Menakar Arah Juang Mas Rio Bupati Muda 2024
Oleh:
Rara Iz*
Dalam setiap kontestasi politik, terutama pemilihan
kepala daerah, hampir tidak pernah saya membeli tiket pulang ke wilayah
domisili saya, Situbondo.
Ada keengganan yang
luar biasa entah karena saya tumbuh bersama kawan-kawan anti kemapanan, atau
karena tiket pulang yang memang mahal. Namun suatu hari, seorang kawan jauh,
mengunggah sebuah poster berwarna jingga dengan seorang lelaki berpose tangan
mengepal bersilang di dada seakan-akan sedang menangkal kekuatan jahat;
disertai dengan tulisan menggelitik: BUKAN CALEG.
Awalnya saya cuek-cuek
saja, ah, barangkali hanya promosi salah satu aplikasi belanja online. Namun lama kelamaan, wajah
laki-laki berkaus jingga ini seringkali muncul di FYP saya dan feed Instagram rekan-rekan di Situbondo. Lama-lama,
saya jadi penasaran dan meriset cukup banyak tentangnya.
Mas Rio namanya.
Tidak, saya tidak
teringat pada salah satu minuman kemasan. Melainkan pada tokoh Rio di serial
Money Heist versi Korea, seorang hacker yang bergabung dengan sekelompok
perampok bank.
Mas Rio dan Rio yang
diperankan oleh aktor Hyun Woo memiliki tujuan yang sama, yakni Merebut Kekuasaan.
Rio Money Heist merebut kekuasaan atas uang dengan kelihaiannya menjadi hacker,
sementara Mas Rio merebut kekuasaan dengan ikut bergabung dengan kontestasi
politik, bursa calon Bupati Situbondo 2024.
Keikutsertaan Mas Rio
dalam pilkada kali ini, meski saya tertarik dengan jargon serta visual
posternya, tidak serta merta membuat saya membeli tiket pulang untuk memilih.
Ada pertanyaan-pertanyaan yang pada akhirnya muncul dan menjadi bahan diskusi
dengan diri sendiri, tim sukses Mas Rio, serta kawan-kawan lain.
Tiga pertanyaan di bawah ini, barangkali terdengar sangat oportunis. Tapi memang begitulah cara manusia
bertahan hidup. Jika kamu menguntungkanku, maka aku akan memilihmu. Itu wajar
dan memang harus begitu.
Baiklah. Mari kita
masuk ke pertanyaan pertama.
Apa
yang Diperjuangkan Mas Rio untuk Masyarakat Situbondo?
Saat press conference Mas Rio 10 Maret lalu,
ia mengkritisi sistem kepemimpinan top-down
yang selama ini dilakukan pemimpin di Kabupaten Situbondo. Untuk itu ia
berharap pola kepemimpinannya kelak mampu mewujudkan Situbondo yang lebih
‘mendengar’, serta memberi ruang partisipasi yang cukup bagi masyarakat.
Jargon Patennang! yang diusung Mas Rio dapat
diartikan menjadi banyak hal. Saya sempat membayangkan Mas Rio seperti juru selamat
yang akan menanggung luka-luka umatnya, namun saya meralat itu sebab segala hal
yang dilakukan Mas Rio masih manusiawi. Tim suksesnya juga tidak menjulukinya
dengan berlebihan.
Semua yang dilakukan
Mas Rio dan tim rasanya masih bisa dijangkau manusia. Setidaknya, mbak-mbak
percetakan tempat Mas Rio dan tim mencetak banner
tidak perlu ngempet ngguyu membaca
jargon ‘Mas Rio, Mas-Mas Infrastruktur Daerah’.
Patennang!
di
bayangan saya, pada akhirnya, seperti sebuah ajakan serupa seruan ‘ayo gosok
gigi’; manusiawi, dibutuhkan rakyat Situbondo agar tidak sakit, serta tidak
hanya sebuah seruan asal, namun memiliki langkah-langkah atau cara yang
sistematis dan tepat.
