Puisi - Aku Ingin Menajadi Kalimat di Doamu


PUISI-PUISI RUDI SANTOSO

TERPASUNG OLEH KENANGAN
Apakah kau mendengar apa yang dikatakan hatiku
Dedaunan yang jatuh
Jatuh mengering
Lalu terbakar

Apakah kau mengerti dengan yang kurasakan
Diam dalam gelisah
Gelisah tanpa kata
Kata-kata hilang diantara paras cantikmu

Apakah kau mengerti dengan sunyi hatiku
Membenci keadaan
Keadaan yang memasungku dengan luka
Sunyi itu luka
Sunyi itu siksa
Menyiksa batin
Dengan air mata
Dengan gundah gulana

Apakah kau mengerti bahwa mencintaimu adalah luka dan bahagia
Luka tanpa kabar rindumu
Luka saat kau memalingkan wajah
Bahagia kala kau mengucapkan
“Denganmu aku ingin bersama
Bahkan dengan luka dan air mata sekalipun”
Bahagia dikala kau juga mencintaiku
Mencintai tanpa memaksa
Karena memaksa akan menyiksa
Jogja, 2018

WAKTU TELAH MENUTUP USIA MENYISAKAN BASAH KENANGAN
Aku telah kehilangan waktu bersamamu
Angin-angin kota telah asing, malamnya semakin sayu untuk dilukis
Lukisan-lukisan kita tentang kota telah usang
Rindu telah bergelombang pada sudut-sudut sunyi
Menghadapi kenyataan terlalu aneh dan keras
Berbeda dengan pikiran yang hilir mudik bergantian

Aku merantau pada puisi-puisiku
Mencari aroma tubuhmu yang bergemuruh pada setiap musim
Musim hujan gelombang laut semakin menakutkan para nelayan
Aku takut hujan ikut bermusim di wajahmu

Musim panas di lorong-lorong kota
Banyak orang memegang perutnya (kelaparan)
Sambil meraung kesakitan
Tidur di pingir jalan tidak punya tempat tinggal
Banyak orang tua dan anaknya menjadi pengemis dari lampu merah ke pertigaan lainnya
Aku takut kau terjebak dalam keangkuhan
Berwajah sinis tanpa belas kasih
Ketahuilah di dunia tidak ada yang abadi

Semoga kau berbaik hati kepada mereka
Kepadaku, semoga kau masih merindu
Seperti yang kualami sekarang
Jogja, 2018

RISALAH CINTA
Kuingin kembali berlabuh pada matamu
Bercerita tentang lukisan purba di kamarku
Kuingin kembali melukis indah pantai
Bersama tangis air mata rindumu
Dengan isyarat ombak
Kala pasir malu-malu mengintip percakapan hati kita
Pada musim kemarau atau bahkan pada musim hujan
Kuingin bacakan puisiku tentangmu
Agar kau datang kembali kepadaku dengan rindumu

Dalam doaku
Semoga Engkau masih ingin kembali memelukku
Kemudian kita bermimpi lagi, esok
Di tanganmu ada cincinku
Dan ditanganku ada cincinmu
Jogja, 2018

CINTA SUCI
Aku mencintamu dengan hati yang bersih
Terjauh dari bara nafsu dan pikiran yang aneh
Bukalah pintu hatimu, aku ingin berlabuh

Aku mencintaimu dengan doa-doa
Tunduk kepada Tuhan

Sebelumnya cinta telah memenuhi nafsuku
Membinasakan segala yang dipunya oleh sang kekasih
Bahkan sepi dan sunyi sering dicipta bersama

Mencintai bukan tentang persoalan merengkuh madu
Untuk memilikimu atas semua atas perjalanan yang sudah lelah disandiwarakan
Jogja, 2018

DI HATIMU LEBIH MENAKUTKAN
Pada puisiku ada kesakitan, ketika membayangkan wajahmu dengan segenap keyakinan bahwa “aku adalah penghapus segala kegundahan yang kau rasakan dalam kesendirian”
Gelombang selalu ditakuti para nelayan yang ingin berlayar
Di hatimu aku lebih takut darinya, disana aku menemukan hal yang menakutkan melebihi dari gelombang laut itu, yaitu keegoisanmu yang masih belum menerima cintaku yang seutuhnya karena kekurangan yang kumiliki
Andaikan cinta dan rinduku hanya atas dasar nafsu
Maka jauh hari aku telah mencari pelabuhan lain
Jogja, 2018

MENCINTAIMU
Aku telah melaksanakan perjalanan dengan banyak kejadi yanga aneh
Batu menjadi angin
Angin menjadi bumi
Bumi menjadi laut
Jika bukan karena ingin memilikimu dalam mahligai-mahligai surga
Dan memetik bungan di sudut jantungmu
Telah kututup lembaran air mata
Yang sudah tidak terhitung berapa banyak halaman yang buat
Mencintamu karena aku berani pada sunyi dan sepi
Dan aku mengerti untuk memiliki aku harus bertarung dengan kesedihan
Jogja, 2018

KIDUNG CINTA
Di ujung matamu kulukis mimpi
Yang disandingkan pada lagu pagi
Di jendela senyummu
Kisah embun selalu menarik untuk nikmati
Menejemahkan cita dan cinta
Dengan lagu-lagu pagi
Dan nuansa cinta dan kengen
Mari kita berdansa bersama
Sekali sambil dengan kecup mesra
Jogja, 2018

AKU INGIN MENAJADI KALIMAT DI DALAM DOAMU
Aku ingin menjadi kalimat di dalam doamu
Seperti Tuhan di bait pertama
Seperti Nabi di bait ke dua
Seperti bapak-ibumu di bait ke tiga

Aku ingin menjadi kalimat di dalam doamu
Yang ingin disemogakan
Seperti hidupmu yang ingin terselematkan

Aku ingin menjadi kalimat di dalam doamu
Menjadi harapan yang tidak pernah diputusasakan
Dengan bermacam kegundahan yang dirasakan

Aku ingin menjadi kelimat di dalam doamu
Yang selalu diminta kepada Tuhan
Untuk mendapatkan kebahagian

Sekalipun berada di kalimat terakhir
Aku ingin menjadi kelimat di dalam doamu
Sebab doa bukan tentang awal dan akhir
Jogja, 2017

Biodata Penulis

Rudi Santoso, lahir di Sumenep Madura. Mahasiswa Sosiologi UIN Sunan Kalijaga. Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora. Beberapa puisinya termaktub dalam Sajak Kita(GemaMedia2015), Secangkir Kopi (2014), dan Surat untuk Kawanan Berdasi (2016), antologi cerpen muda Indonesia (Gema Media 2015), dan beberapa puisinya telah terbit diberbagai media cetak lokal dan nasional. Buku puisi tunggalnya “Kecamuk Kota”.

Puisi - Aku Ingin Menajadi Kalimat di Doamu Puisi - Aku Ingin Menajadi Kalimat di Doamu Reviewed by takanta on Maret 25, 2018 Rating: 5

1 komentar