Bejo, Suhaden, Kopi, Senja dan Rendra


Saya mempunyai teman, namanya sebut saja Bejo. Bejo awalnya adalah orang yang kaku. Cara berpikir dia sangat positivis dan rasional. Sehingga, dia paling benci dengan mewek-mewek, perasaan dan puisi. Setiap kali saya me-repost puisi atau quotes tentang kejombloan atau lebih halusnya, kesepian saya, dia selalu bilang ah lebay lu. Anehnya, dia yang rasional, positivis dan anti perasaan itu di kemudian hari malah punya pacar. Tapi, semua citra itu berubah saat negara api menyerang. Eh salah, maksut saya, semua citra itu berubah saat orang ketiga menyerang, merusak hubungan dia dan pacarnya.
Entah mengapa, Bejo yang sangat rasional dan positivis itu bisa juga patah hati dan galau. Dalam hati saya berkata, mampus kau, kau sendiri yang sok-sok an bilang bahwa kita tak boleh terlalu diperbudak perasaan. Dan ternyata, malah dia sekarang yang galau berhari hari dan jarang makan. (belakangan saya ketahui dia jarang makan bukan karena cinta, tapi karena belum kiriman). Lalu, setelah perubahan itu, muncul perubahan-perubahan lain. sejauh pengamatan saya, perubahan baru itu antara lain; dia mulai sering membagikan kata-kata mutiara tentang cinta di story Whatsapp dan dia menambahkan OA puisi di Line maupun di Instagram.
`Dan puncak dari keterkejutan saya adalah pada saat dia, jauh dari bayangan saya, mulai sering meng-upload kata-kata puitik buatannya sendiri, yang bernapas lara dan duka di Insta story, dengan latar belakang hitam (yang saya tahu itu diupayakan dengan menutup kamera smartphone dan memotonya). Lebih terkejut lagi, saat suatu hari dia mengutarakan dia tertarik untuk menggeluti puisi. Sebagai penikmat seni, saya sangat mengapresiasi ketertarikan itu. Dan semenjak itu lah teman saya ini rajin mengunggah puisi di media sosialnya. Minimal satu hari satu kali. Atau kalau bukan puisi, setidaknya dia mengunggah satu dua kalimat galau di instastory-nya.
Sejauh pengamatan saya, frekuensi dia dalam mengunggah karya akan bertambah intens, seiring  semakin sering mantan dia bermesraan dengan pacar barunya. Saking intensnya, kalo dilihat di instastory-nya, di bagian atas yang biasanya ada garis panjang, berubah menjadi titik yang banyak, sama seperti titik-titik di soal ujian.
Ternyata, ketertarikan teman saya yang pertama ini mengusik teman saya yang kedua, sebut saja Suhaden, yang sudah lama menjadi pegiat puisi. Saya mungkin dapat mafhum mengapa Suhaden merasa terusik. Asumsi saya dia terusik karena frekuensi instastory Bejo yang, kalo kata nagh jaman now, nyampah atau nyepam. Dan lagi, Bejo memang tidak seperti kebanyakan Spam-er yang kalo mau nyampah izin terlebih dahulu, sory spam ehehehe. Sehingga, terkesan tidak sopan.
Tapi, asumsi saya itu menjadi gagal saat ternyata saya tahu Suhaden tidak hanya membenci frekuensi instastory itu, tapi juga apa yang ada di dalamnya. kata Suhaden suatu waktu pada saya,

Alah dasar puisi snob!!!. Bejo kan taunya cuman bersajak tentang kopi dan senja doang.”
Lah apa yang salah dengan Kopi dan Senja?. Lah wong Seno Gumira juga nulis Sepotong Senja Untuk Pacarku”  saya bertanya balik.
“Tapi, beda......ah kau memang tak mengerti. Aku lupa kau bukan penyair, lihat itu selebgram dan OA Puisi. Puisinya picisan semua, satranya satra picisan semua”
“Tapi, mau baaimanapun, kan itu bagus. Walaupun cuman dengan kopi dan senja, orang yang sebelumnya kaku jadi seneng juga bikin puisi.”
Iyas sih” dia berpikir sebentar, lalu bergumam antara seperti menemukan ide atau seperti ragu dan berkata.
“Tapi, yang jelas nih, kalau saja Rendra masih hidup, dia tidak akan bilang  aku bertanya, tetapi pertanyaanku membentur jidat penyair-penyair salon yang bersajak tentang anggur dan rembulan.’
Waduh, ekstrem juga pemikiran teman saya ini, berani-beraninya menghayal segitunya.
Terus bilang gimana?”
“Dia akan bilan,g ‘aku bertanya tetapi pertanyaanku membentur jidat penyair-penyair indie, yang hanya bersajak tentang kopi dan senja. sedangkan, ketidakadilan terjadi di sampingnya dan masih banyak kanak-kanak tanpa pendidikan termangu-mangu di kaki dewi kesenian.’”
Saya pun terdiam mencoba menemukan maksud teman saya ini. Saya mencoba menarik benang merah dari mulai Bejo, Kopi dan Senja dan Rendra.

Biodata Penulis
*AhmadMaghroby Rahman, seorang yang tengahh belajar menulis yang terkadang aoleng dengan tulisannya sendiri.

Bejo, Suhaden, Kopi, Senja dan Rendra Bejo, Suhaden, Kopi, Senja dan Rendra Reviewed by takanta on Maret 30, 2019 Rating: 5

Tidak ada komentar