Cerpen: Pohon yang Rapuh
Oleh: Nurmumtaz Sekar Ramadhan
"Pohon, kau
tidak harus selalu terlihat kuat. Aku tahu, ada bagian dirimu yang rapuh. Di
dalam. Dan aku menyadarinya-"
...
Sebuah pohon kesepian tumbuh lebat di
pekarangan rumah seorang nenek yang beberapa hari telah tiada. Karena tidak
adanya seseorang yang tinggal di sana lagi, menjadikan halaman rumah berserakan
dedaunan kering. Dari beberapa tanaman yang tumbuh, sebagian sudah mati dan
layu. Sedangkan, pohon itu tetap berdiri kokoh.
Di tempatnya berada,
tepat di dekat pagar, pohon tersebut ada dan selalu melindungi beberapa tanaman
yang masih tumbuh, menjaga dari terik matahari dan hujan yang seringkali turun
dengan begitu deras. Namun, karena tidak ada campur tangan manusia yang
merawat, satu per satu tanaman akhirnya layu dan mati. Meninggalkan pohon itu
sendiri. Membuatnya tak berdaya karena sia-sia melindungi sesuatu.
Hari-hari pohon
lalui dengan kesedihan, daun-daun yang jatuh dari ranting menandakan bahwa
pohon sedang bersedih karena ia tidak bisa melindungi tanaman yang tersisa.
Bahkan rasa kesepian melanda membuat pohon tidak kuat untuk tumbuh sendiri.
Pohon berharap ada sebuah petir yang menyambar agar ia tidak merasa menderita
lebih lama lagi.
Di saat pohon
benar-benar pasrah akan kehidupannya, sebuah suara yang asing mulai terdengar.
Pohon menyadari bahwa ada Lila yang baru saja turun dari sebuah mobil van, cucu
nenek itu. Lila mengenakan kaos bergambar pantai dengan celana kain berwarna
biru. Lila turun sembari mengamati sekitar.
"Setelah sekian
lama, akhirnya aku kembali ke rumah ini," Lila menatap tidak percaya bahwa
di hadapannya rumah tersebut kini tampak tidak terawat, dedaunan kering
bertumpuk dan berserakan di halaman.
Lila lantas
menjinjitkan kakinya memasuki pekarangan rumah menuju pintu. Ia menatap
sekeliling dan tatapannya kini terfokuskan pada sebuah pohon yang masih berdiri
kokoh dengan daun yang tumbuh lebat. Kakinya melangkah pelan mendekat ke arah
pohon, ia mengamati lekat dan merasa bahwa pohon ini satu-satunya yang masih
tumbuh, sementara tanaman lain sudah layu dan mati.
"Bagaimana kau
bisa tetap kokoh sampai sekarang, pohon?" Lila berbicara kepada pohon dan
mengaitkan tentang dirinya. "Sedihkah kau menjadi saksi dari sesuatu yang
datang dan pergi? Seperti aku ini," katanya yang seolah mengungkapkan hal
terpendam dengan tatapan iba. "Aku kembali, pohon! Dan aku akan tinggal di
sini, meskipun sendiri." Kemudian, Lila bergegas melangkah menjauh dan
memasukkan barang-barang pribadinya ke dalam. Membereskan semua hal yang
berantakan. Termasuk dirinya.
Lila tidak menyadari
bahwa pohon ini mendengar dan merasa tersentuh akan kedatangan Lila disaat
pohon tengah pasrah akan kehidupannya. Pohon mengamati berbagai hal yang Lila
lakukan seorang diri untuk membersihkan rumah serta halaman dalam keheningan.
Tampaknya, dari
campur tangan Lila, sejak ia tinggal di sana, tumbuhan dan bunga mulai tumbuh
di sekitar pohon. Menjadikan pohon merasa ada yang hidup kembali.
Pohon merasa bahwa
ia bisa melindungi sesuatu lagi. Dan kali ini, pohon ingin menunjukkan bahwa
dirinya berguna meskipun Lila sekalipun tidak menyadari.
Seperti ketika Lila
merasa banyak sekali dedaunan dan ranting yang berserakan di halaman, pohon
dengan kuat menahan agar bagian dirinya yaitu daun dan ranting tidak jatuh dan
tidak membuat Lila harus kelelahan menyapu halaman, pohon juga melindungi
beberapa tumbuhan dan bunga yang Lila tanam ketika hujan sedang turun deras,
dan pohon seolah membuat dirinya menjadi nyaman untuk tempat bersantai Lila di
tengah kerumitan pikirannya.
Namun, suatu kali
hujan dan badai datang begitu dahsyatnya. Menggoyangkan ranting-ranting pohon
juga pagar rumah yang telah roboh. Dengan sekuat tenaga pohon memaksa agar
bagian dirinya tidak mengenai genting ataupun dinding rumah. Sebab pohon tidak
mau membuat Lila merasa bertanggung jawab akan kerusakan yang berasal darinya.
Sementara, di dalam
rumah, Lila begitu ketakutan akan suara petir yang terus menyambar. Ia
mengamati keluar jendela di mana hujan turun begitu deras disusul angin yang
bertiup kencang hingga menggoyahkan pohon. Saking dahsyatnya hujan malam ini,
membuat Lila merasa was-was akan hal yang menimpa dirinya. Bahkan pohon yang
ada di halaman rumah.
