Situbondo Kota Sederhana: Menuju Kota Istimewa
Oleh: Jamilatul
Hasanah
Tanpa meninggalkan
tugas utama, saya mengajar terlebih dahulu sebelum berangkat ke Situbondo. Usai
mengajar, saya pun pamit kepada kepala sekolah dan guru untuk pulang lebih
awal. Tidak lupa menyalami siswa.
"Bunda Mila
mau ke mana?" kata salah satu siswa.
"Bunda pulang
duluan ya, mau ke acara di Situbondo," saya menjawab dengan tersenyum
Saya pun beranjak
dari ruang kelas menuju tepi jalan raya. Duduk di kursi semen tepat di pintu
masuk Kantor Desa Curah Kalak sembari menunggu angkot. Biasanya Bapak yang
selalu siap mengantar, setiap kali pergi ke acara literasi. Namun kali ini,
saya memilih berangkat sendiri menggunakan angkutan umum.
“Nanti diantar
Bapak ke Situbondo,” kata ibu sebelum saya berangkat.
“Tidak usah, Bu.
Saya berangkat sendiri naik angkot. Kasihan sama Bapak menunggu. Takut lama
acaranya. Ingin kumpul bareng teman-teman setelah acara.”
“Mungkin ada janji
dengan orang, nanti dijemput di terminal."
“Tidak, Bu, saya
mau naik becak ke pendopo. Tidak janjian dengan siapa-siapa.”
Angkutan umum masih
sangat dibutuhkan bagi saya dan tentunya masyarakat yang tidak bisa berkendara
alias tidak bisa naik motor. Seiring berjalannya waktu, angkutan umum semakin
sepi dan butuh waktu lama untuk menunggu. 15 menit berlalu, akhirnya yang
ditunggu-tunggu muncul dari arah timur. Dengan lambaian tangan, angkutan umum
yang disebut "Kol" oleh masyarakat setempat langsung berhenti. Tepat
jam 08.45, saya berangkat. Kol berwarna putih melaju dengan cepat ke arah
barat. Situasi dan kondisi di dalam kol sangat sepi. Bagian depan ada pak sopir
dan dua penumpang perempuan paruh baya, sementara saya duduk sendiri di kursi
bagian tengah.
"Turun di
mana, Mbak?"
"Turun di
terminal, Lek."
"Mau ke
mana?"
"Saya mau ke
pendopo, Lek"
"Ya sekalian
langsung turun di sana. Ini saya mau antar penumpang ke RSUD."
"Bayar berapa
ya Kek kalau langsung?"
"Terserah sudah, Mbak. Seikhlasnya."
Bersyukur banget
bertemu Pak Sopir yang baik, mengantar langsung ke lokasi tanpa menarget
ongkos. Setidaknya, perjalanan kali ini lebih cepat sampai tanpa turun di
terminal. Kol berhenti tepat di depan Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Situbondo.
Sebelum turun, saya membayar ongkos dan tidak lupa mengucap terima kasih kepada
Pak Sopir.
Saya kembali
melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki menuju Pendopo Rakyat Situbondo.
Pertama kalinya menyeberang jalan sendirian di kota melalui zebra cross.
Lanjut berjalan di trotoar ke arah Selatan sambil merekam perjalanan melalui lensa
kamera. Seakan-akan kembali bernostalgia saat menyusuri Alun-alun Situbondo
bagian Timur. Apakah ada kenangan yang pernah tertinggal di sini?
Setelah menempuh
perjalanan ±22 Km, akhirnya tiba di lokasi acara, Pendopo Rakyat Situbondo.
Disambut sapaan hangat dan senyum indah teman-teman literasi di meja
registrasi. Dek Sekar, Dek Wilda, dan Mbak Novi menjadi panitia di acara ini.
Melihat semua panitia kompak memakai seragam berwarna putih yang bertuliskan
"Situbondo Kota Sederhana". Gambarnya cantik, desain sampul buku yang
akan diluncurkan dan didiskusikan hari ini.
