Kebenaran Adalah Kebaikan Kolektif



Kebenaran merupakan kata yang hingga saat ini masih menjadi semacam adagium yang terus menerus digaung-gaungkan oleh seluruh rakyat Indonesia. Tentu saja hal itu bukan tanpa alasan. Banyaknya ketidak-benaran yang dipertontonkan kepada rakyat tentu menjadi penyebab utama dari tuntutan tersebut. Lebih utamanya lagi yang menjadi alasan adalah tidak diperolehnya kepuasan atas penegakkan kebenaran. Namun, siapa yang sesungguhnya mempunyai legitimasi untuk menentukan ‘benar atau salah’ terhadap sebuah perkara?

Pada dasarnya, menentukan benar atau salah adalah mutlak kewenangan dari Tuhan Yang Maha Esa, sedangkan manusia tidak memiliki kewenangan untuk menentukan benar atau salah terhadap suatu permasalahan. Manusia hanya mampu menentukan apa yang ‘dianggap benar dan apa yang dianggap salah’ oleh sebagian besar orang, artinya semua itu adalah subjektif dari masing-masing individu yang diakumulasi menjadi satu. Situasi tersebut yang kemudian menjadi musabab lahirnya pernyataan bahwa ‘kebenaran adalah kebaikan milik mayoritas’.
Mengutip dari pendapat Marcus Aurelius, yang mengatakan bahwa segala yang kita dengar adalah sebuah pendapat, bukan fakta. Sedangkan segala yang kita lihat adalah sebuah perspektif, bukan kebenaran. Maka, tidak ada sesuatu yang benar-benar Fakta dan tidak ada sesuatu yang benar-benar Benar jika bersumber dari pendengaran atau penglihatan manusia.
Idealnya dalam kehidupan sehari-hari, seharusnya kita bisa memberikan pembedaan secara tegas antara benar dan salah. Karena Tuhan pun menciptakan segala sesuatu dalam ranah benar dan salah, tidak ada keabu-abuan. Namun, pada realitanya untuk dapat menjudge bahwa sesuatu itu benar atau tidak benar, adalah tidak segampang yang kita idealkan. Perkara yang pada dasarnya sudah benar, namun jika dikatakan sebagaimana kebenarannya akan menimbulkan dua kemungkinan, yakni menjadi kabar baik dan menjadi kabar buruk bagi yang mendengarkannya.
Hari ini - ketika kita bersikukuh pada sebuah kebenaran, dua kemungkinan yang akan kita dapatkan. Pertama, kita akan dihormati dan disegani orang karena prinsip kita yang kuat untuk berpegang teguh pada sebuah kebenaran. Kedua, kita akan dibenci bahkan dijauhi oleh orang lain karena dianggap terlalu kaku. Dari sini akhirnya banyak melahirkan keabu-abuan dalam upaya manusia untuk mencari rasa aman.
Muhammad Abduh pernah mengatakan bahwa untuk mengidentifikasi suatu kebenaran adalah dengan milihat apakah terdapat unsur kasih sayang dan kesabaran di dalamnya. Artinya, sifat kasih sayang dan kesabaran adalah sebuah ikhtiar untuk menuju suatu kebenaran.
Terkadang kita juga dihadapkan pada situasi dimana yang benar tidak membawa kebaikan, dan yang baik tidak berdasarkan pada kebenaran, sedangkan yang kita inginkan adalah suatu kebenaran yang membawa kebaikan. Problematika tersebut saya klasifikasikan ke dalam empat kemungkinan sebagai berikut :
Benar dan baik – misalnya kita memiliki sepotong roti, lalu kita melihat ada seorang pengemis tua yang kelaparan, kemudian kita memberikan sepotong roti milik kita tersebut kepada si pengemis tua. Ini namanya perbuatan yang benar dan mendatangkan kebaikan.
Benar tetapi tidak baik – misalnya mengenai kejujuran, semua orang tahu dan paham bahwa berkata jujur adalah perbuatan yang benar. Namun ketika kita berkata jujur tentang seseorang yang sedang bersembunyi karena hendak dibunuh adalah perbuatan benar namun tidak membawa kebaikan bagi orang yang bersembunyi.
Baik tetapi tidak benar – misalnya ada orang yang berkeinginan sedekah kepada orang lain, akan tetapi uang atau barang yang akan ia sedekahkan adalah harta hasil curian. Maka yang demikian adalah perbuatan baik namun tidak berdasarkan pada kebenaran.
Tidak baik dan tidak benar – misalnya ada seseorang yang mencuri, akan tetapi ketika melihat orang lain kesusahan ia tidak tergerak hatinya untuk membantu.
Dari empat kemungkinan diatas, akhirnya kita pahami bahwa terkadang kebenaran menjadi tidak benar ketika kebenaran tersebut tidak membawa kebaikan bagi sebagian besar orang, atau dengan kata lain menimbulkan kemudlorotan bagi banyak orang. Namun mungkinkah ada suatu ketidak-benaran yang membawa kemaslahatan (kebaikan) bagi banyak orang?
Disinilah kita dapat mengetahui bahwa kebenaran adalah segala hal yang menjadi kebaikan kolektif. Salah pun kalau itu menguntungkan mayoritas orang akan menjadi suatu keberanan.
Manusia memang tidak memiliki supremasi penuh untuk menentukan benar atau salah dalam setiap peristiwa hidupnya. Namun Tuhan telah memberikan manusia kemampuan untuk berpikir (menalar), sehingga manusia mampu memilah dan memilih perihal mana yang mendatangkan kebaikan dan keburukan bagi dirinya. Hal-hal yang mendatangkan kebaikan itu kemudian dianggap sebagai keputusan yang benar, dan perihal yang merugikan akan dianggap sebagai keputusan yang salah.
Kembali kita ulangi pernyataan bahwa kebenaran yang hakiki adalah yang bersumber dari Tuhan. Apa yang menurut manusia benar hanyalah subjektifitas dari masing-masing individu saja. Kemudian jika subjektifitas itu menjadi sebuah kebaikan diantara mayoritas orang, maka akan dianggap sebagai suatu kebenaran.
Sebagaimana yang sering kita saksikan, bahwa banyak perdebatan-perdebatan yang berlangsung disekitar kita adalah perdebatan yang mempertentangkan antara kebenaran yang bersumber pada keyakinan kebenaran. Sedangkan, jika suatu kebenaran didasarkan pada keyakinan kebenaran, yang terjadi adalah setiap orang memiliki keyakinan kebenaran masing-masing. Seseorang tidak bisa memutuskan suatu perkara berdasarkan pada keyakinan kebenaran.
Banyak perselisihan terjadi justru bukan soal benar dan salah. Jika itu yang diperdebatkan tentu sangat mudah untuk memutuskannya, tinggal kita memihak pada yang benar saja. Namun, menjadi sangat sulit untuk diputuskan ketika yang menjadi konflik adalah perdebatan antara keyakinan kebenaran setiap orang.
BENAR itu adalah kesatuan yang utuh, dan tidak dapat dibagi-bagi. Idealnya seperti itu, namun hal itu sangat sulit kita temui dalam realita kehidupan. Yang lebih banyak kita temui dalam kehidupan adalah, memutuskan suatu perkara menjadi benar jika menghadirkan kebaikan bagi sebagian besar orang.

Kebenaran Adalah Kebaikan Kolektif Kebenaran Adalah Kebaikan Kolektif Reviewed by Redaksi on Mei 26, 2019 Rating: 5

Tidak ada komentar