Saat melihat poster press conferencenya, ada dua nama yang
tak asing bagi saya. Bella, yang merupakan juru bicara tim Mas Rio adalah
seorang aktivis perempuan yang cukup progresif.
Menempatkan aktivis
perempuan dalam posisi sentral tim pemenangan adalah metode yang cukup ampuh
untuk merajuk hati saya (aduh, mengapa saya jadi tokoh penting dalam tulisan
ini ,ya).
Keterlibatan perempuan
merupakan isu penting yang patut mendapat perhatian karena masih minimnya
dukungan lingkungan masyarakat bagi perempuan untuk masuk ke ranah politik.
Adanya tokoh perempuan di kubu Mas Rio membuktikan bahwa setidaknya, Mas Rio
memiliki kesadaran atas kesetaraan.
Semoga, keberadaan
Bella bukan hanya menjadi ‘alat politik’ pendulang suara pemilih perempuan,
namun juga menjadi sumbangsih pikir dan turut menjadi inti dari arah juang
politik Mas Rio.
Dunia literasi dan
akademisi terwakilkan oleh tokoh yang digandeng Mas Rio berikutnya, Mas Lutfi,
begitu saya memanggilnya. Mas Lutfi yang juga berkontribusi pada berdirinya web
ini, memiliki daya tarik tersendiri untuk pemilih Mas Rio. Setidaknya bagi
saya.
Saya tidak ingin
mengglorifikasi Mas Rio yang kemarin mengunggah video pergi ke toko buku, sebab
membaca memang harus dilakukan setiap mereka yang hidup, bukan?
Namun, yang patut saya
apresiasi dan saya perhitungkan sebagai alasan saya untuk membeli tiket pulang
saat pilkada nanti adalah bagaimana Mas Rio membumikan literasi dan untuk
pertama kalinya membuat aktivitas membaca, menulis, dan berdiskusi menjadi
sebuah hal yang ‘biasa’ dilakukan.
Kesadaran literasi ini
penting, sebab bermula dari sanalah kemampuan seorang pemimpin untuk
menyelesaikan segala permasalahan masyarakatnya. Bukankah mendengar juga bagian
dari aktivitas literasi?
Mas Rio dan Situbondo yang
Begini-Begini Saja
Jujur, saya merasa muak
dengan jargon perubahan. Maksud saya, jika kamu menggunakan diksi perubahan,
maka berubahlah. Jangan hanya menempelkan diksi kosong yang tanpa arti. Apa
yang diubah jika masyarakat masih tidak mendapat kebermanfaatan? Jangan hanya
melakukan treadmill hedonis; bekerja
keras untuk mengubah situasi yang sebenarnya tidak juga berbeda.
Saya melihat gaya
kampanye Mas Rio sebagai sesuatu yang segar, membumi, dan solutif, meski masih
menggunakan gaya bagi-bagi sembako (soal ini saya sebenarnya sangat gak sepakat
haha). Tapi, jujur di benak saya muncul rasa optimis bahwa kali ini perubahan
yang ditampilkan adalah mulai dari akal pikiran, hingga tindak-tanduk
politisnya.
Mas Rio, jika anda
membaca tulisan saya, pekerjaan rumah terbesar anda bukan pada jalan-jalan desa
yang rusak. Namun, bagaimana cara anda untuk menarik minat saya dan teman-teman
perantau lain untuk pulang ke Situbondo dan tak mau pergi lagi. Bukan karena
dipaksa menikah dengan pemuda desa, namun karena telah terpenuhinya lapangan
pekerjaan yang layak serta ekosistem pekerja yang nyaman di Situbondo.
Mengutip sajak Aan
Mansyur, Aku ingin pulang ke dapur ibuku,
melihatnya sepanjang hari tidak bicara.
Sajak itu akan terlihat
indah jika kami tidak pulang dalam keadaan menganggur, Mas Rio.
