Cerpen: Peristiwa Menjelang Pemilu Karya Ahmad Zaidi





 Oleh : Ahmad Zaidi
Sehari menjelang pemilihan umum, laki-laki itu terkapar di atas ranjang yang menopang tubuhnya bersama seorang pelacur. Hasil otopsi rumah sakit menunjukkan bahwa beberapa menit sebelum meregang nyawa, ia menelan racun. Ditemukan kandungan arsenik sianida dalam tubuhnya.
Sementara, pelacur yang menemani laki-laki tersebut pada malam itu, memberikan keterangan pada wartawan dan polisi bahwa ia tidak menyangka, lelaki yang membayarnya akan mati di atas ranjang bersamanya.
'Hidup adalah racun, sayang. Sedang kematian adalah satu-satunya penawarnya.'
"Itu adalah kalimat terakhir yang ia ucapkan pada saya." Ungkap pelacur itu.
Banyak yang menyayangkan kematian laki-laki itu sebagai caleg yang diunggulkan di kota Goosamp. Saat masih hidup ia dikenal sebagai laki-laki bersahaja, suka membantu dan memerhatikan rakyat miskin. Tak ayal ia memiliki pendukung yang banyak sehingga diunggulkan akan meraup perolehan suara terbanyak di kota kecil tersebut. Dari mulai kalangan pemuda, orang tua bahkan anak kecil sekalipun sudah paham benar, tak banyak yang bisa dilakukan oleh lawan politiknya meski dengan cara-cara curang. Nama sekaligus wajahnya tidak terpampang di jalan-jalan, di sudut perempatan, di pohon-pohon, tapi di hati para pendukung yang setia dan percaya kepadanya.
Jika ditanya siapa caleg yang merakyat? Semua orang di kota Goosamp akan menyebut namanya. Siapa caleg yang akan memberikan perubahan nyata? Semua orang di kota Goosamp akan menyerukan namanya. Siapa caleg yang akan mendengarkan aspirasi rakyat kecil dan mengutamakan kepentingan rakyat? Sekali lagi, semua orang di kota Goosamp akan melantangkan namanya.
Bahkan konon, selama proses pencalonan hingga masa kampanye, tak sepeser pun uang yang ia keluarkan. Ia menerapkan strategi politik perasaan. Bahwa setiap orang memiliki sisi sensitif bernama perasaan. "Maka celakalah orang-orang yang perasaannya mampu dikendalikan oleh uang." Ujarnya, pada sebuah pidato kampanye yang didengarkan oleh ribuan pendukungnya.
Ada anggapan bahwa kematian laki-laki itu, tak lain dan tak bukan adalah rencana terselubung yang digencarkan oleh lawan politik saingannya. Tapi tidak ada keterangan berikut bukti-bukti berupa rekaman cctv, percakapan via telepon, wasap dan email.
"Sementara ini belum ada kejanggalan yang kami temukan atas peristiwa ini. Semuanya terlihat wajar dan kami yakin ini adalah kasus bunuh diri." Ucap salah seorang polisi yang dimintai keterangan oleh wartawan.
"Belum ada yang bisa menjelaskan motif di balik kasus bunuh diri ini. Masih akan kami telusuri lebih lanjut."
"Benarkah kasus ini adalah murni bunuh diri? Bagaimana dengan pelacur yang menemani laki-laki itu?"
"Sedang kami amankan." Lanjut polisi yang dimintai keterangan oleh beberapa wartawan dari berbagai media tempat mereka bekerja.
Maka, saat hasil pemungutan suara diumumkan di TPS, laki-laki yang mati malam sebelumnya tersebut tetap mendapatkan perolehan suara terbanyak. Dengan kemenangan besar tersebut, para pendukungnya yang murung dan sedang bersedih itu langsung mendatangi dan melangsungkan upacara pemakaman yang belum pernah terjadi di kota Goosamp. Hampir semua pelacur yang ada di kota tersebut menaburkan bunga di sepanjang jalan yang akan dilalui rombongan peziarah sebagai penghormatan sekaligus penghargaan terakhir yang bisa diberikan kepada pahlawan kecil mereka.
"Aku pernah diajak bermalam di sebuah penginapan yang berandanya langsung menghadap ke pantai. Di sana, lelaki itu tidak sekalipun menyentuhku. Tapi ia membayarku lebih banyak dari om-om yang biasa membayarku dengan omongan saja."
"Lelaki itu suka mabuk. Tapi tidak sedikitpun menyentuhku. Meski ada benda keras yang ia sembunyikan."
"Ia lelaki yang kesepian, barangkali."
"Barangkali ia membayar kita untuk berbagi kesedihannya."
Begitulah, bisik-bisik di antara pelacur yang terus menabur bunga di sepanjang jalan yang dipenuhi peziarah menuju pemakaman.
"Aku tidak menyangka, laki-laki itu akan meninggal sebelum menikmati kemenangannya."
"Tapi, bukankah sejak awal ia sudah menang?"
"Memang, kemenangan yang mestinya dirayakan dengan meriah, bukannya dengan upacara kematian."
Di bawah pohon kamboja yang merontokkan daun serta bunganya, laki-laki itu dimakamkan. Tak ada keluarga yang datang, kerabat sebab tak ada yang tahu dari mana sebenarnya laki-laki yang memiliki ribuan pendukung ini berasal. Mungkin ia tokoh cerpen yang sengaja diciptakan dari sebuah ketiadaan agar tak mudah diingat. Mungkin sejak awal, ia memang direncanakan untuk mati secara tragis dan dramatis. Tapi benarkah ia mati bunuh diri?
Pemakaman itu berlangsung dengan hening dan khidmat. Saat satu per satu peziarah meninggalkan area makam dan menjauh, tiba-tiba seorang perempuan yang kehadirannya disamarkan remang senja, tampak menaburkan bunga-bunga sama seperti yang dilakukan pelacur tadi. Ia seperti membisikkan sesuatu.
Sampai di rumah masing-masing, para pendukung tadi yang baru pulang dari pemakaman, duduk menonton televisi dan menyimak berita yang menayangkan bagaimana berbagai pendapat mulai seorang pakar politik sampai artis tentang tanggapan mereka terhadap kematian seorang caleg yang mendadak viral. Kematian yang diiringi kemenangan dan tak sempat dirayakan.
Sementara di sebuah gedung, sedang dilangsungkan rapat yang cukup alot tentang siapa yang berhak menggantikan posisi yang dimenangi oleh laki-laki yang mati bunuh diri itu. Berbagai ahli diundang, undang-undang yang selalu diubah kembali dibuka. Berjam-jam setelahnya, rapat itu belum membuahkan hasil, selain perdebatan yang panjang dan tak kenal usai.
***

