Di Bangku Daun dan Puisi Lainnya Karya Muhammad Lutfi



Puisi-Pusi Muhammad Lutfi

Emansipasi Waktu

Dibalik tirai yang mengancam kemelut hari esok
Fajar tetap berotasi menghiasi bumi
Dengan sawah, hutan, dan samudra.
Ikan-ikan menjadi tembok kokoh di pagar Nusantara
Dengan bumbu masak yang menyemaikan bau bawang
Ada sosok wanita yang menjadi ibu, menjadi istri, dan menjadi pekerja
Buku menjadi sahabat karib di rongga waktu dapur dan sofa
Tetapi perjuangan sebagai seorang anak manusia
Seorang wanita, seorang mahluk Tuhan
Tetap berlanjut menuju keadilan bersama cita-cita luhur
Dalam kehidupan berbangsa, masyarakat, dan bernegara.

Kita melihat seorang pemimpin, seorang guru, dan dewi kasih
Dari sosok wanita yang lembut, gemulai untaian perkataan tubuh.
Dan selalu membuat lelaki tertegun sejenak, terkagum-kagum tanpa batas.

Surakarta, 29 April 2017


Rumah

Di balik daun pintu yang melebar
Beribu anak-anak memasuki satu masa
Mereka duduk di antara televisi dan radio,
Atau bahkan layar udara yang berkibar.

Ada kertas-kertas penuh coretan jari yang kacau
Penuh tanda tanya kami semua bertanya padamu,
Itulah mengapa kami semua ada di sini,

Kami terjebak pada rumus-rumus purba,
Terpaku pada kata-kata asing
Yang membuat pusing tak mengenal waktu
Dan kami selalu bertanya padamu,
Apakah arti jawaban semua ini?

Dan anda hanya berkata lirih.
“Belajarlah dan mengukir sejarah.”

Surakarta, 7 Mei 2017





Di Bangku Daun

Untuk Sayangku Dahulu,

Bulan yang berdarah
Tersibak-sibak oleh kelepak dingin,
Suara angin bersiul di atap rumah-rumah,
Menghempas beton dan tanah rapuh
Yang jatuh di bulu merah muda
Warna gincumu saat muda,
Menarikku pada lembaran-lembaran berharga
Di waktu aku mengayunkan tanganku di antara bibir dan hidungmu
Membelai setiap hasrat pada rambutmu yang tergerai
Berombak dan anggun.
Dan kini, aku mengayunkan kembali lentik jari manisku di antara bibirmu
Dan menarik lengan hingga tak ada sekat di antara udara yang hampa
Tak akan lagi berlinang air mata, dan sepi mengendarai kita
Karena di antara musim semi ini, di bawah pohon angsana yang mekar ini,
Kini, hanya kita berdua yang mengenangkan rangkaian saat-saat kita berlari
Mengejar setiap detik nafas yang terus bergelora, berkobar-kobar.

Pati, 13 Januari 2016


Pengembaraan Gerilya Panglima Besar

Dari mantel yang berdebu
Penuh air mata pilu, menangisi kepergianmu
Istrimu, anakmu, dan keluarga tak menjadi portal
Penghambat gerak langkahmu
Yang terukir dibalik sejarah,

Para ajudan yang berkalung senapan
Berkantong peluru, berbekal jiwa yang merdeka
Siap mengikuti gerak tongkat kayumu
Yang menuntun kebenaran seorang manusia

Apabila keserakahan merajalela,
Penindasan menjadi kesewenang-wenangan,
Maka bela negara harus terjadi
Setiap jiwa yang mendengar teriakan, tangisan, jeritan
Akan membara di laga peperangan

Alfiah Sudirman,
Mendoakan sang kekasih, setiap detik malam
Bersujud dan menengadah,
Berlutut  pada kekuasaan Tuhan, Sang Maha Kuasa
Blangkon yang terikat,
Berkibar di bukit-bukit,
Di sawah-sawah, di hutan-hutan
Berteman dengan panas dan hujan
Mengguyur setiap nafas tanpa batas
Tiada akan mengenal lelah dan berhenti,

Setiap jari mengacungkan kehormatan
Mengantarkan tandu seorang panglima besar
Dengan kebesaran jiwa dan wawasan yang mutlak
Menyusuri setiap hilir sungai, bebatuan, dan ilalang.
Kalian menyusup di keheningan malam,
Beralaskan rumput dan padi yang menyemai
Menyanjung sikap patriotisme dan nasionalisme

Surakarta, 20 Februari, 2017




Biodata Penulis

Penulis bernama Muhammad Lutfi. Lahir di Pati pada tanggal 15 Oktober 1997. Menulis puisi dan sajak yang terangkum dalam berbagai antologi bersama para penyair lainnya. Mempunyai dua buah buku puisi. No.Hp; 081390553738. FB; Muhammad Lutfi. E-Mail; ahmadsusendra79@yahoo.com. Sekarang berstatus sebagai mahasiswa Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sebelas Maret Surakarta.


Di Bangku Daun dan Puisi Lainnya Karya Muhammad Lutfi Di Bangku Daun dan Puisi Lainnya Karya Muhammad Lutfi Reviewed by takanta on Mei 27, 2018 Rating: 5

Tidak ada komentar