Jujur saja, jika telah
pulang, kami tentu akan menyumbang banyak hal untuk Kabupaten Situbondo,
sehingga harapan-harapan perubahan tidak hanya menjadi sekadar obrolan utopis.
Mas
Rio dan Aksi Melawan Ageisme
Meskipun berada jauh
dari kampung halaman, saya sedikit demi sedikit juga berselancar ke grup-grup
facebook yang berisi orang-orang yang membicarakan politik, termasuk persaingan
personal tokoh tokohnya.
Narasi yang kerapkali
dilontarkan oleh orang-orang di sana adalah soal usia. Mas Rio dianggap tidak
berpengalaman karena usia yang masih muda serta dirinya yang dianggap ‘tidak
pernah bersentuhan’ dengan masyarakat Situbondo namun tiba-tiba mencalonkan
diri menjadi kepala daerah.
Saya cukup jengah
dengan pembahasan soal usia. Sebagai pembaca Butler, saya ingin menggarisbawahi
bahwa ageisme setara dengan rasisme. Ada tiga komponen ageisme menurut Butler.
Komponen tersebut dapat berupa prasangka terhadap kelompok umur tententu,
praktik diskriminasi, serta stereotip atas kelompok umur tertentu yang
dilakukan oleh lembaga dan kebijakan secara terus menerus. Padahal, menjadi
pemimpin, salah satunya adalah harus dan wajib adil sejak dalam pikiran.
Keputusan Mas Rio untuk
menggunakan kalimat ‘Bupati Muda Situbondo 2024’ menegaskan bahwa ia dan timnya
tidak gentar menghadapi serangan ageisme yang santer ditujukan padanya. Ia
malah menegaskan diri bahwa ‘Ya Memang, aku muda dan berbahaya. Memang
kenapa?’.
Pertanyaan kedua.
Bagaimana
Masyarakat Mengawasi dan Mengevaluasi Kinerjanya?
Jawabannya hanya satu:
rajin ikut live tiktok dan instagramnya. Mas Rio rajin melakukan siaran
langsung dan menyapa followers nya.
Tidak jarang Mas Rio mengomentari langsung saran-saran yang dilontarkan
penonton siaran langsungnya.
Harapan saya, ketika
kelak tampuk kepemimpinan telah dibebankan kepadanya, Mas Rio tidak merekrut
admin untuk live tiktok, sehingga tetap terlihat bedanya, antara Mas Rio dan
aplikasi belanja online yang juga rajin live setiap hari dengan admin yang
berbeda beda.
Munculnya Mas Rio yang
secara organik itu, menggugurkan kekhawatiran saya bahwa ia akan menjadi boneka
partai politik. Meski pada akhirnya, setelah kekuatan organik itu sudah settle,
beberapa partai politik kabarnya mengajaknya ‘jalan bareng’. Semoga sih, partai-partai
pengusungnya nanti, desain logonya bisa ‘kawin’ dengan kesederhanaan jingga Mas
Rio. Tim desain Mas Rio pasti sangat gembira dalam bekerja.
Kalau sudah begitu, saya
rasa Mas Rio siap bekerja sama dengan masyarakat Situbondo untuk membawa
Situbondo menjadi tidak begini-begini saja.
Template Pemimpin Saat Menerima Kritikan
Terkadang saya masih
berpikiran positif bahwa setiap respon buruk pemimpin atas sebuah evaluasi atau
kritik masyarakatnya, adalah murni kesalahan admin. Mungkin, sudah ada template
resmi yang harus dipatuhi, sebab polanya sama, jenisnya sama.
Saya merangkum beberapa
di antaranya.
a.
Penyangkalan.
Sebuah
kritikan biasanya akan disangkal terlebih dahulu. Mereka mengingkari kenyataan
bahwa mereka bermasalah. Mereka lupa bahwa penyangkalan berujung pada
kekonsistenan menipu serta kebohongan-kebohongan yang berlanjut dan bertingkat.
Buat apa, sih, berbohong pada rakyat? Menyangkal hal-hal yang berbasis
pengalaman rakyat merupakan sebuah kebodohan.
b.
