Puisi: Wanita Tanpa Wajah


pixabay


RISALAH PILU

Tiada kata yang  terucap
Terbungkam dan terkunci
Ini sudah kehendak-Nya

Tawakaltu Alallah…

Tapi aku masih tak percaya bahwa kau telah tiada
Karena riuh canda tawamu seakan masih nyata
Namun apalah daya
Batu nisan sebagai pertanda
Titik pengembaraanmu di dunia

Takkan ada lagi teman yang menemaniku menapakkan sejarah
Takkan ada lagi teman yang akan mengisi kekosongan waktu

Sendiri dan menyendiri
Menembus rolong waktu
Tuk gapai semua angan yang tlah terskema bersamamu

Selamat jalan di pengembaraanmu yang ke empat
Hanya bait-bait do’a yang bisa ku berikan sebagai bekalmu
Selamat jalan di perjumpaan selanjutnya

Situbondo, 10, Desember, 2017


RASA YANG MATI

Ada luka yang menganga
Saat satu nama selalu membayangi dan mengahantui
Ada luka yang menganga
Saat binar wajahnya melewati lamunan mimpi
Ada luka yang menganga
Saat kata-kata pilu yang manyayat diri teringat kembali

Kini rasa telah mati
Busuk membau dan terurai kedalam diri
Menyisakan aroma kematian

Duka pilu terus saja mengiringi waktu yang tak terhenti
Berputar-putar hingga akhir hayat nanti

Namun masih adakah harapan
Yang bisa menerangi kegelapan hati
Hingga diri ini dapat hidup kembali
Tuk menemani sang waktu

Sukorejo, 18, Desember, 2017


WANITA TANPA WAJAH

Abu-abu
Warna untukmu yang datang secara tiba-tiba
Tak tampak
Tanpa nama
Tanpa wajah
Hanya kata-kata dan tanda tanya

Siapakah gerangan?
Hanya ucapan yang tersulam dalam kata-kata
Tuk menggambarkan diri yang terus bertanya-tanya

Mungkin dirimu memang wanita yang senang berselimut dalam kata-kata
Hingga membuatku terus bertanya-tanya
Tiada yang lain hanya tanda-tanya
Yang mewarnai diri saat dirimu datang menghampiri

Sukorejo, 23 Desember 2017


PRAKATA

Sebelum janur kuning melengkung
Maka masih ada harapan
Prakata tersebut membuatku resah
Linglung tak berdaya

Apakah aku harus terus menapaki jalan ini
Atau mundur tanpa arah
Meninggalkan yang bersemayam dalam dada

Namun gejolak rasa dan angan
Membuatku buta akan batu tajam beraspal
Sehingga membuat tubuhku berlumuran darah derita

Hasrat yang membara
Menghanguskan sejarah
Hitam legam berasap kelam

Kini hanya luka derita
Yang menemani detik-detik penghantar jiwa
Sukorejo, 16 Juli 2017


SATU NAMA

Saat itu…
Gema bahagia penuhi relung jiwa
Karna saat itu istimewa

Haru biru bahagia juga mengiringinya
Saat satu nama
Telah meresap kedinding hati
Dan mengokohkannya dari
Segala hantaman dan goncangan

Sukorejo, 11 Juli 2018


TERJAGA

Setelah mendung datanglah terang
Tampak indah
Ingar-bingar kehidupan pun terjaga kembali
Setelah lama bersemayam dalam lamunan mimpi

Sukorejo, 22 Juli 2018


DERITA PENIKMAT ASAP

Angin putih membungbung ke angkasa
Membawa resah, gelisah, dan nestapa
Membaur dengan nostalgia

Merasa kesal dan sesal
Dengan alur perpolitikan di negeri antah berantah

Sikut menyikut  memang sudah biasa
Dalam persaingan tahta
Tapi, Imbasnya rakyat menejadi korban jiwa
Mestinya rakyatlah yang berkuasa
Karena sudah jelas dalam semboyan demokrasi
Dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat
Tapi kenapa mereka yang terpilih malah menindih

Ingin rasanya kembali kepada zaman purba
Di saat songkok nasional miring dan kacamata bertahta
Dimana rakyatlah proritas utama bahkan,
Mereka rela berpeluh dan bermandikan darah
Demi tegaknya sangsaka dan idiologi pancasila
Yang melambangkan kesetaraan

Sungguh kapan rakyat benar - benar merdeka
Bebas dari derita
Karena kami sudah bosan
Menikmati asap siksa

 Sukorejo 30 Desember 2018

Biodata Penulis

Busyairi adalah nama pemberian kakek yang mencoba untuk tidak hilang dari mata dunia, yaitu dengan menulis segala sesuatu yang terlintas difikirannya, salah satunya puisi. Busyairi lahir dari Rahim seorang ibu di Situbondo dan jika ada kritik dan saran bisa disampai melalui Emai. Busyairibusyairi75@gmail.com

Puisi: Wanita Tanpa Wajah Puisi: Wanita Tanpa Wajah Reviewed by takanta on Desember 15, 2019 Rating: 5

Tidak ada komentar