Satu Langkah Terakhir



Gelap...... hanya kepulan kabut tipis yang menemani langkahku dalam lorong yang berbatu. Tidak ada yang berasa dalam setiap langkah kaki ini. Sepi.... sepi.... yang begitu menusuk setiap lekuk tubuhku. Langkah demi langkah ku ayunkan, tanpa arah. Dan, hanya menyusuri lorong gelap yang berbatu.
“Berhenti!”...
Sebuah teriakan yang tidak begitu lantang, tapi begitu deras suara itu menusuk gendang telingaku. Ku longokkan kepala ini ke segala penjuru arah mata angin. Kosong.... tidak ada sosok apapun yang berada dekat dengan ku. Aku terdiam tidak bergerak sama sekali. Sebelum ku langkahkan kaki ini, sebentar ku longokkan lagi kepala ini ke segala penjuru arah mata angin. Hasilnya tetap sama seperti saat aku longokkan kepala ku pertama. Kosong dan kosong, tidak ada siapapun di sekitar ku.
Ku ayunkan kaki ini, langkah demi langkah mengikuti lorong gelap yang berbatu. Pikiranku hanya tertuju pada satu harap... kapan lorong gelap dan berbatu ini akan sampai pada ujungnya?
“Apakah kau tidak mendengar ucapanku tadi?”
Suara itu muncul lagi dan sepertinya tepat di samping telinga kananku. Kembali aku terdiam dan menghentikan langkah. Aku menoleh ke kanan dengan cepat. Tapi kembali yang kutemukan hanya kehampaan suasana yang betul-betul seperti semula. Kosong.... kosong....dan kosong, tidak ada siapapun selain diriku sendiri yang diselimuti kesenyapan alam sekitar.
“siapa?” teriakku memecahkan keheningan malam.
“Kalau memang kamu bermaksud baik, tampakkanlah dirimu!” untuk kedua kalinya aku berteriak lantang menanyakan keberadaan siapa yang punya suara tadi. Aku kembali termenung. Pikiran dan perasaanku campur aduk memikirkan siapa yang terus menerus berbicara dengan aku tadi. Tanpa sadar aku langkahkan kaki ini lagi, selangkah demi selangkah namun langkah ini pasti dan sepertinya tidak ada yang menghalanginya.
“Apakah kamu akan meneruskan langkahmu lagi?” suara itu muncul lagi. Sejurus aku hentikan langkahku dan diam dengan seribu bahasa. Aku tidak berani lagi untuk mencari dan mencari sumber suara itu. Aku diam... tanpa bergerak sedikit pun....  mungkin seperti patung yang tidak bertuan. Waktu terus merambat tanpa aku sadari. Hingga sang surya membiaskan sinarnya di ufuk timur dengan semburat jingganya. Ku tatap sinar itu dengan pandangan mata yang nanar dengan pikiran yang terus mencari jawaban apa yang aku alami selama ini. Saat mentari muncul dengan gagahnya, baru aku sadari. Satu langkah lagi, di mana aku berdiri mematung, terhampar lebar jurang yang menganga dihadapanku. Ternyata aku berdiri di pinggir jurang, yang satu langkah lagi jika aku melangkah akan menelan semua jiwa dan raga ini.
Melihat kenyataan ini, aku terus berpikir dan mencari jawaban apa yang aku alami. Beribu-ribu pertanyaan yang sama muncul dibenakku. Siapa yang berbicara dengan ku selama ini? Apa tujuan dia berbicara dengan ku? Hanya Tuhan yang tahu.... yang jelas aku sadar apa yang aku rasakan dan hadapi ketika sang surya tersenyum melihatku di bibir jurang itu.    
*) Abi Alfatih merupakan nama pena Pak Nur Khoiron, Guru Bahasa Indonesia di SMA Negeri 1 Situbondo.

Satu Langkah Terakhir Satu Langkah Terakhir Reviewed by takanta on Januari 25, 2020 Rating: 5

1 komentar