Saya melihat layar
gawai menunjukkan jam 09.20 WIB. Kursi berwarna biru yang tersedia, hampir
terisi sepenuhnya oleh peserta. Saya pun diantar dan diarahkan oleh salah satu
panitia untuk menempati kursi yang masih kosong. Saya memilih tempat duduk di
sebelah timur, tepatnya nomor tiga dari depan. Saya dapat leluasa menikmati
alunan musik kroncong yang ditampilkan oleh Pak Tizar Angga Prawira yang akrab
disapa Pak Ti bersama kawan-kawan yang tergabung dalam Kroncong Kremes. Selain
itu, perempuan yang bertugas menjadi Master of Ceremony (MC) memiliki
suara khas yang sangat ramah di telinga.
Acara Launching
dan Bedah Buku "Situbondo Kota Sederhana" diselenggarakan pada tanggal
23 April 2025 bertepatan dengan peringatan hari buku sedunia di Pendopo Rakyat
Situbondo. Acara tersebut merupakan salah satu dari serangkaian acara literasi
yang bertema "Perempuan, Literasi, dan Situbondo" selama sepekan.
Acara ini dihadiri oleh Yusuf Rio Wahyu Prayogo yang akrab disapa Mas Rio,
Bupati Situbondo. Selain itu, juga dihadiri oleh Mbak Una, selaku ketua TP-PKK
Kabupaten Situbondo yang baru dinobatkan sebagai Bunda Baca Situbondo pada
tanggal 21 April 2025. Ada rasa haru dan bahagia, pertama kalinya bertemu
dengan Bupati Situbondo dalam jarak dekat, meskipun belum sempat bersalaman.
Karena selama ini hanya sebatas melihat di beranda media sosial. Beliau hadir
memakai seragam hitam putih dan kopiah hitam. Saat memaparkan sambutannya,
beliau tampak sangat tegas dan berwibawa.
Peserta terdiri
dari mahasiswa Universitas Abdurachman Saleh, anggota komunitas literasi,
anggota TP-PKK Kabupaten Situbondo (khususnya dari kader Pokja II), serta
masyarakat umum. Pada kesempatan ini, Mas Farhan, salah satu pegiat literasi
Situbondo, berperan sebagai moderator. Sementara, Achmad Yusuf Firdaus (Dosen
sekaligus Kepala UPT Perpustakaan Universitas Abdurachman Saleh) sebagai
pemantik.
Situbondo Kota
Sederhana merupakan karya pertama Firdaus Al Faqi yang diterbitkan oleh Bashish
Publishing pada bulan Februari 2025. Sebuah buku yang berisi kumpulan tulisan
tentang keresahan-keresahan yang dirasakan oleh penulis terhadap kota
Situbondo. "Saya sudah mencoba menuliskan tentang Situbondo, agar kota
kecil ini punya jejak dalam kata-kata." Sebuah kalimat "Saking
Sederhananya Nggak Ada Apa-Apa di Sini" yang terletak di bawah judul
utama, tentunya menimbulkan rasa penasaran untuk membaca buku ini. Sesederhana
apa Situbondo? Apa makna sederhana yang sebenarnya?
Dalam hal ini, mas
Yusuf membedah secara keseluruhan, mulai dari desain sampul hingga isi buku.
Buku ini terdiri dari 18 bab yang menarik dan terbagi menjadi tiga bagian
penting yaitu infrastruktur, ekonomi, dan kearifan lokal. Mas Yusuf membahas
tentang Redudansi gapura Alun-Alun Situbondo; Situbondo dan Tol Probowangi;
GOR, Bung Karna, dan korupsi; serta fasilitas pendukung aktivitas hiburan dan
rekreasi untuk masyarakat Situbondo. Selain itu, beliau juga membahas tentang
kekurangan dan kelebihan yang ditemukan setelah membaca buku ini.
