Puisi Sya’ban



Taman Kota

Di sebuah taman kota berlampu pendar
kita duduk menunggu pada sebuah bangku yang tersihir udara.

Malam beku terkikis,
memeram sepotong rembulan di rahimnya.

Kota dengan musim dingin yang riang ini
membingkai senyummu seabadi surga.
Lalu, adakah keluh cemas yang tak terhapus oleh embunnya?

Kota ini adalah kota penabur rindu
pada pucuk-pucuk cemara,
pada setiap ingatan seorang pengembara.


Malam Hujan

Malam hujan  adalah cucuran rindu penghibur
begitu mendamaikan.
Ceritanya tentang kerajaan awan     
selalu dinantikan,
seperti kesegaran kesadaran.
           
Hujan selesai.
Dewa-dewa pun akan turun dari langit.
Memarkir diri di depan pintu
untuk kejadian-kejadian.

Memuji doa-doa yang melintang di langit
berisi rindu tujuh samudra
kepada sembilan puluh sembilan keagungan.

Dalam dada
gemuruh didamaikan.
Bintang dan bulan berpelukan.


Siasat

Apa siasat untuk jarak ini
sujud dengan sajadah berdebu
atau kembali ke rimba untuk berburu? 

Suatu saat i’tidal yang menunjuk langit
akan menjadi mercusuar
mengintai kapal-kapal yang mendekati pelabuhan.

Aku justru kehilangan tangga mendaki.
Kemanakah kan kucari?


Kereta    
                                                                       
Kutenggelamkan bibir hitam ke dalam secangkir kopi sepi,
agar malam-malam pekat menjadi khidmat.
Dan dengannya,
aku bisa mengembara mencari ujung.
Dalam rel-rel.
Dalam gerbong-gerbong.

Sebab,
adalah kereta yang menyuling lara.
Adalah kereta yang memangku rasa.
Menjadi temali gaib
mengepulkan tarian siul-siul liar.


Halte

Halte menggenggam malam
Kuyup dengan gigil
Jangan mengadu, katamu
Sambil tersedan.
Sebab apa
Engkau ingin berlama-lama
Bukankah memang
malam adalah milik siang?


Waktu

Bila waktu adalah pedang,
maka engkau adalah tuan.
Berperanglah!
Lalu, siapakah musuhmu?
Urat leher kebodohan adalah musuh. Tebaslah!
Nadi keakuan adalah musuh. Sayatlah!
Jantung kebaidaban adalah musuh. Tikamlah!
Bunuhlah semua padamu.
Kuburkan keburukan pada tanah kebajikan.


Sya’ban

Bundar bulan di langit bersisik;
titik putih di gelap bulu merpati.
Dengar, kawan, jerit dan bisik;
bisik sedih, harap buru, seorang penanti.
....
Nihsfu Sya’ban mari yasinan, doa,
lalu, makan-makan.
Piring kotor gampang dicuci.
Batin kotor cuci di mana?
...
Sampah kota maupun desa, bukan bangkai hewan segara.
Salah dosa adalah millik saya.
Maaf saudara tulus kupinta.



Biodata Penyair

SAIFIR ROHMAN.  Lahir pada 06 April 1997 di Situbondo. Perokok ringan. Kadang ngopi, kadang iseng berpuisi. Empat tahun nyantri di Tarbiyatul Mu’allimin al-Islamiyah Al-Amien Prenduan Sumenep Madura (2012-2016). Sekarang tinggal di Sukorejo.
Kontak: 082297580645. IG/Twitter: @ayifsaifirrohman/@saifirrohman.



Puisi Sya’ban Puisi Sya’ban Reviewed by takanta on Mei 13, 2018 Rating: 5

Tidak ada komentar