Mendidik Anak Tanpa Kekerasan

freepik


Oleh: Yusup Nurohman*

Sosialisasi pertama anak dalam hidup adalah keluarga. Keluarga menjadi tempat anak tumbuh dan berkembang di bawah asuhan orang tua. Orang tua memiliki tanggung jawab dalam mendidik anak dalam pembentukan kepribadian dan mental anak agar berperilaku baik. Anak memiliki kepribadian baik disesuaikan dengan gaya pengasuhan dan warna lingkungan keluarga dan masyarakat setempat.

Pendidikan anak pada usia dini adalah awal dari proses pembentukan kepribadian anak. Peran orang tua tidak hanya memberikan kasih sayang saja tetapi, tugas mengenalkan anak pada diri sendiri dan lingkunganya adalah salah satu tugas orang tua. Pendidikan karakter secara halus adalah salah satu cara mendidik anak yang perlu dilakukan masyarakat.

Anak-anak dalam masa pertumbuhan tentu memiliki karakter yang berbeda-beda. Orang tua yang memilih gaya mendidik anak yang satu akan berbeda pandangan dari orang tua yang memilih gaya mendidik lainnya. Akan tetapi, Cara mendidik anak dengan kekerasan adalah hal yang tidak dibernarkan. Kekerasan kepada anak bukan lagi permasalahan yang asing di Indonesia. Kekerasan fisik sudah menjadi hal yang lumrah bagi masyarakat Indonesia.  Tahun 2020 di bulan Januari sampai Juni tercatat 3.928 kasus kekerasan anak. 

‘Demi kebaikan’ bukanlah alasan yang bisa membenarkan praktik kekerasan oleh orang tua kepada anaknya. Alih-alih memberi efek positif dan mengubah perilaku anak. Sebagian masyarakat malah justru merasakan efek yang negatif. Kekerasan pada anak tidak hanya berupa kekerasan fisik tetapi juga bisa berupa kekerasan yang menyerang mental anak. Efek negatif yang ditimbulkan kekerasan bisa teringat sampai anak itu dewasa sehingga anak akan terganggu mentalnya.

Kekerasan yang menyerang mental sang anak ini menyangkut emosional, di mana kekerasan emosional dilakukan dengan cara yakni meremehkan atau mempermalukan anak hingga mengancam anak. Kekekrasan mental akan berbahaya untuk masa depan anak terlebih jika anak sudah pandai bergaul dengan lingkungan yang ada.

Banyaknya angka kekerasan pada anak yang terus naik menggambarkan peran orang tua yang kurang dalam mendidik anak. Data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemenpppa) tercatat pada 1 Januari–19 Juni 2020 telah terjadi 3.087 kasus kekerasan terhadap anak, diantaranya 852 kekerasan fisik, 768 psikis, dan 1.848 kasus kekerasan seksual hingga 15 Juni 2020, telah masuk 8.842 aduan ke layanan kemenpppa.

Di Indonesia naiknya angka kekekrasan pada anak juga yang dipengaruhi oleh pernikahan di bawah umur dimana usia tersebut sebenarnya belum matang untuk membangun rumah tangga sehingga labilnya perilaku dan pikiran dapat melakukan tindak kekerasan terhadap anak. Peran pemerintah juga perlu dalam menurunkan angka kekerasan pada anak. Regulasi pemerintah harus ditingkatkan untuk meminimalisir tindakan kekerasan kepada anak, yang bersifat keras dan memaksa, dan juga regulasi tentang pernikahan dini. Cara ini sebagai upaya dalam menekan angka pernikahan di bawah umur di Indonesia

Sosialisasi tentang regulasi dalam menikah dan pernikahan dini perlu diprogramkan oleh pemerintah.  Masyarakat supaya sadar akan peranan orang tua yang harus bertanggung jawab terhadap anak dan cara mendidik yang baik tanpa kekekrasan. Sasaran utamanya adalah para pelajar yang masih di bawah umur karena pernikahan dini adalah salah satu pemicu naiknya kekerasan pada anak. Tindakan ini sangat tepat karena di Indonesia masih banyak anak yang putus sekolah dikarenakan menghamili atau hamil duluan.    