Sampai di sini, bayangkan anda tengah menulis cerita yang sama dengan apa yang baru saja saya ceritakan kepada anda sekalian. Anda menciptakan seorang tokoh laki-laki yang mati di malam hari sebelum pemilu dilangsungkan. Bisakah anda ceritakan kepada saya bagaimana sebaiknya laki-laki itu meregang nyawa? Bisakah anda ceritakan secara detail saat-saat terakhir laki-laki itu menikmati hidupnya bersama seorang pelacur di atas ranjang. Bukan. Laki-laki yang sedang anda ceritakan tidaklah sama seperti laki-laki kebanyakan yang suka main perempuan. Ia laki-laki yang cukup kesepian, dan satu-satunya yang bersedia mendengarkannya bercerita adalah para pelacur. Ia membagi banyak hal. Tentang kepahitan yang dideranya hampir seumur hidup.
Jika sudah berhasil, sekarang, bisakah anda menjawab pertanyaan, mengapa laki-laki yang sedang anda ceritakan mencalonkan diri sebagai caleg? Lalu kenapa ia memilih mati bunuh diri?
Saya hanya punya satu kata kunci. Laki-laki yang sedang anda ceritakan bernama Iwo.


Rumah Baca Damar Aksara,
03.19 AM

[1] Cerita ini terinspirasi dari cerpen Zen R.S berjudul "Caleg yang Mati di Hari Pemilihan Umum"
Cerpen: Peristiwa Menjelang Pemilu Karya Ahmad Zaidi Cerpen: Peristiwa Menjelang Pemilu Karya Ahmad Zaidi Reviewed by takanta on Januari 06, 2019 Rating: 5

2 komentar