Keharmonisan yang Menghilang di 2019



Tingginya kasus pelaporan, penyebaran hoax,  dan sentiment secara filosofis menunjukan hilangnya keharmonisan dalam berwarganegara. Keharmonisan berwarganegara adalah sebuah keadaan masyarakat yang mampu menyesuaikan dan mengarahkan dirinya sesuai dengan aturan yang telah ada, sebagai makhluk sosial dan politik (zoon pliticon). Sebagai makhluk sosial, masayarakat artinya bahwa setiap orang ditakdirkan Tuhan untuk senantiasa hidup saling berdampingan satu dengan yang lainya. Dalam ruang lingkup keanekaragaman baik secara ras, suku, agama, budaya, ekonomi dan politik.

Sedangkan sebagai makhluk politik. Masyarakat artinya bahwa dalam setiap diri manusia telah diberikan bekal oleh Tuhan yaitu akal pikiran untuk dapat mempertahankan hidupnya dan mencapai cita-cita yang diinginkan dengan menyusun strategi dalam bertindak untuk mewujudkannya, dan bisa bersaing mengalahkan orang lain dengan segenap aturan yang telah ada. Dua hal ini lah yang merupakan ruh pokok untuk menciptakan keharmonisan dalam kehidupan berwarganegara, masyarakat harus mampu menempatkan perbedaan dalam kehidupan berwarganegara dengan baik, dalam upaya untuk menciptakan keharmonisan.
Tetapi hal ini tidak terjadi jika melihat pada realita dan fakta saat ini, keharmonisan berwarganegara seolah hanya menjadi sebuah perdebatan dan harapan minor pagi masyarakat Indonesia saat ini. Bahkan bisa penulis katakan yang mungkin memang tidak terlalu berlebihan, suasana keharmonisan berwarganegara ditahun politik 2019, telah menghilang. Hal ini terbukti dengan banyaknya kasus pelaporan, penyebaran hoax, isu sara, dan tingginya rasa sentiment satu dengan yang lainya.
Penulis berpandangan setidaknya ada tiga faktor yang menyebabkan hilangnya keharmonisan dalam berwarganegara di tahun politik 2019. Pertama, krisis literasi. Kedua, krisis toleransi. Ketiga, akibat aktor politik.
Pertama, tentang literasi, literasi secara umum adalah kemampuan individu mengolah dan memahami informasi saat membaca atau menulis. Literasi dalam hal ini memiliki pengertian yang kompleks, dinamis dan bisa didefinisikan dengan beragam cara dan sudut pandang, namun hakekatnya kemampuan baca tulis seseorang merupakan dasar utama bagi pengembangan makna literasi secara lebih luas. Menurut riset yang dilakukan oleh Central Connecticut State University pada bulan Maret 2016, Indonesia menduduki peringkat ke- 60 dari 61 negara. Tingkat minat baca masyarakat Indonesia menduduki salah satu posisi terendah kedua dalam ruang lingkup global, minimnya minat baca masyarakat Indonesia saat ini merupakan sebuah bencana intelektual di tengah membludaknya arus informasi saat ini.
Era globalisasi. Perkembangan intenet yang sangat pesat menciptakan arus informasi tersebar dengan cepat, serta dapat diakses kapanpun dan dimanapun. Perkembangan teknologi dan internet sebenaranya jika mampu dimanfaatkan dengan tepat  merupakan sebuah keuntungan untuk perkembangan literasi digital bagi masyarakat Indonesia saat ini, namun jika tidak mampuh dimanfaatkan dengan tepat maka akan membawa sebuah bencana yang luar biasa di era digital sekarang ini. Hal ini berkembang sesuai dengan pesatnya arus informasi, informasi yang tersebar kini tidak hanya dari situs berita resmi, tetapi banyak tersebar dalam media sosial yang memang masih diragukan tingkat kebenaran (validitasnya). Era globalisasi, membentuk masyarakat yang mudah terbawa informasi tanpa mengoreksi terlebih dahulu tentang kebenarannya,  hal semacam ini mendorong tumbuh suburnya informasi hoaks di masyarakat.
Hoaks (berita bohong) menimbulkan keresahan dalam masyarakat dan berpotensi menimbulkan konflik. Hoaks yang biasanya berbumbu ujaran kebencian menciptakan ketegangan dalam kehidupan berwarganegara. Hal ini membuat hilangnya keharmonisan  dalam kehidupan berwarganegara, dikarenakan kondisi masyarakat Indonesia yang masih belum bisa mengelola informasi yang tersebar dengan baik. Ketidakmampuan masyarakat dalam mengelola informasi dengan baik, merupakan akibat dari minimnya tingkat literasi masyarakat Indonesia, maka dari itu tingkatkan budaya literasi, maka pengetahuan akan meningkat, sehingga akan mampuh mengembalikan akal sehat masyarakat dalam menerima informasi,  hal ini akan mampuh meciptakankeharmonisan dalam kehidupan berwarganegara.
Kedua, tentang toleransi, toleransi secara umum suatu konsep untuk menggambarkan sikap saling menghormati dan saling bekerjasama dalam kelompok-kelompok masyarakat yang berbeda baik secara etnis, budaya, politik, maupun agama. Salah satu faktor menghilangnya kedamaian berwarganegara saat ini adalah memudarnya sikap toleransi, padahal bangsa Indonesia berdiri di atas perbedaan, hal ini sudah tercermin sejak zaman dulu sebelum Indonesia merdeka. Terbukti dalam Pancasila dan Bhineka Tungal Ika sebagai semboyan dasar negara Republik Indonesia yang berarti berbeda beda tetap satu, dalam butir pertama pancasila dituliskan kata “Ketuhanan yang Maha Esa” kata “Ketuhanan” jelas menunjukan bahwa Indonesia dari sejak zaman dulu telah menjunjung tingi rasa toleransi.
