Puisi: Restu Rindu Ayah-Ibu Karya Fadhil Sekennies



Puisi Fadhil Sekennies*

Restu Rindu Ayah-Ibu

di pinggir jurang terjal
anakmu merangkai segala doa-doa
yang meski pelan-pelan
detik dentang waktu
seringkali menghilangkan segala harapan hariannya
sebab arti kesucian hidup
ternyata lebih kejam
dari sejuta tusukan belati
dan seribu sayatan pedang

wahai Ayah-Ibu
badai dan topan
acapkali menghantui pengembaraan anakmu ini
dan telah menjarah doa-doanya
kerap kali tiada henti
hingga terkubur
bersama fosil-fosil nestapa lainnya
yang mula-mula
sangat dibangga penuh merdeka
kini sirna tanpa sisa
dan mencipta duka ke ceruk dada

wahai Ayah-Ibu
pada mimpi-mimpi
yang dijejaki anakmu ini
kerap kali terhantam gelombang kejam
dan tak pernah mengenal usai
aku terombang ambing dalam pelayaran bingung
tak sampai-sampai
sebab diri berkali-kali berperang dengan seribu angan

wahai, Ayah-Ibu
dalam tapa anakmu
sedang memikul sejuta harapan
menelusuri jejak semak-semak alir sungai
demi memjumpa hilir
yang sering kau sebut
ujung muara kasih keabadian
dan mungkin benar,
semakin lama pertandingan berlangsung
semakin menggunung pula piala kemenangan

wahai, Ayah-Ibu
semoga pada tetes embun
yang kau selimutkan pada anakmu ini
senantiasa setia menyejukkan perjalanan
di belantara yang gersang
yang kemaraunya pun telah berkepanjangan
dan mungkin sudah tak ingin mengenal musim penghujan

wahai, Ayah-Ibu
tiada azimat paling kramat
dan tiada tanding untuk dipertarungkan
selain panjatan doa-doa tulusmu, Ayah-Ibu

Annuqayah, 2019



Seribu Asihmu Semoga Mengasahku
;salam beribu juta kali maaf tiada hingga untukmu eppak-emmak

dalam malam terkelam dari palung lorong kosong
menjejak petunjuk seluk beluk jalan berliku
lalu meretas segala batas pada sebuah alas-alas ranggas
sebab gulita durja bermata hampa

kepada engkau, Abi-Ummi
ajari aku tak memilih pergi
meski kerap kali terjaga dari ilusi
ajari aku tetap berdiri
meski tegaknya tak pernah berarti
ajari aku berlari
meski  langkahnya berhari-hari
ajari aku tertawa
meski duka berselubung derita
ajari aku tetap gagah
meski desau risau tumpah ruah
ajari aku setia dalam doa
meski diri acapkali melebur dosa
ajari aku memimpikan surga
meski pada akhirnya neraka menjemput asa

wahai, Abi-Ummi
tegakkan aku sebagai awal alif-mu
sebab luka-luka kehidupan berkepanjangan di ceruk dada
wahai, Abi
tengadahkan aku dengan ba’-mu
agar lekuk tubuh kelammu menjadi penyemangatku
wahai, Ummi
takzimkan aku dengan mim-mu
agar segala rindu dan cinta menjelma doa-doa

di setiap tapak langkah perjalanan kaki ini
semoga seribu asihmu mengasahku, selalu

Annuqayah, 2019


Madah Pertemuan

Wahai gadis pantai dari seberang pulau
Roman parasmu menari-nari dalam zona pikiran
Tiada henti menabur bibit-bibit bunga surga
Yang kian tumbuh bermekaran
Ke angkasa kenangan
Dan menjelma zikir-zikir malam

Wahai gadis pantai dari seberang pulau
Kau yang berteduh menyimpuh kedinginan
Di tepi lorong penantian
Berpayung angan dan sejuta harapan
Pada dua permatamu
Serupa merangkul masa depan cerah

Wahai gadis pantai dari seberang pulau
Kala kau lembayungkan di sabit senyummu
Degub jantung berdebar-derbar
Menyerukan nama pantaimu
Mata tak sanggup memadu tatap
Pada jelitamu yang serupa binar purnama
Semakin diri mendekat
Kau kian memikat
Dan coba mendekap erat
Ah! kukidungkan salam
Berharap alam masih sudi mendamaikan

Wahai gadis pantai dari seberang pulau
Pada merah rona bajumu
Menebar harum mawar
Di setiap rekahnya yang permai
Hingga kulupa
Tujuku kemana dan mau apa

Wahai gadis pantai dari seberang pulau
Mungkin malaikat Jibril telah menambah tugas
Semula hanya menyampaikan wahyu
Kini ia menaburkan benih-benih rindu

Annuqayah, 2019


Beradu Rindu

malam ini
aku dan kamu
bertemu dalam sebuah pertarungan
tercebur padu
beradu-ngadu
meleburpun jadi satu
kamu aku
atau kita,
saling tanding adu kekuatan
cumbu-cumbu cakar cengkram
menjelmakan canda kembang api kemeriahan
meletup-letupkan lara desah getir pasrah
ke angkasa langit
buru-memburu pahala
yang kerap kali membuncah ruah janji-janji surga
di keheningan
malam ke kelam
hingga terpejam puas penuh kemenangan.
ah! semoga saja
perjamuan rindu ini
mengekal bercucu-cucu
abadi
menyemerbak bunga rekah
di bumi
sampai ke surga
pelaminan tuhan

Sumenep, 2019



*Fadhil Sekennies. Nama pena dari Moh. Fadil Hasan. Menyantri di Pondok Pesantren Annuqayah Lubangsa, suka bercanda dengan malam. Lahir di pulau Madura tepatnya di desa Pakondang Rubaru Sumenep.

Puisi: Restu Rindu Ayah-Ibu Karya Fadhil Sekennies Puisi: Restu Rindu Ayah-Ibu Karya Fadhil Sekennies Reviewed by Redaksi on September 01, 2019 Rating: 5

2 komentar