Cerbung: Farhan dan Perjalanan ke Barat (Part 2)

Ilustrasi: Fikri


Ceritasebelumnya

Suatu Oktober di tahun 2019, Farhan menanggapi status whatsApp saya tentang seruan untuk berpartisipasi dalam pemilihan kepala desa.

Ga mau milih

Jangan golput bos

Q golput. Golongan putus.

Keluarga butuh cucu

Di akhir percakapan Farhan memotret ruangan kafe. Ia sendirian, tentu saja juga kesepian. Farhan meminta saya datang ke kafe sekaligus bawakan beras. Kisaran satu jam lebih, saya tiba di kafe. Tapi Farhan sedang tidur sembari memeluk spon sofa, sebab saat itu sudah tidak ada lagi guling bernyawa yang bisa dipeluk. Mungkin kelamaan menunggu, jadinya mengantuk atau bisa jadi kecapekan. Saya memotret Farhan tidur. Saya turun ke lantai bawah, menyibukkan diri ke layar laptop, hari itu banyak tugas.

Datanglah budayawan muda. Dalam penggalan obrolan dengan budayawan ada pembahasan tentang Farhan yang tengah berusaha bangkit. Rupanya Farhan sudah beberapa kali mencoba mendekati lawan jenis akan tetapi tidak memanen hasil. Saya baru tahu itu dari budayawan.

“…Aku masih terbayang kejadian di awal Maret, ketika perempuan yang kuharap menjadi teman hidup, memutuskan untuk pergi. Ia mengakhiri sebelas tahun perjalanan bersamaku. Perjalanan yang membentangkan narasi pahit-manis dua manusia yang dipertemukan Tuhan di bangku SMP.

Perpisahan itu sungguh membuatku sesak napas, Dik. Dadaku seperti terhantam pintu rumah. Gagang pintu itu sangat keras memukul dadaku, aku terjepit di antara pintu dan tembok. Dari celah yang sempit, aku melihatnya memunggungi pintu dan berlalu. Aku gagal menggenggam tangannya. Aku tak bisa menahannya pergi. 

Kau tak harus tahu apa sebab perpisahaan ini, Dik. Tapi, Kau tentu paham bahwa perpisahan adalah jalan yang melelahkan. Ada banyak hal yang harus dikubur dengan terpaksa,…”

(Dikutip dalam tulisan Farhan dalam Maukah Kau Menemaniku di Kampung Langai, Dik? pada tanggal 29 Agustus 2019).

Kata budayawan, beberapa waktu lalu Farhan ingin menghibur diri dalam acara seni pertunjukan Festival Kampung Langai ke 6 bersama orang yang dicintai. Ia caper dengan menulis kisah-kisah sedihmeskipun kenyataanya memang lebih syeediihagar setidaknya ada yang peduli atau beruntung jika ada yang menemani. Sayangnya usaha itu sia-sia. Malam itu ia menikmati pertunjukan itu bersama sosok perempuan khayalan saja.

Budayawan berniat membantu temannya itu sesuai dengan kemampuannya. Saya tahu bahwa budayawan adalah orang yang mampu mengatasi masalah tanpa solusi. Pada suatu pagi, ketika matahari bersinar lelah, kata budayawan. Farhan datang ke rumah budayawan di sekitar Mangaran ke utara. Ia datang dengan wajah sendu. Memanggil nama budayawan berulang-ulang di halaman rumahnya.

“Saydi, Saydi….”

“Kamu, Han.”

“Aku mau minta antar.”

“Ke mana?”

“Ayo dah, nanti tak ceritakan.”

Budayawan mengiyakan keinginan Farhan meskipun disertai tidak paham. Apalagi Farhan membawa tas punggung besar−yang entah apa isinya. Mau ke mana dia? Seperti mau berpetualang, mirip anak backbaper. Atau jangan-jangan mau minggat?

Farhan membonceng budayawan melewati pasar Mangaran, berbelok ke arah Desa Tanjungsari, masuk suatu gang di Desa Pokaan lalu muncul di Desa Gebangan, dilanjut ke perempatan Kapongan hingga tiba di pertigaan jalan tembus baru dekat 514. Entahlah Farhan mau ngapain. Farhan meminta budayawan untuk membawa sepeda motornya ke mana saja. Nanti akan dihubungi lagi. Budayawan tidak mengerti, meminta penjelasan sedikit.

“Begini, bro. Aku melihat sebuah video yang berisi tips menembus hati perempuan. Caranya ya harus lewat di jalan tembus ini,” Farhan memberi sedikit penjelasan dengan sumringah.

“Video Imron itu, ya?”

“Betul.”

Jasik. Ya dah, aku berangkat dulu,” kata budayawan.

“Ok, nanti jemput di Pasar Sattoan, ya. Tunggu telepon dariku.”

Saat Budayawan asyik bercerita. Farhan seketika terlihat turun dari tangga. Otomatis obrolan kami terpaksa dihentikan. Saya tidak tahu apa kelanjutan ketika melintas di jalan tembus. Apakah ia akan bertemu dengan perempuan? Atau membeli kambing untuk dijadikan mas kawin ketika kelak ketemu jodoh berikutnya. Entahlah.

Ketika Farhan bergabung dengan kami, budayawan langsung menghibur Farhan. Ia tahu kalau Farhan sedang dirundung sedih. Maka budayawan langsung membaca sebuah puisi, dengan suara agak keras sembari mengangkat tangan kanannya.

Oh lelaki…

Oh lelaki…

Yang rumah tangganya telah tumbang di pelupuk mata

Rumahnya hancur berkeping-keping, tak tersisa

Tinggal tangganya saja yang masih utuh

Yang bisa digunakan untuk memperbaiki atap yang bocor ketika hujan

agar tak lagi menetes dan membasahi pipi

Dan dirinya

Akan selalu ada dalam ketiadaan

[]

 

 

Penulis

 

Moh. Imron lahir pada suatu senja di penghujung tahun. Menulis buku Putri Tidur (Kumpulan cerpen dan esai) 2018. Menyukai desain.

Cerbung: Farhan dan Perjalanan ke Barat (Part 2) Cerbung: Farhan dan Perjalanan ke Barat (Part 2) Reviewed by Redaksi on Agustus 13, 2021 Rating: 5

Tidak ada komentar