Keresahan-keresahan
yang dituliskan di dalam buku ini, tentunya juga dirasakan oleh masyarakat.
Salah satunya yaitu tidak adanya toko buku dan bioskop di kota ini.
"Pelan-pelan akan kita bereskan semua.", tanggapan mas Rio dalam
sambutannya terhadap keresahan yang dirasakan oleh masyarakat Situbondo.
Mbak Una dalam
sambutannya juga menyampaikan tentang pentingnya membaca buku dan mengajak
masyarakat untuk membaca. "Dunia buku adalah dunia imajinasi. Tempat
tumbuh dan suburnya pikiran manusia." Selain itu, Mbak Una juga menanggapi
pertanyaan dari salah satu peserta yaitu terkait tidak adanya toko buku di
Situbondo. Menurut Mbak Una, dalam waktu dekat akan menemui pimpinan Gramedia
untuk hadir membuka tokonya di Situbondo. Saat ini, sudah ada Perpustakaan
Daerah. Kita bisa memanfaatkan fasilitas yang ada dulu. Apabila merasa kurang
buku bacaannya, bisa menyampaikan kebutuhan buku yang diinginkan. Karena dari
Perpustakaan Nasional bisa memberikan bantuan 10.000 judul buku setiap
tahunnya.
"Sambil
menunggu toko buku di Situbondo terealisasi, kita hidupkan dulu Perpustakaan
Daerah," ucap Bunda Baca dengan semangat.
Antusiasme peserta
selama mengikuti acara dari pembukaan hingga selesai. Mas Farhan selalu
moderator membuka dua sesi tanya-jawab yang diserbu dengan beragam pertanyaan
dari peserta. Ada yang menyampaikan pertanyaan singkat, pengalaman yang
mengesankan di bidang literasi, ada juga yang mencurahkan keresahan. Bahkan ada
yang menyebut salah satu tokoh ilmuwan Albert Einstein.
"Cintai
Situbondo apa adanya," closing statement dari
Imam Sufyan, ketua Gerakan Situbondo Membaca (GSM) yang disebut-disebut sebagai
imam besar literasi Situbondo.
Usai acara, foto
bersama yang sangat ditunggu-tunggu. Berfoto bersama penulis dan teman-teman
komunitas literasi. Mas Farhan bersedia memfotokan kami berlima. "Coba
dilihat dulu fotonya," Bapak satu anak seakan mengerti karakter perempuan
yang suka memilih dan memilah foto paling bagus.
"Mas belum mau
pulang, kan?"
"Belum, Mbak."
"Saya mau
minta tanda tangan."
Akhirnya yang
ditunggu-tunggu datang. Mas Imron langsung mengeluarkan tiga buah buku yang
sudah saya pesan. Salah satunya ya buku bersampul biru "Situbondo Kota
Sederhana".
Saya berusaha
membuka plastik pembungkus bukunya. Bumil yang sangat peka membantu membuka
plastik bukunya. Saya pun langsung bergegas meminta tanda tangan dan kata-kata
dari penulis.
"Mas saya
minta tanda tangan dan kata-kata juga ya."
"Tanda tangan
dan nama saja ya, Mbak."
"Kata-katanya
juga, Mas."
"Apa ya, Mbak?"
"Apa saja mas,
kalimat yang menyentuh."
Tiba-tiba mas Imron
melontarkan kata-kata "Tetap semangat meskipun tanpa penyemangat."
Mas Firdaus sudah
menuliskan kata-kata di lembar pertama "Kalau gak ada someone to talk,
mending nulis aja."
Kata-kata penuh makna,
seakan memantik semangat dalam diri untuk terus berkarya. Kesendirian bukan
menjadi penghalang. Ketika tidak seseorang sebagai teman bercerita, kita dapat
menumbuhkan kata-kata menjadi tulisan indah.
Kita sebagai
generasi muda dapat berkontribusi untuk kota tercinta dengan melahirkan karya.
