Jejak Dua Pemuda: Rio Prayogo dan Mohammad Farhan



Rintik hujan belum usai. Di siang itu sempat terpikirkan pada seorang gadis, tapi itu bertahan sebentar. Saya lelaki yang tidak mudah terbawa arus lamunan seperti kawan saya, Luay.  

Pikiran saya segera terganti dengan sebuah pertanyaan yang memaksa sejenak untuk memikirkan. Apakah seseorang bisa bernasib sama dengan orang lain atau sedikit bisa menyerupai proses dan pencapaiannya? Sebenarnya saya enggan memikirkan hal itu lebih jauh. Sebab meski pencapaian seseorang berbeda, barangkali  setiap orang memiliki mimpi yang sama. Yakni menginginkan hidup yang lebih indah. Lebih baik dari kisah hidup yang telah dilalui sebelumnya.

Oleh: Ihsan

Maka, saya teringat dua sosok pemuda di Komunitas Mara Marda Institue (MMI). Pertama Mas Rio, selaku pembina dan Mas Farhan yang juga menjadi bagian dari komunitas tersebut. Saya teringat kisah Mas Rio saat dirinya menceritakan masa lalunya kepada para anggota yang kemudian ia bisa sampai ke titik dimana ia bisa menjadi seorang pengusaha.

Ada perasaan getir dan haru saat mendengar ceritanya. Bagaimana ketika dirinya berkuliah sambil jualan kopi keliling, bagaimana dirinya disepelekan saat mau meminjam uang puluhan juta sebab hanya mengendarai motor matic saja. Saya tersenyum mendengar kisahnya, namun seketika takjub melihat pencapaiannya. Kalau boleh berkomentar, saya akan mengatakan ia adalah salah satu sosok yang mampu mempermainkan balik semesta. Hidup ini adalah permainan, jika bukan kita yang dipermainkan maka kitalah yang harus main-main. Berkat pencapaiannya, Mas Rio sangat bisa bermain apa saja sesuai dengan keinginannya. Ia sudah mengantongi beberapa pengetahuan dan pengalaman untuk memoleskan dunia menjadi indah. Bermain politik ia bisa, tentang kepemimpinan dan soal entrepreneur ia juga paham. Saya rasa sudah cukup untuk menilai dirinya adalah salah satu sosok manusia merdeka.

Dan yang lebih menarik perhatian saya dari sosok Mas Rio sebenarnya ialah sifat humanisnya. Meski dirinya telah berada di atas, ia tidak lupa dengan orang-orang di bawahnya. Orang-orang yang sedang berproses untuk memoles dunia persis seperti dirinya, termasuk saya.

Meski dirinya saat ini sangat jauh dengan tempat tinggal, tapi ia tidak lupa dengan kota kelahirannya, Situbondo. Ia peduli dengan kondisi pemuda di daerah tempat lahirnya, sampai ia mampu mendirikan MMI  yang tujuannya adalah membangun karakter para pemuda melalui pelatihan kepemimpinan dan entrepreneur. Saya benar-benar terhipnotis dengan niat baiknya. Saya percaya, bahwa ia sedang berinvestasi perihal keberlangsungan hidup dengan para pemuda. Yang nantinya ketika salah satu pemuda yang didatanginya sukses berkat uluran tangannya, pemuda itu akan teringat pada sosoknya dan mendoakannya atau pemuda itu akan mendatangi kediamannya lalu mengajak bekerjasama perihal pekerjaan yang digelutinya.

Ya saya percaya itu. Dan saya percaya, bahwa anggota  lain yang tergabung dalam MMI, akan senantiasa ingat dengan kebaikannya. Saya berharap, semoga di kota Situbondo ini akan ada Rio-Rio berikutnya yang lahir dan menghiasi kota santri ini dengan uluran tangannya, dengan segala bentuk dedikasinya yang dapat menghidupkan semangat jiwa para pemuda.

"Mas Rio? Saya tidak akan bermimpi bisa menjadi seperti dirimu. Tapi saya akan bermimpi bisa melampaui pencapaianmu," salah satu pesan yang ingin saya katakan pada Mas Rio.

Kedua, Mas Farhan. Saya menyebutnya sosok yang murah senyum nan rendah hati. Sebenarnya sudah lama saya mengenal namanya, saat dirinya menjadi pimpred di takanta ID yang sudah eksis sejak lama. Sampai-sampai saya sempat mencari-cari sosial media dan membuka salah satu postingannya dengan isi caption-nya yang bikin saya ternganga. Tulisan sederhana namun kaya akan makna. Dan alhamdulillah, berkat bergabung dalam MMI ini, saya dapat bertemu langsung dengan dirinya dan Cafe Stasiun Kopi menjadi saksi pertemuan pertama kita.