Mentalitas Korban
Jangan
salah, pemimpin yang buruk seringkali justru merasa dirinya adalah korban dari
sistem yang tidak bisa ia ubah. Mereka memilih untuk meyakini bahwa tidak ada
yang dapat mereka lakukan untuk menyelesaikan permasalahan, bahkan ketika
faktanya mereka mampu. Mereka memilih tidak ingin menyadari bahwa mereka mampu
mengubah situasi. Mereka asyik menyalahkan faktor luar, seperti misalnya, COVID
19, atas ketidak mampuan mereka memperbaiki jalan raya tepat waktu sesuai janji
politisnya (haduh!). Ini misalnya, lho!
Mark Manson berkata,
masalah tidak pernah berhenti; mereka hanya datang silih berganti dan atau
meningkat. Sementara itu, Kebahagiaan datang dari keberhasilan untuk memecahkan
masalah.
Kritikan dan ketidak
puasan akan selalu muncul. Namun, bagaimana cara seorang pemimpin menghadapinyalah
yang membedakan kualitas diri mereka.
Undangan
Bagi KPK, Sehari Setelah Menjabat
“Hari ini dilantik,
Besok saya undang KPK. Saya undang juga kemudian Ombudsman,”.
Meskipun nggak mungkin
juga KPK menerima undangan dadakan sebab jadwal turnya penuh, tapi mari kita
beri apresiasi atas keberanian dan komitmen Mas Rio. Namun, Mas, yang saya
pertanyakan, bagaimana mengisi kosongnya kursi-kursi pemerintahan daerah jika
tur album KPK bertajuk ‘sapu bersih’ dilaksanakan?
Dan menurut saya sih,
nggak adil, ya, karena yang diperiksa, harus yang sudah meninggalkan jejak,
dong, bukan yang baru menjabat. Ups.
Baik. Ini pertanyaan
terakhir.
Apa
Manfaat yang Saya Peroleh ketika Memilih Mas Rio?
Pada akhirnya, setiap
bakal calon pemimpin daerah nanti, akan punya segala macam visi dan misi yang
entah adalah sekadar janji politis atau memang benar-benar akan dilaksanakan
sebagai komitmen pada diri sendiri bahwa segala bentuk jabatan adalah amanah.
Dengan segala
pengalaman, prestasi, serta keunggulan Mas Rio sih, saya cukup optimis untuk
meluangkan waktu saya saat hari pencoblosan untuk memilihnya. Teman-teman yang
tergabung dalam Mara Marda Institute, sebuah platform pelatihan wirausaha yang
didirikan Mas Rio yang ditujukan untuk teman-teman muda di seluruh daerah
Situbondo telah mendapatkan manfaatnya.
Sekarang, tantangan Mas
Rio adalah meyakinkan calon-calon pemilihnya yang beraneka rupa latar belakang
ini, untuk setidaknya meyakini salah satu dari visi dan misinya akan menjangkau
sisi paling oportunis dalam diri mereka.
Penderitaan setiap
orang berbeda rupa. Mereka satu persatu tentu ingin keluar dari penderitaan
itu. Mas Rio harus mengelaborasi penderitaan-penderitaan tersebut agar setiap
orang merasa terwakili oleh Mas Rio. Ketidakpuasan pasti ada. Namun ingat,
sifatnya algoritmik, bisa diutak-atik, bisa diusahakan.
Kepercayaan bukan hal
instan yang tiba-tiba terjadi dan muncul, kecuali yang sifatnya fanatisme. Ia
dipupuk dari hal-hal sederhana. Membuat satu keluarga miskin bisa makan tiap
hari. Itu saja. Anda tentu tidak berpikir bahwa saya akan
memberikan kepercayaan saya dengan hanya melihat billboard berisi penghargaan-penghargaan selebrasi itu, ‘kan?
___
*)
Emak-emak progresif yang belum pernah ditraktir bakso oleh Mas Rio.
Editor:
Hans.
Tidak ada komentar