Benar saja, di pagi
ketika Lila melihat kondisi luar, betapa berserakannya daun dan ranting, tumbuhan
dan bunga yang rusak, serta pagar rumah yang roboh. Semuanya menjadi kacau
sehingga Lila terpaksa harus memanggil orang untuk membantu membereskannya.
Di saat situasi yang
tidak kondusif, Lila menyadari bahwa pohon ini masih berdiri kokoh meskipun terdapat
ranting yang hampir mengenai jendela rumah. Tidak hanya itu, berkat tumbuhan
dan bunga yang berada di bawah pohon, membuat tumbuhan dan bunga terselamatkan
dari hujan semalam.
Hal ini menjadikan
Lila merasa penuh pertanyaan. Lila menghampiri pohon dan menatap lekat, seolah
pohon tampak berusaha melindungi sesuatu. Dalam pengamatannya, ada sesuatu yang
Lila rasakan dan sulit dijelaskan oleh nalar manusia. Dan dengan penuh
kehati-hatian, Lila meraih ranting pohon yang hampir mengenai jendela, baru saja
menyentuh ranting itu, ranting itu seketika patah.
"Ternyata pohon
ini rapuh," Lila mengatakan setelah akhirnya dua orang pria paruh baya
menghampiri untuk membereskan kerusakan di halaman rumah.
Percakapan mereka
didengar oleh pohon bahkan dua orang tersebut membujuk Lila untuk menebang
pohon di halaman rumah. "Nak, sebaiknya pohon ini ditebang saja. Lagipula
sudah terlalu tua," ungkap salah satunya.
Lila menimbang
dengan memandang ke arah pohon seolah menyadari sesuatu. Lalu, ia pun
memberitahukan kepada keduanya. "Tidak, Pak. Biarkan pohon ini tetap
tumbuh. Lagipula hanya pohon ini satu-satunya yang tersisa."
Mendengar pernyataan
Lila, keduanya tidak memusingkan dan segera membereskan apa yang menjadi
pekerjaannya. Sampai semuanya selesai dan pergi, Lila akhirnya benar-benar
mengamati pohon yang kini di hadapannya dengan satu tangan menyentuh bagian
batang pohon.
"Ada sesuatu
yang aku tahu tentangmu, pohon!" Di tengah embusan angin, Lila berbicara
sesuatu. Seolah ia benar-benar menyampaikan kepada pohon. Lila mengamati pohon
begitu lekat dan sesuatu mendorongnya untuk berbicara. "Sejak aku datang
kembali, aku tahu ada yang berbeda dari kau yang tumbuh. Aku merasa kau
benar-benar hidup, pohon," katanya dan Lila juga mengungkapkan bahwa selama
ini dia menyadari bahwa berdirinya pohon yang kokoh menyimpan kerapuhan.
Dan seperti
berbicara dengan manusia, Lila akhirnya mengatakan dengan perasaan penuh iba.
"Pohon, kau
tidak harus selalu terlihat kuat," Lila mengungkapkan sembari memejamkan
kedua matanya, seolah merasa terhubung. "Aku tahu, ada bagian dirimu yang
rapuh. Di dalam. Dan aku menyadarinya," Lila kembali membuka mata. Embusan
angin kian menerpa helai rambutnya. "Jadi, pohon… Tidak masalah jika di
hadapanku kau melepas dedaunan dan ranting. Sebab aku tahu kau juga
rapuh."
Seketika pohon itu
tersentuh dengan perkataan Lila. Pohon pikir bahwa Lila akan menebang dirinya
yang terlampau tua untuk tumbuh lagi. "Selama ini.. Selama ini akhirnya
ada yang menyadarinya." Pohon mengamati Lila di bawah yang terus menyentuh
bagian dirinya. "Lila... Bagaimana kau bisa mengetahuinya?"
...
Sejak itupun, pohon
menggugurkan ranting yang sudah rapuh dan melepaskan daun-daun yang telah
kering, menjadi bukti bahwa pohon telah sepenuhnya percaya bahwa ia tidak harus
terlihat kokoh di hadapan seseorang. Sementara Lila yang seringkali merasa
sendiri, kini telah membuka diri, bahkan ia telah mengajak sanak saudaranya
untuk berkumpul di rumah peninggalan sang nenek. Menjadikan harinya tampak
hangat dan menyenangkan.
Di malam ketika Lila
dan sanak saudaranya beristirahat, hujan turun lagi dengan begitu deras dan
petir yang terus menggelegar. Dari semua hal, hanya pohon di luar yang Lila
khawatirkan karena eembusan angin yang kencang seakan menggoyahkan batang
pohon. Sayangnya karena mengantuk, Lila menjadi terlelap.
Hingga di paginya,
Lila menyadari bahwa pohon di hadapannya kini telah tumbang mengenai pagar
rumah, ranting-ranting patah, dan dedaunan berserakan. Di hadapan sanak
saudaranya, Lila justru menangis yang membuat semuanya keheranan. Lila berulang
kali mengatakan bahwa ia tidak bisa menjaga pohon dan terus merasa bersalah.
Namun, sesuatu
seolah memberi pesan pada Lila yang hanya dimengerti olehnya. Di antara
dedaunan yang berserakan, ia menemukan tulisan, seolah pesan dari pohon.
"Lila, aku sudah terlalu tua untuk tumbuh. Terima kasih atas kebaikan kau,
Lila. Hanya kau yang tahu aku rapuh."

Tidak ada komentar