Sekelopak Mata dan Puisi Lainnya Karya Nuriman N. Bayan


Puisi-puisi Nuriman N. Bayan

Suatu Musim yang Piatu

Kurasa, jauh sebelum arah angin berpaling. aku sudah kelelahan mendaki punggungmu yang rimba. jalan licin yang tak tentu arahnya. sungai yang tak kenal musim menepikan akar dan batang-batang. api yang terus menyala menerbangkan asap ke banyak bukit. ke banyak langit. ke banyak pendakian dan pada akhirnya aku memilih. jalan yang kau bilang aku tersesat dan tak kembali. dan benar, aku tersesat dan tak pernah kembali. benar benar tak kembali. tapi bulan tanpa payung yang dulu menyinari punggung kita pada malam yang dingin, bulan yang benar benar mabuk, selalu kekal. meski jarak adalah satu dari seribu bahasa bisu. bahasa yang makin tinggi besar dan melebar. dan sampai kini kita masih melakoni sebuah episode. entah apa namanya. aku masih mengeja terik mahatari membakar punggungku, dan air berlonjatan dari matanya seperti jeram. benar benar tajam, dan aku hanyut bagai nelayan kehilangan dayungnya. sungguh, musim yang benar-benar piatu.

Morotai, 2018.


Hujan di Morotai

Hujan bertandang di tanahmu
ingatan pulang ke tanah ibu

jalan basah kota kota mengasah
mengalirkan waktu ke tanah jauh

tapi kita masih di sini
di dekat jantung yang abdi.

Morotai, 2018.


Sekelopak Mata

Ada sekelopak mata,
hidup di sebuah hulu
berbinar-binar menatap hari.

Bila senja di kampung tiba
ia menghembus napas dalam-dalam

“mataku penuh debu sampah dan duri
tapi mereka asyik renang-renang di di mataku”

Sekelopak mata yang dulu biru membening
kini telah menguning dalam kaca.

Ternate, 04 Oktober 2016.


Selamat Tinggal Cinta yang Gila

Selamat tinggal cinta yang gila, kata seseorang
pada sebuah laptop yang tak lagi memberi huruf
atau kualifikasi angka-angka pada rumus rumus
asing yang berkali-kali menundah tidurnya.

Setelah A melengkapi kalimat L dan D
membikin A menjadi H dan  H menjadi S
aku minta 1 dari H sebelum S dan P
aku adalah hak dan kau tanggungjawab.

Ketika angka dan rumus rumus menjadi api
aroma menyelinap keluar dari jendela
awan berarak-arak melintasi atap rumah
tapi hujan tak benar benar turun.

Selamat tinggal cinta yang gila, kata seseorang
pada catatan yang ia buat hingga malam tertidur
dan matahari hanya hidup dalam mimpi-mimpi
sebab dua betina diam diam menjadi batu.

Ternate, 2018.


Seperti Sore pada Malam saat Hujan

Merapalmu seperti bisoa pada ombak sebelum Desember
para nelayan mendayung di atas bahu gelombang sambil
melepas tatapan ke pulau rao lalu balik ke pulau doi. harapan
berkecamuk seperti kapal menjelajahi galela majiko pada suatu
musim dingin. sementara tarakani sedemikian dekat tapi terasa
jauh sebelum kita berada di atas punggung telaga yang lupa
menyebut namanya dalam catatan harianku. memikirkanmu seperti
sungai pada hujan menikam tubuh loloda dan para petani begitu
sibuk menyusun satu demi satu batu keringat yang jatuh di antara
akelamo dan siside. dan waktu begitu ranum untuk sebuah ingatan yang harum.

Galela, 2018.


Tentang Penulis
Nuriman N. Bayan atau lebih dikenal dengan Abi N. Bayan lahir di desa Supu Kec. Loloda Utara, Kab. Halmahera Utara, Provinsi Maluku Utara, pada 14 September 1990. Anak dari Hi. Naser Dano Bayan dan Rasiba Nabiu. Saat ini menjadi Pembina Komunitas Parlamen Jalanan Maluku Utara (Komunitas Teater) dan Komunitas Penulis Tepi. Buku puisi bersamanya, antara lain: Kita Halmahera, Kitab Puisi Penyair Maluku Utara, Mengunyah Geram, Rumah Seribu Jendela, Ombak Ombak Tepi, Soekarno dan Wong Cilik Dalam Puisi, Senja Langit Jatigede, Negeri Bahari, Senyuman Lembah Ijen, Embun-embun Puisi, Bait Kisah Musim Hujan dan pernah terbit di Majalah Simalaba, Majalah Mutiara Banten serta di beberapa surat kabar (Lampung Post, Bangka Post, Posko Malut, Kabar Harian Madura) juga terpublikasi di beberapa media online. Kini tinggal di Ternate.
Sekelopak Mata dan Puisi Lainnya Karya Nuriman N. Bayan Sekelopak Mata dan Puisi Lainnya Karya Nuriman N. Bayan Reviewed by takanta on April 15, 2018 Rating: 5

Tidak ada komentar