Puisi : Enigma dan Puisi Lainnya Karya Aji Sucipto



Enigma

Kau tak pernah takut kehilanganku
Sebab, kau tahu
Aku tak akan meninggalkanmu

Aku tak pernah takut kehilanganmu
Sebab, aku telah persiapkan
Segalanya, jika pun kau meninggalkanku


Sepasang Sayap

Sepasang sayap merpati dicipta dari kesedihanmu
Saat kau menyaksikan seorang lelaki di depan
Penghulu itu sempat melucuti pakaianmu

“Harusnya, ali-ali itu
Melingkar di jariku,” katamu

Harusnya tak ada apa pun
Yang tinggal saat kau memilih
Terbang dengan sayap itu dan bermimpi
Seakan kau adalah Ikarus

Tapi, siapa yang tak tahu dengan nasib
Ikarus yang mesti mati, seperti
Harap harapmu kini



Pertanyaan

Apakah bahagia bisa dijumpai
Seorang anak kecil yang sedang mendengar
Cicit burung gereja?

Sedang demi nasib baik kami
Seseorang merelakan tubuhnya
Disalibkan.

Apakah kesedihan bisa dirasakan
Tuan Droogstoppel yang terhormat,
Si Makelar Kopi?

Sedang segala puja puji selalu
Diberikan pada seseorang
Yang tubuhnya disalibkan.

Apakah cintaku bisa tertangkap
Bening kedua matamu?

Sedang segala aku adalah
Tiang salib itu
Sendiri.



Aku Akan Pergi

Aku akan pergi,
Kau berdiri di batas kampung
Untuk tak mengenangku

Di depan sana masa depan
Adalah belantara yang tak kau tinggali
Dan aku mesti menempuhnya
Untuk tak menemukanmu

Ketika padang rumput telah kulewati
Aku memasuki hutan ingatan
Kayu kayu tinggi menjulang kokoh
Seperti benteng yang dibangun menutup dirimu:
Dewi yang pernah tertidur di pelukku
Dan kini buta mencari cari pelukan lain

Aku mengasah kapak meski harapan tak tampak:
Menebang seribu pohon dan,
Berharap matahari jatuh

Adalah aku, doa itu, tetap tak bisa diterbangkan
Amin bocah kelaparan untuk mengetuk pintu langit
Tempat Tuhan berdiam dan kau tak padam



Reinkarnasi ke 13

Dunia membentang di bawah
Kakiku, gerimis jatuh seperti langkah
Dan jejak ini mungkin
Terhapus seperti jati diri

Aku mencari diriku
Di tengah rimba gedung gedung
Di hancurkan
Nyanyian kelasi yang terdampar

Terpapar gatal, dan kelaparan
Terpapar ketakutan akan kematian
Tapi tubuh mana mesti kutinggali
Lahan mana tanahnya mesti kugali?

Aku mencari diriku yang bosan
Menempuh berbagai kelahiran
Di antara peperangan

Aku menemukan diriku berada
Di antara sekawanan orang yang bangga
Dengan yang disematkan pada baju zirahnya

Yang bangga dengan serentetan peristiwa
Yang merenggut nyawa sesamanya
: manusia!



L

Tubuh pedihmu, tubuh pedihmu mengantar perjalanan baru
Menujum masa depan sebuah kisah paling sedih
Paling basah bagi tubuh yang ringkih

Kau sediakan bagiku dua puting tegak
Aku mendakinya memukimkan dua kecupan
Kerinduan bocah pada rahim ibunya yang gelap

Sengatan kepekatan, hujaman tajam
Sekuntum bunga dan wanginya kuziarahi
Harum selaputmu koyak moyak oleh gelombangku

Membuncah, menyala api gairah
Kutanam benih bayi bayi yang memilih mati
Serdadu maut paling abadi

Sebab hidup tak memberi asa apapun
Tak ada yang lebih menyedihkan selain tinggal di
Dunia cantik kejamnya: homo homini lupus!

Kematianku adalah kehidupan milikmu
Kematianmu adalah gerbang bagi segala yang fana

Rambutmu menutup jenjang jalan udara
Jalan bagi semua yang kehilangan suara
Rambutku kini, gelombang ombak pengoyak

Kau cium apak itu, kau rapikan hitam itu
Kau ikat.Kuikatkau hari ini
Hanya hari ini. Kau tumbuh dalam aku
Dalam tubuhku. Sedang esok kau mati
Juga dalam aku, dalam gelombang rambutku
Dalam apak itu, hitam itu: pengikatmu


Biodata Penulis

Aji Sucipto lahir di Pandeglang 30 Desember pas Soeharto masih Presiden. Mahasiswa sastra Indonesia di salah satu universitas kurang terkenal di Tangerang Selatan, dan sedang merintis Komunitas Cawan Kosong bersama kawan-kawannya.
Puisi : Enigma dan Puisi Lainnya Karya Aji Sucipto Puisi : Enigma dan Puisi Lainnya Karya Aji Sucipto Reviewed by Redaksi on November 18, 2018 Rating: 5

1 komentar