Cerpen: Budak!



Oleh: Ira Atika Putri*

(Mahasiswa Prodi Sastra Inggris, Fakultas Humaniora, UIN Maulana Malik Ibrahim Malang)

 

Muram sekali, sepertinya cahaya matahari pun enggan bertemu dengan wanita itu. Pakaiannya yang serba hitam dengan rambut yang disanggul  rapi. Garis-garis halus bawah matanya yang mulai menghitam, sepertinya ia ahli begadang atau hanyalah seorang wanita pengidap insomnia. Ia berjalan menuruni anak tangga yang mengepul debu menuju kotak obat yang menempel di dinding ruang tengah. Ia mulai merogoh isi kotak itu, membawa perban putih dan obat tetes berwarna merah ke sofa.

“Bahkan darahku terlihat lebih segar daripada segelas jus tomat yang berada di meja makan,” ucapnya sambil terus melilitkan perban pada bekas sabitan di lengannya.

Rumah dengan aksen serba putih dikelilingi lukisan besar dan beberapa foto keluarga yang menempel pada dinding-dindingnya. Tapi, wajah wanita itu tidak satupun tampak pada foto keluarga yang ada di sana. Ia hanya seorang budak yang tinggal bersama tuannya, Atheel di Sindh, Pakistan. Atheel sudah lama memutuskan untuk menjadi pengangguran dan memanfaatkan harta kekayaan  orangtuanya yang ia anggap cukup hingga tujuh turunan. Biasanya ia hanya keluar rumah untuk sekadar memanjakan lidahnya dengan alkohol bersama temannya.

Mata sayu, wajah pucat dan mengisut, seberapa banyak alkohol yang ia tumpahkan ke dalam tubuhnya. Engsel pintu masuk yang sudah berpuluh kali rumpang karena selalu dipukuli dengan sangat keras oleh Atheel. Ia selalu pulang dengan menggenggam pisau tajam yang kemudian disayatkan kepada budak wanitanya.

“Bukankah kau terlalu hebat untuk hanya sekadar menerima sayatanku setiap malam dan kau sama sekali tidak merasa sakit?” ucapnya gontai.

Budak wanita itu menyeret tubuh tuannya yang terlalu banyak mengonsumsi alkohol ke kamar. Tanpa mempedulikan luka sayatan yang baru saja ia dapati, dan sepertinya wanita itu sama sekali tidak merasa kesakitan. Sepertinya memang sudah kodrat seorang budak, yang bisa diperlakukan semaunya oleh pemiliknya. Bukankah budak tak ubahnya seperti sebuah barang, yang bahkan dapat diperjualbelikan?

Tangannya penuh dengan bekas-bekas sayatan, dan lagi-lagi lengannya bersimbah darah. Biasanya luka itu paling cepat mengering dalam waktu 3 hingga 4 hari, dan itu sama sekali tidak terasa sakit ataupun perih. Tuannya beranggapan bahwa budak itu memiliki kekuatan sihir sehingga ia mati rasa terhadap rasa sakit. Untuk memastikan itu, ia menyayatkan pisau kepada budaknya ketika setiap kali pulang dalam keadaan mabuk. Tapi, responnya tetap sama, wanita itu tidak merasakan sakit.

Mata elangnya berkilauan memantulkan cahaya lampu kuning di hadapannya. Wanita itu menggenggam korek lalu menggesekkan ujung kayunya hingga keluar percikan api. Perlahan ia menyulut api itu pada jemarinya. Bau jemari bakar itu semakin menyeruak memenuhi ruangan.

“Aku tidak mengerti, api ini sama sekali tidak terasa panas.” Ia menggerutu sendiri merasakan keanehan pada dirinya.

Ia sering mendapati sekujur tubuhnya dipenuhi luka lebam, dan itu sudah tidak menjadi hal yang tabu lagi baginya. Ia sudah berulang kali jatuh pada beberapa tangan para  tuan dengan harga mahal karena kecantikannya. Tapi itu selalu tidak bertahan lama, karena tidak ada satu pun tuan yang dapat menerima budak dengan ilmu menyeramkan seperti itu. Semuanya terjadi di luar nalar manusia, bagaimana bisa api tidak terasa panas, sayatan pisau tidak terasa menyakitkan, bisakah hal seperti itu disebut dengan ilmu hitam?

Wanita itu ditelantarkan oleh keluarganya, ketidaknormalannya dianggap sebagai aib keluarga. Pada suatu desa tempat ia tinggal, siapa pun yang memiliki ilmu yang tidak dapat diterima oleh akal harus dikubur hidup-hidup beserta keluarga besarnya, karena penduduk desa itu percaya bahwa ilmu dapat berupa titisan dari orang yang memiliki hubungan darah. Hingga akhirnya ia menjadi budak di Sindh, Pakistan.

Angin hari ini terasa begitu berbeda, ini sangat mempengaruhi suasana hati seorang budak wanita milik Atheel. Sepertinya rasa penasaran Atheel sudah membuncah. Kali ini ia bukan hanya sekadar ingin menyayat lengan budaknya. Perlahan ia menuruni anak tangga menyeret pergelangan tangan wanita itu keluar rumahnya. Ramai orang di sana, seperti akan ada pertunjukan besar, ramai orang membeli karcis dan saling bergelak tawa.

“Aku ingin kau menunjukkan sihirmu sekali lagi. Kau akan masuk ke dalam peti itu dan berdamai dengan api. Berilah hiburan untuk semua orang di sini, dan aku akan membebaskanmu,” ucap Atheel dengan pasti.

Budak itu mengangguk lantas masuk ke dalam peti. Api kecil di ujung kayu itu dihempaskan ke arah peti dan seketika menyeruak mengelilingi peti hingga terasa panas jika berada di dekatnya. Lalu dari arah berlawanan datang seorang pria dengan jas dokternya.

“Ceroboh! Dasar manusia ceroboh!” teriaknya pada semua orang di sana.

Mungkinkah semua orang berpikir terlalu kampungan, seperti orang yang tidak berpendidikan? Segala hal yang aneh selalu disangkutpautkan pada kepercayaan mistis. Seperti ilmu kedokteran tidak berfungsi lagi. Dokter itu seperti sudah sangat mengenal budak wanita Atheel.

Congenital Insensitivity to Pain with Anhidrosis atau CIPA, yang merupakan penyakit bawaan lahir yang tergolong langka. Karena penyakit ini seseorang tidak merasakan sakit ketika cedera, terbentur, atau terluka,” celetuk dokter itu lagi.

Api itu sudah mulai padam. Kali ini tidak tercium bau ikan panggang dari tungku itu, yang ada hanyalah tubuh yang telah menjadi abu. Menyatu dengan kayu yang telah ikut reot terbakar. (*)

 

*)Ira Atika Putri lahir di Situbondo, Jawa Timur. Mahasiswa Prodi Sastra Inggris, Fakultas Humaniora, UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Sejak SD sangat gemar menulis puisi, cerpen, dan karya tulis lainnya. Sering mengikuti lomba kepenulisan dan menerbitkan 1 buku antologi cerpen berjudul “Pena Jihad”.

 


Cerpen: Budak! Cerpen: Budak! Reviewed by takanta on Juli 13, 2021 Rating: 5

1 komentar

  1. Penasaran. Atheel ini laki laki apa perempuan ? Dalam kisah hanya disebutkan "tuannya si budak". Kira kira apakah cerpen ini refleksi dari maraknya penindasan terhadap gender tertentu ?

    BalasHapus