Mendidik anak tanpa adanya kekerasan emosional maupun fisik adalah cara terbaik membentuk kepribadian anak. Gaya asuh disiplin yang positif adalah win-win solution. Kita bisa sama-sama menentukan peraturan mana yang sama-sama menguntungkan dan apa solusi yang diperlukan jika ada masalah. Orang tua harus disiplin dan juga memberikan kasih sayang kepada anak.   

Dalam mendidik anak harus diketahui bahwa sang anak adalah harapan bagi orang tua, dan orang tua sendiri harus tau bagaimana cara agar mendidik anak dengan baik tanpa adanya kekerasan. Orang tua sebagai pelaku sosialisasi pertama pada anak harus menjadi teladan dengan berperilaku baik dan tidak semena-mana. Contohnya adalah ketika tidak berdebat atau bertengkar dengan suami/istri di depan anak. 

Anak-anak akan memiliki memori yang kuat dalam mengingat suatu peristiwa hingga sampai dewasa. Pengetahuan ini harus diketahui oleh orang tua. Oleh karena itu, jangan sampai orang tua meninggalkan memori yang buruk apalagi adanya tindak kekerasan. Orang tua harus sabar dan terus mengingatkan jika anak melakukan tindakan tidak baik. Kekekrasan pasti menimbulkan dampak buruk bagi anak baik secara fisik dan mentalnya

Peran orang tua terhadap anak bisa dilakukan dengan beberapa tahap yang pertama adalah tahap mendampingi. Setiap anak memerlukan perhatian dari orang tuanya. Anak akan merasa terlindungi dan memberikan rasa aman terhadap anak. Orang tua bisa memberikan perhatian yang berkualitas dengan meluangkan waktu menemani anak, seperti mendengar ceritanya, bercanda atau bersenda gurau, bermain bersama dan sebagainya. Menyediakan media bermain yang lengkap akan membuat anak merasa senang.

Selanjutnya adalah menjalin komunikasi. Komunikasi berperan penting dalam menjalin hubungan orang tua dengan anak. Masalah-masalah anak akan dapat diselesaikan apabila terjalin komunikasi yang baik. Komunikasi adalah jembatan yang menghubungkan keinginan, harapan dan respons masing-masing pihak. Melalui komunikasi, orang tua dapat menyampaikan harapan, masukan dan dukungan pada anak sehingga anak bisa diarahkan dalam pembentukan kepribadianya.

Orang tua perlu memberikan kesempatan pada anak. Kesempatan pada anak dapat dimaknai sebagai suatu kepercayaan. Kesempatan ini tidak hanya sekadar diberikan tanpa adanya pengarahan dan pengawasan. Terkadang orang tua perlu memberikan kelonggaran anak dalam bergaul. Hal tersebut akan membantu anak dalam bersosialisasi dengan lingkungan yang ada dan menumbuhkan rasa percaya diri.

Pengawasan harus diberikan pada anak agar anak tetap dapat dikontrol dan diarahkan. Pengawasan yang dimaksud bukan berarti dengan memata-matai. Pengawasan dibangun dengan dasar komunikasi dan keterbukaan. Orang tua bisa secara langsung dan tidak langsung untuk mengamati dengan siapa dan apa yang dilakukan oleh anak, sehinga dapat meminimalisir dampak pengaruh negatif pada anak.

Peran orang tua terakhir yang bisa dilakukan adalah Mendorong atau memberikan motivasi. Motivasi pada anak sangat diperlukan dalam mendidik anak. Adanya motivasi akan memberikan dorongan dan semangat anak dalam mencapai apa yang diinginkan anak. Anak yang belum berhasil bisa didorong untuk terus mencoba dan tidak pantang menyerah.

Peran orang tua terhadap anak sangat memengaruhi pertumbuhan anak. Bagaimana anak itu terbentuk karakter baik adalah peran orang tua yang mendidik anak dengan disiplin-positif. Kekerasan bukanlah cara membentuk kepribadian anak. Kita boleh tegas tetapi juga mendorong anak untuk terus belajar dan mengenali diri. Banyak hal yang bisa dilakukan tanpa melibatkan kekerasan.

Stop Kekerasan Anak!

 

*) Mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga, Dapat dihubungi di Instagram: @yusufnurohmann.

Mendidik Anak Tanpa Kekerasan    Mendidik Anak Tanpa Kekerasan Reviewed by Redaksi on Januari 20, 2021 Rating: 5

Tidak ada komentar