Waktu itu adalah kesempatan yang sangat saya nanti-nantikan sebelumnya sebab memang sedari awal sudah ada hasrat ingin belajar banyak tentang kepenulisan dengannya. Obrolan pertama yang saya dengar dari beliau adalah kisah masa mudanya yang menceritakan bahwa dirinya lebih suka menuangkan segala bentuk masalah pada tulisan daripada tindakan. Dan ia juga menceritakan bahwa dirinya sebenarnya tidak begitu cakap juga dalam berbicara meskipun dirinya pernah bergabung dalam organisasi pergerakan saat masih berkuliah. Namun berkat bergabung dalam MMI dan pengalaman-pengalaman lainnya, ia mampu berkata-kata dengan leluasa bahkan sama sekali tidak terdengar nada merasa superior dalam ucapannya.

Cerita lainnya adalah saat ia ditolak ketika melamar di sebuah sekolah namun diterima di sekolah yang dinilai lebih baik dari sekolah sebelumnya. Konyol dan menggemaskan. Realita telah memberikan hadiah yang selaras dengan ikthiarnya. Tidak hanya itu, ia juga menceritakan saat dirinya pernah menolak suruhan orang tuanya, melamar pekerjaan dengan perantara uang agar bisa diloloskan. Kalau tidak salah, Ia mengatakan pada orang tuanya "apa gunanya bapak membiayai saya sekolah kalau akhirnya untuk mendapatkan pekerjaan saya harus bayar?" tentu jiwa optimisnya sangat melekat dalam dirinya. Saya tertegun mendengar ucapan itu keluar dari mulutnya. Ucapan yang ikhlas dan penuh keberanian.

Hal konyol lainnya saya dapati cerita tentang mas Farhan dari cerita Mas Imron, dimana mas Farhan dulu pernah menangis di basecamp takanta saat dirinya ditimpa masalah hati yang menjadi akhir perjalanan dari timur ke barat, yang diabadikan oleh mas Imron melalui tulisannya dengan judul "Perjalanan ke Barat". Saya tidak tahu persis bagaimana perasaan mas Farhan saat melihat tulisan mas Imron ini. Apakah ia tertawa, atau justru malah bernostalgia dengan lukanya. Yang jelas, mas Farhan yang saya lihat hari ini telah menjadi juragan madubaik, menjadi sosok yang begitu ceria, bahagia meskipun menanggung cicilan rumah dan tak pernah bosan menyedekahkan senyumannya pada teman-temannya. 

"Mas Farhan. Saya tidak akan berhenti menggorok pengetahuanmu tentang kepenulisan. Saya akan mengambilnya perlahan-lahan, sampai saya bisa menghasilkan sebuah karya dalam bentuk buku. Saya tidak akan diam sepertimu yang sampai detik ini masih belum juga saya dapati buku karangan dari namamu itu," salah satu pesan yang ingin saya katakan pada mas Farhan.

Bukan berarti saya ingin menjadi seperti mereka berdua. Saya hanya menjadikan perjalanan mereka sebagai batu loncatan kesuksesan saya nantinya. Sebab, saya rasa proses mereka begitu berarti dan menginspirasi.

Setidaknya sosok dua pemuda ini menjadi pemacu semangat untuk menambah pengetahun sesuai bidang masing-masing. Saya yakin menjadi orang yang mandiri dan merdeka bisa menjadi kebanggaan keluarga, dan barangkali bisa  menjadi sosok idaman lawan jenis. Ya, setidaknya saya berharap seperti itu meskipun saat ini masih belum memiliki pasangan. Hehe. Tapi saya tetap semangat meskipun tanpa penyemangat. []

 

 

TENTANG PENULIS

Ihsan lahir pada tanggal 11 Juni 2020 di Situbondo, Jawa Timur. Menyelesaikan pendidikan formal di Fakultas Tarbiyah Universitas Ibrahimy. Dirinya memang suka menaruh perhatian pada kepenulisan. Sebab menurutnya, bertemu bersama orang yang dapat memberikan pengetahuan lebih berharga dalam hidupnya daripada bertemu dan duduk bareng dengan orang-orang yang hanya ingin menuntaskan segala bentuk kepentingan.  IG @Cchaann__

 

ILUSTRATOR

@Anwarfi, alumni DKV Universitas Malang tahun 2017, freelance designer, owner @diniharistudio Situbondo.

 

Jejak Dua Pemuda: Rio Prayogo dan Mohammad Farhan Jejak Dua Pemuda: Rio Prayogo dan Mohammad Farhan Reviewed by Redaksi on Februari 25, 2023 Rating: 5

Tidak ada komentar