alie
Ishala Samantha adalah anak perempuan bungsu dari keluarga Djorkasa dan memiliki 4 kakak
laki laki yang bernama Sadipta, Rendra, Samuel dan Natta. Alie adalah anak
perempuan dari Abimanyu dan Gianla. Tetapi Gianla sudah meninggal beberapa
tahun yang lalu dan Alie dianggap sebagai pembunuhnya. Setelah kematian bunda Gianla, Alie selalu tersiksa di dalam rumahnya
sendiri, dia di rumah sering
mendapat pukulan dari
ayahnya dan mendapat
perlakuan buruk dari empat saudaranya. Setelah
kematian bunda Gianla
Abimanyu sosok kepala
keluarga Djorkasa pulang kerja selalu dalam
keadaan mabuk.
Keempat saudara Alie dan ayahnya masih
menyimpan perasaan benci yang masih tersimpan rapi di benak mereka dan
membuat keempat saudara ini kerap berperang dengan hati dan pikirannya sendiri. Perlakuan kasar yang
didapat Alie dari Ayahnya dan empat saudaranya membuatnya
pergi meninggalkan rumah tanpa berpamitan kepada siapapun. Alie pergi setelah dipaksa untuk mendonorkan darah untuk kakak sulungnya
Sadipta. Kepergian Alie membuat rumah keluarga Jdorkasa telah kehilangan cahaya
dan
hanya ada kekosongan
serta
pertengkaran di dalam
rumah yang mereka rasakan
setiap hari.
Di
dalam novel ini Abimanyu, Sadipta, Rendra dan Samuel tidak peduli akan
kepergian Alie, tetapi mereka merasakan saat Alie pergi dari rumah keadaan
rumah menjadi sepi seperti tidak ada cahaya lagi di dalam rumah. Rumah beserta isinya beneran redup, kaya beneran
seolah kehilangan setelah Alie sebagai cahayanya yang hilang entah kemana-
Rendra (Hal 216).
Berbeda dengan Natta yang di sini
merasakan penyesalan yang
mendalam karena dulu dia tidak membela Alie
dan dia ikut dalam pengasingan Alie. Tetapi sayangnya Natta di sini telat saat
menyadari bahwa perlakuannya dulu itu salah kepada adik bungsunya itu. Natta
sadar akan kesalahannya setelah Alie pergi meninggalkan rumah.
Semenjak
kepergian Alie, Abimanyu sang ayah menjadi kehilangan arah hidup, yang pulang
ke rumah selalu dalam keadaan mabuk. Sadipta yang diselimuti dengan perasaan
mati rasa dan kemarahan, Rendra yang
diselimuti kemarahan dan tidak nyaman saat melihat rumah tanpa Alie di
dalamnya. Samuel yang diselimuti kebingungan karena selalu menyaksikan
pertengkaran di dalam
rumah dan Nata yang diselimuti rasa bersalah setiap
saat.
Novel
yang bertema tentang keluarga yang terpecah belah ini membuat pembaca
seolah-olah merasakan kesedihan dan tersentuh hatinya saat Natta yang berusaha
mengajak saudaranya dan ayahnya untuk mencari adik perempuannya untuk pulang ke
rumah. Adapun beberapa dialog dalam novel ini membuat pembaca terbawa emosi yang
ada di dalam
tokoh, seperti
pada saat pertengkaran
yang terjadi antara Sadipta dan Natta.
Novel
ini memiliki kisah yang menarik yang mengangkat tema tentang keluarga yang
menyesal saat sosok sebagai cahaya di dalam rumah pergi begitu saja. Novel
ini sendiri memiliki cover yang menarik dengan pemilihan warna yang
tepat dan indah
membuat novel ini enak untuk dipandang, sehingga seseorang yang melihatnya
memiliki rasa ingin membaca dan memilikinya. Di dalam novel ini juga terdapat
gambar wajah tokoh
dan terdapat
ilustrasi yang menarik.
Di
sisi lain novel ini terlalu banyak menggunakan quotes dan kurang banyak
menggunakan dialog antar tokoh. Pada awal membaca novel ini akan mengalami kebingungan
karena belum paham akan konflik dalam cerita novel tersebut. Maka saya
menyarankan jika ingin membaca novel ini bacalah novel Rumah Untuk Alie terlebih
dahulu, karena jika belum membaca novel itu maka saat membaca Novel Rumah Tanpa
Cahaya akan kebingungan dengan alurnya.
Novel ini dapat dibaca oleh semua kalangan dan sangat
cocok jika dibaca bagi orang yang tertarik dengan kisah tentang keluarga yang dihadapkan
dengan penolakan dan rasa sakit. Diharapkan para pembaca untuk dapat mengambil pesan
dari novel ini yaitu harus lebih peka terhadap perasaan saudara kita sendiri
dan jangan sampai kita menyesal setelah seseorang pergi meninggalkan kita.
Novel ini mengingatkan kita tentang pentingnya menjaga hubungan baik dengan
keluarga serta jangan sampai kita membenci anggota keluarga kita sendiri.
Identitas Novel
Judul : Rumah Tanpa Cahaya
Genre :
Fiksi
Penulis : Len Liu
Penerbit : PT. Tekad Media Cakrawala
Tahun Terbit : 2024
Halaman : 262 hlm
ISBN :
978-623-10-1582-2
Harga : Rp. 99.000, 00
Tentang Penulis
Ardhiana Syifa
Miftahul Jannah, seorang mahasiswa yang lahir pada 16 April 2005 di Sragen. Ia
saat ini berusia 20 tahun dan menempuh pendidikan di UIN Raden Mas Said
Surakarta, dengan Program Studi Tadris Bahasa Indonesia. Ia memiliki hobi
membaca buku, baik novel maupun buku motivasi untuk menambah wawasan, serta
suka memasak sebagai sarana untuk mengembangkan kreativitas.
.

Tidak ada komentar