Puisi: Kesaksian Burung Trinil



Puisi-puisi Syukron MS


Kesaksian Burung Trinil

 

Di pagi hari: tiga burung trinil bertengger di atas deretan pagar ketika fajar matahari diam-diam semakin membara di ufuk sana. trinillah itu yang tertawa-tawa menyaksikan tumbuhan menggeliat di pelataran, sambil melompat-lompat dari dahan ke dahan kala, sambil  berkelepak dari ranting ke ranting kelepai. trinil bersaksi bahwa tiada hari baik tanpa burung yang bebas bercericit, dan kemudian terbang ke angkasa raya.

 

trinil adalah burung yang suka menyaksikan peradaban serta memandang berjuta cakrawala yang menjulang, trinil adalah burung yang suka membayangkan apakah yang akan terjadi di masa mendatang ada hubungannya dengan perjuangan. trinil adalah burung yang gigih menolak kekalutan dan kungkungan dalam kurungan. bulunya yang halus dan kakinya yang ramping berkelindan menyasar ke luar-dalam arak-arakan awan, menghirup udara segar seraya mengicaukan, "akulah ini, si burung trinil yang suka mengembara: terbang lepas ke udara, menggemakan ketegakan keadilan dimana-mana.”

 

trinil adalah lambang kehewanan tetapi ia selalu meneriakkan "inilah kemanusiaan". maka tahulah aku bahwa sebenarnya ia sangat bosan menjadi hewan yang diburu dan dipermainkan.

 

 

 

Seorang Anak Kecil yang Kehilangan Bulan

 

di atas sepeda motor butut di belakang ayahnya, anak kecil itu menengadah ke atas awan kala musim terang bulan membulat berpendaran di sebelah kanan. Memang anak kecil suka berpikir maka ia berpikir mengapa bulan selalu mengiringinya ketika di perjalanan.

 

ingin sekali ia memastikan apakah benar bulan selalu mengikutinya, maka suatu kali ia pun berjalan sendirian di depan halaman, ia ingin mengikuti bulan, akan tetapi bulannya kali ini berjalan di depannya. 

 

ia heran mengapa seketika ada pohon yang amat besar menutupi menimpa bulannya dan dadanya tergoncang begitu hebatnya. duh, sejak awal ia memang hanya ingin memastikan apakah bulan akan selalu mengikutinya, ternyata sebaliknya ia kehilangan bulan yang amat dicintainya, ayahnya telah terbenam melebur dengan baka.

 

 

 

Perjalanan Pulang

 

dalam perjalanan pulang

dari terminal ke terminal

kakiku dan kakimu tertatih-tatih menujuMu

suaraku dan suaramu terlunta-lunta memanggilNya

ada yang memakai pengeras suara

ada yang memakai sunyi suara

atas dasar cinta yang membabi buta

 

jalanan membentangkan jalur-jalurnya

tikungan dan tanjakannya amat berbahaya

sementara ruhku dan ruhmu senantiasa

berpegangan dengan teguhnya

supaya nasib baik merengkuh kita

 

kita tak pernah tahu kapan akhirnya kita di mana

kita tak pernah tahu apa jadinya suatu ketika

hanya semoga yang selalu terucapkan seperti doa

hanya syukur pabila dapat bersua pada akhir bersamaNya

 

 

 

Di antara Dua Musim

 

ia coba cerna mengapa

kobar api mengunggun ke udara

dan air mengalir bersibak ke hilirnya

 

ia coba menerka mengapa

asap kabut dari api serta tarikan terik matahari

membubungkan arak-arakan awan

 

ia coba tafsirkan apakah artinya

kala hujan mericikkan rintik-rintiknya

ke muka bumi yang gulana

 

 

 

Di Satu Fase di Satu Masa

 

seorang anak kecil

menangis karena tak dibelikan es krim

oleh ibunya kemarin

 

seorang anak manja

menangis karena tak mau ditinggalkan 

seorang ibu di rumahnya yang horor pintu jendelanya

 

seorang anak remaja

menangis karena lagu yang didengarnya merdu

sendu yang dibuat-buat itu

 

seorang anak dewasa

menangis karena pasang-surutnya cinta

dan naik-turunnya tangga: haluan dan godaannya

 

 

 

Catatan Kaki

 

kucari-cari catatan kakimu 

kata yang asing itu

tapi tak dapat kutemukan

kata-kata penjelasan

 

 

 

Penulis:

Syukron MS, lahir di Probolinggo, Juni 2001.

Puisi: Kesaksian Burung Trinil Puisi:  Kesaksian Burung Trinil Reviewed by takanta on November 29, 2020 Rating: 5

Tidak ada komentar