Perumusan pancasila merupakan titik temu dari kondisi masyarakat Indonesia yang sangat beragam. Dari catatan historis bangsa Indonesia, bahwa toleransi muncul di tengah ujian perbedaan untuk Indonesa berkemajuan, pada masa itu kemampuan untuk mengelola kepentingan umum di atas kepentingan pribadi menjadi sebuah tantangan besar dalam kondisi masyarakat Indonesia yang sangat beragam, namun dengan kemampuan mereka mengelola persatuan di tengah perbedaan pada kala itu menjadi sebuah supermasi kekuatan yang melengkapi dan menjadikan bangsa Indonesia, bangsa yang berkemajuan.
Tingginya sikap  tolerasi pada kala itu membuat bangsa Indonesia hidup dalam sebuah bingkai persatuan di tengah perbedaan dengan saling melengkapi dan menguatakan. Sehingga hal ini mampuh menciptakan suasana keharmonisan dalam kehidupan berwarganegara. Yang pada sekarang ini sudah tidak diraskan.
Ketiga, akibat aktor politik. Politik menurut Aristoteles adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kadilan dan kebaikan bersama. Untuk mewujudkan tujuan tersebut tentu diperlukan cara yang baik yang mengutamakan ketentuan nilai dan aturan dalam kehidupan berwarganegara, sehingga dalam prosesnya dapat menghadirkan suasana positif dalam masyarakat, hal positif tersebut harus tercermin dari ucapan, perilaku dan pikiran para aktor politik.
Dalam hal, perdebatan, perbedaan dan perselisihan adalah sebuah keutamaan peroses politik. Ketiga poin di atas merupakan hal yang tidak dapat dihindarkan dalam hal politik, hal tersebut terjadi tidak lain untuk bagaimana memperkaya khazanah keilmuan dan pengetahuan dalam membangun sebuah gagasan, yang dapat menciptakan sebuah kebijakan yang baik dan tepat. Tetapi pada realita sekarang terutama di tahun politik 2019 perdebatan, perbedaan dan  pereslisihan yang terjadi dalam politik malah semakin menjauhkan dari sebuah tujuan kebaikan. Kondisi perdebatan, perbedaan, dan perselisihan merupakan hal yang ideal yang harus mampuh dipahami oleh masyarakat Indonesia saat ini, terutama pada tahun politik 2019 ini.
Sangat disayangkan memang di tahun politik 2019 para aktor politik seolah memanfaatkan dan mengkapitalisasi ketidak-mampuan masyarakat dalam mengelola informasi, informasi yang diersebar seolah dijadikan alat untuk saling menyerang dan menjelekan satu sama lain. Apalagi dengan kondisi masyarakat saat ini yang lebih mengutamakan rasa sentimen dibandingkan argumen ketika menerima informasi, mudahnya mendapatkan informaasi yang tersebar di media masa baik media cetak atau media elektronik, semakin meperburuk keadaan. Peraturan kebebasan berpendapat seolah disalah-gunakan sebagai pintu untuk saling menciptakan ketegangan satu sama lain dengan penyebaran informasi atau berita yang mengandung ujaran-ujaran kebencian.
Keadaan seperti ini jika terus dipertahankan oleh para aktor politik, tidak menutup kemungkinan akan terbentuk  kelompok di tenggah masyarakat sehingga mereka saling berseteru. Bahkan banyak kasus yang sudah mulai menunjukan akan hal tersebut, misalnya kasus bongkar kuburan di Desa Toto Selatan, Kecamatan Kabila Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo, hal ini terjadi hanya karena perbedaan pilihan  calon legislatif DPRD Gorontalo antara keluarga jenazah dan pemilik tanah. Selain itu terlihat dari tingginya tingkat pelaporan pelanggaran pemilu yang tercatat di Badan Pengawas Pemilu (BAWASLU) setidaknya ada 1.247 temuan  dan laporan pelanggaran, baik secara aturan maupun moral, 331 diantaranya merupakan laporan dari masyarakat, sedangkan sisanya 916 pelanggaran yang di temukan oleh BAWASLU.
Keharmonisan dalam kehidupan berwarganegara merupakan hak dari setiap manusia. Dalam upaya untuk mengembalikan keharmonisan berwarganegara, maka diperlukan titik temu dibandikan titik seteru. Kuncinya terdapat pada setiap pemimpin yang berpengaruh besar pada sikap masyarakat saat ini, sikap pemimpin atau elit harus mampu menunjukan sikap keteladanan yang baik dalam berbagai hal, sehingga hal ini akan berdampak baik kepada prilaku masyarakat. Selain itu juga harus diiringi dengan penyebaran informasi yang bijak dari setiap sumber informasi, kita tidak perlu bertengkar dari setiap perbedaan, hal yang perlu kita utamkan adalah kemampuan memahami perbedaan dengan cara yang baik, seperti halnya semboyan negara kita Bhineka Tunggal Ika, karena saling menghargai di atas berbedaan memiliki nilai-nilai kebaikan seperti kebersamaan, rasa saling percaya dan tentunya persatuan.

BIODATA PENULIS
Iip Supriatna, Mahasiswa Pendidikan Sosiologi UNTIRTA. Email: iipsupriatnaz4@gmail.com bias dihubungi melalui 087774213579

Keharmonisan yang Menghilang di 2019 Keharmonisan yang Menghilang di 2019 Reviewed by Redaksi on Maret 16, 2019 Rating: 5

Tidak ada komentar