Puisi: Kampung Halaman

 


Puisi

MH. Dzulkarnain*

 

Celoteh Anak Petani

 

aku anak seorang petani

gemar mereka-reka terik matahari

sawah, palung kolam, pohonan jati

dan sungai berdinding semak-semak duri

adalah cikal-bakal kaum petani

 

jemari-jemari kami enggan sugkar dari bersih

buat apa bersih, jika bersih pun tak tentu suci

tubuh kami telah dan selamanya akan bersih;

bersih dari jepretan wartawan

bersih dari sketsa dasi-dasi kedustaan

bersih dari lumut peradaban

juga bersih dari kesucian para tuan-tuan

 

di bumi ini, tanah yang “gemah ripa loh jenawih”

ilmu pun kami curi dari kawanan padi

dengan makna serat sabda nabi

dan cericit burung-burung pipit

mewakili rintih kami pada Sang Ilahi

 

Annuqayah Mata Pena, 2021

 

 

 

 

Satu Hari Lamanya

 

Tuhan...

Satu hari lamanya hamba berpuasa

Maka izinkanlah hamba berpuisi tuk berbuka

 

 Annuqayah Mata Pena, 2021

 

 

 

Di Tubuh Sajadah

 

Zikir-zikir tumpah

Di tubuh sajadah

Merayu Tuhan yang

Masih gundah dengan hambanya

Do’a-do’a merayap dari dinding ke jendela

Dari jendala ke plafon rumah

Dan di sanalah ia bertemu dan bertamu

Pada seorang kekasih yang sedang menyeduh rindu

 

Annuqayah Mata Pena, 2021

 

 

 

 

 

 

Ibu

 

Begitu banyak penyiar dan penyair

Membangun rumah dengan kerikil-keriki zikir

Tempatmu ibu...

Mencuci cangkir hidupku yang fakir

 

Annuqayah Mata Pena, 2021

 

 

 

 

Ayah

 

Pada tulang bajamu

Kami berteduh utuh

Pada saku dadamu

Kami hidup layaknya benalu

 

Annuqayah Mata Pena, 2021

 

 

 

 

Lembaran Waktu

 

Lembaran waktu terus terbuka

Burung-burung hinggap di pundak rumah

Meratapi jejak subuh merangkul do’a

Becericit menyambut rona bagaskara

 

Aku masih berada di tepi gubuk mati

Menjemput segala yang surga pada lekuk tubuhnya

 

Aku pun terbangun dari ranjang Tuhan

Dengan serpihan angan menempel di tembok ruang

Cericit para burung masih tetap bersenadung

Memberi kabar, bahwa waktu telah membawanya pudar

 

Ternyata, di gubuk mati itu

Seorang perempuan

Yang selama ini menjadi penghuni detak waktuku

 

Annuqayah Mata Pena, 2021

 

 

 

 

Mata Air dan Air Mata Tanah Air Kami

 

Mata air tanah air kami

Mengalir dari sungai ke pinggir sawah

Dari muara ke palung samudra

Kita dapat melihat

Padi-padi merunduk menguning

Pada petani yang sedang duduk mengusap kening

Kita juga dapat melihat

Ikan-ikan lokan berlomba-lomba mendo’akan

Para nelayan yang sibuk memeluk angin dan angan

 

Sedangkan...

Air mata tanah air kami

Tersia-sia tumpah di pundak peradaban buana

Membasahi sajadah yang luas terbentang di dada

Menjelma hujan obituari di sudut koran atau di pojok majalah 

Tangisan anak-anak, suara demontrasi pelajar menggema

Hingga celoteh-celoteh terngengeh para kaum lansia

Menampar wajahnya sendiri hingga mereka tak menyadari

Bahwa saudara sedarah sendirinya yang mengotori bumi ini

 

Aku seorang kawi hanya bisa meratapi alam buana ini

Ketika sunyi dan sepi bersetubuh di ranjang mimpi

 

Annuqayah Mata Pena, 2021

 

 

 

 

Sekilas Cerita

 

Aku hanya seorang kawi muda

Tiap hari meluangkan waktu bersama sisa kata

Dari IG, FB dan WA

Dan mereka pun setia membiarkan pintunya terbuka  

Demi kata dan waktuku  yang tersisa

 

Annuqayah Mata Pena, 2021

 

 

 

 

Kampung Halaman

 

Tuhan...

Perkenankanlah hamba pulang

Untuk liburan dan lebaran

Di kening dan bibirnya

Kampung halaman yang tak pernah hamba singgah

 

Annuqayah Mata Pena, 2021

 

 

 

Di Bibirmu #1

:Neng

 

Di bibirmu

Aku tersimpu malu

Mengeram dalam ucapan

Mendekap dalam kenangan

Jika Tuhan mempertemukan

Adam dan Hawa di baitul rahman

Maka Tuhan pula mempertemukan

Kau dan aku di baitul kalam

Tempat puisi kita bersemayang

 

Di bibirmu

Para malaikat

Tertidur lelap

Seakan-akan dosa tak pernah kau dekap

Jika ashabul kafi dan anjing nya

Tiga ratus tahun tidur lama nya

Demi mengelabui mereka

Maka satu detik merupakan

Awal bagi mu meracik kata yang sempat luka

Demi menyimpul kisah pisah kita

 

Annuqayah Mata Pena, 2021

 

 

 

 

Di Bibirmu #2

:Neng

 

Di bibirmu

Para penyair berzikir

Melumat nikmat Tuhan yang sempat hangat

Dan memeluk tubuh yang tabah

Dengan secerca do’a terucap indah

Kata-kata mengelus kendang telinga

Memberi kabar tentang pagi

Yang tak menyapah lagi pada seoarang kekasih

 

Di bibirmu

Aku melihat semacam peristiwa

Seorang perempuan yang gelebah

Dan seorang laki-laki yang menyimpan rahasia

Mereka berdua sama-sama punya rasa

Tapi tabir waktu terus menyelimutinya

Akankah mereka kembali bersua

Menyambung cerita Qois dan Laila

Atau mungkin mereka ingin membuat sejarah

Tentang ‘Asmara Kisah Pisah’ 

 

Annuqayah Mata Pena, 2021

 

 

 

*) MH. Dzulkarnain nama pena dari Noer Moch Yoga Z. Pemuda kelahiran Sumenep, 16-06-2003. Alamat rumah Desa Gunung kembar Kec. Manding Kab. Sumenep, Santri PP. Annuqayah Daerah Lubangsa , Siswa kelas akhir MA 1 Annuqayah, Aktif di Organisasi Daerah ‘IKSAPUTRA’ (Ikatan Santri Pantai Utara), dan salah satu Masyarakat  ‘Majelis Sastra Mata Pena’. Buku Antologi bersamanya: Menjadi Sajak dan Jarak (2020); Ajher (2020); Antologi DNP 11 KHATuLISTIWA (2021). Dan pernah dimuat di koran Jawa Pos Radar Madura (JPRM); Majalah Sidogiri (Sya’ban1442).

Puisi: Kampung Halaman Puisi: Kampung Halaman Reviewed by Redaksi on September 19, 2021 Rating: 5

Tidak ada komentar