Merekam keindahan, mengenalkan kearifan lokal, kuliner, hingga tempat-tempat
bersejarah yang ada di Situbondo melalui tulisan-tulisan yang baik.
"Mbak Novi kan
panitia, ada tali rafia, Mbak? Ini mau ikat kotak nasi, mau dibawa pulang.
Takut tumpah."
Tiba-tiba Mbak Novi
menyodorkan kresek merah besar.
Berkat kebaikan Mbak Novi, nasi kotak saya aman sampai rumah. Tidak tumpah-tumpah.
"Sejatinya
sesuatu hal tidak harus diikat kuat-kuat, cukup dilindungi saja ya. Semua akan
baik-baik saja."
Ada perasaan
bahagia setelah bertemu kembali dengan teman-teman literasi. Rasanya energi
terisi kembali. Meski bagi seorang introvert terasa melelahkan setelah bertemu
banyak orang. Namun, bertemu orang yang satu frekuensi dan saling berbagi seputar
literasi terasa sangat menyenangkan. Mendengar obrolan hangat teman-teman dan
rencana-rencana yang akan datang, sambil menikmati kue risol kesukaan.
Saat melangkah kaki
menuju pintu keluar pendopo, tiba-tiba pasangan suami istri (pasutri) kompak
memanggil dan mengajak saya pulang bareng.
"Mbak, ayo
bareng."
"Mbak Mila ayo
pulang bareng."
MasyaAllah. Sangat
bersyukur mendapat kebaikan dari orang-orang baik di sekeliling saya. Saya
belum bisa membalas kebaikan kalian satu per satu. Allah yang membalas kebaikan
kalian semua. Hanya ucapan terima kasih tak terhingga dan doa terbaik yang bisa
saya berikan.
Terima kasih kepada
Pemerintah Kabupaten Situbondo, Dinas Perpustakaan Daerah, TP-PKK Kabupaten
Situbondo, Perpustakaan Universitas Abdurachman Saleh, serta Gerakan Situbondo
Membaca telah menyelenggarakan acara yang luar biasa.
Semoga dengan
adanya acara ini, menjadi awal yang baik untuk kemajuan literasi di Situbondo.
Tidak hanya dilaksanakan satu kali, tapi menjadi program yang berkelanjutan.
Memberikan ruang bagi penulis untuk terus berkarya dan mengenalkan karyanya
kepada masyarakat. Siapa tahu, setelah mengikuti acara ini semakin banyak karya
yang terlahir. Seperti halnya yang disampaikan oleh Mas Rio. Nanti akan ada
buku "Situbondo Kota Istimewa: Saking Istimewanya Banyak Apa-apa di Sini".
Penerbit Takanta Suara Kenangan dan Penerbit Bashish Publishing dapat membantu
dalam penerbitan karya. Agar karya kita terus abadi dan semakin banyak dibaca
oleh masyarakat.
Semoga bisa saling
bersinergi antara Pemerintah, Dinas Perpustakaan, komunitas literasi, dan
masyarakat. Demi mewujudkan Situbondo Naik Kelas.
Jika kalian
bertanya, untuk apa saya jauh-jauh ke kota hanya untuk hadir ke acara literasi?
Setiap orang
memiliki kesukaan dan prioritas masing-masing. Tentang saya yang memiliki
kesukaan di bidang literasi. Mengikuti acara literasi seperti bedah buku,
berbincang dengan penulis dan teman-teman literasi, memberikan kebahagiaan
tersendiri bagi saya. Niatkan diri untuk belajar, menambah wawasan, dan
menjalin pertemanan yang sehat dan baik. Bagaimana penulis-penulis muda
Situbondo memulai berkarya, melatih keberanian dan percaya diri, serta
memunculkan potensi diri yang kita miliki. Dengan bergabung bersama komunitas
literasi, bersyukur satu per satu impian saya terwujud.
Salam literasi naik
kelas.

Tidak ada komentar