Menguak Potensi Ecotrail Desa Sumberanyar
Oleh: Abdul Wahab*
Sumberanyar adalah sebuah desa penyangga Taman Nasional Baluran yang secara administratif berada di Kecamatan Banyuputih, Kabupaten Situbondo. Sebagaimana banyak desa penyangga kawasan konservasi lainnya, Sumberanyar menyimpan potensi alam dan sosial-budaya yang belum banyak tergali. Desa ini menyimpan cerita tentang mimpi, air, dan upaya membingkai ulang hubungan manusia dengan lingkungannya melalui wisata berbasis konservasi.
Desa ini pernah merintis sebuah upaya kecil namun bermakna melalui konservasi telaga yang kemudian dikenal dengan sebutan Ranu Fantasi. Ranu ini tidak sekadar menjadi sumber kehidupan bagi ribuan warga Sumberanyar, tetapi juga menyimpan imajinasi kolektif tentang masa depan desa yang lebih sejahtera dan lestari.
Ranu Fantasi: Mimpi yang Tumbuh dari Air
Ranu Fantasi bukan sekadar telaga. Ia adalah mimpi yang dihias oleh tangan-tangan muda Sumberanyar yang bersemangat. Mereka merapikan tepian telaga, menambahkan sentuhan artistik, lalu mempromosikannya sebagai ruang ekowisata yang menyejukkan. Dari sinilah sempat tumbuh harapan: telaga sebagai ruang belajar sambil bermain, sebagai media pendidikan ekologis yang menghibur.
Namun, takdir berkata lain. Keberadaan Ranu Fantasi yang semula diniatkan sebagai ruang edukatif dan konservatif perlahan berubah wajah. Ia menjadi tempat nongkrong anak-anak muda, bahkan lebih populer sebagai lokasi pacaran ketimbang pusat pembelajaran. Realitas ini berbenturan dengan nilai-nilai religius dan norma masyarakat setempat yang menjunjung kesucian air sebagai berkah Tuhan. Terlebih terhirup aroma tak sedap dari anggaran pembangunan Ranu Fantasi yang disinyalir tidak beres. Maka, mimpi itu pun meredup, bahkan sebelum benar-benar berkembang.
Diskusi Kopi dan Mimpi tentang Sumberanyar
Sebelum Ranu Fantasi benar-benar dikenalkan ke publik, saya sempat diajak ngopi oleh beberapa kawan yang menjadi konseptor di lingkaran pemerintahan desa. Diskusi kami panjang, melampaui malam dan menembus kabut dingin. Di sanalah saya sampaikan mimpi saya: menjadikan Sumberanyar sebagai pelopor desa wisata berbasis ekologi. Mimpi itu lahir bukan dari ambisi pribadi, melainkan dari kerinduan akan kampung halaman yang tak hanya indah, tetapi juga sejahtera karena kekayaan dan kearifan yang dimilikinya.
Keterlibatan warga, terutama anak-anak muda, semestinya menjadi motor utama dalam merancang dan mengelola wisata desa. Sebab, wisata bukan hanya soal kedatangan tamu, tetapi tentang bagaimana desa menghidupi dan dihidupi oleh identitas dan kekuatan lokalnya.
Ecotrail: Jejak Eksotik di Ujung Jawa Timur
Kontur tanah Sumberanyar yang berpadu antara dataran luas dan bukit-bukit kecil dengan latar Gunung Baluran menjadikannya medan yang ideal untuk dikembangkan menjadi jalur ecotrail—sebuah konsep wisata menyusuri alam dengan pendekatan edukatif dan berkelanjutan. Jalur ini bukan sekadar lintasan, melainkan ruang kontemplatif di mana pengunjung bisa menyerap lanskap, menghirup vegetasi, dan memahami interaksi masyarakat dengan alam.
Bayangkan menyusuri jalur ecotrail yang diteduhi oleh pohon mimbo dan mindi, mendengar desir angin dari pepohonan beringin yang dulu menjadi rambut rimba desa, atau melintasi kebun rakyat sambil berinteraksi dengan petani dan peternak lokal. Jejak wisata ini bisa menjadi laboratorium terbuka bagi para pecinta lingkungan, pelajar, bahkan wisatawan urban yang lelah dengan beton dan hiruk-pikuk kota.
Wisata dari dan untuk Warga
Ekowisata semestinya tak dimaknai sebagai proyek besar dengan dana besar. Ia bisa tumbuh dari kesadaran kolektif, dari gotong-royong warga, dari rasa cinta terhadap tanah kelahiran. Sumberanyar punya semua itu. Bahkan, semangat dan kreativitas anak-anak mudanya tak pernah benar-benar padam. Mereka hanya butuh ruang untuk berproses dan dukungan untuk bergerak.
Ke depan, jika desa mampu menyusun grand design wisata berbasis potensi lokal—mulai dari susur sungai, jelajah budaya Madura-Baluran, hingga pengembangan kawasan edukatif pertanian dan peternakan—maka Sumberanyar tak hanya akan menjadi destinasi, tetapi juga inspirasi bagi desa-desa lain.
Memeluk Sumberanyar
Sumberanyar bukan hanya rumah bagi orang-orang yang lahir dan besar di sana. Ia adalah rumah bagi siapa pun yang ingin belajar hidup berdampingan dengan alam, menghargai air, dan memaknai wisata bukan sebagai konsumsi, tapi sebagai pengalaman. Dalam sunyi telaga dan desir angin mimbo, tersimpan undangan diam-diam: “Datanglah, resapi kami, lalu pulang dengan cinta dan cerita.”
__
*) Penulis merupakan anak Sumberanyar yang terdampar ke seberang pulau.

Tidak ada komentar