Puisi : Tikungan Berdebu Karya Ayif Saifir R.



Puisi-Puisi Saifir Rohman

Kenangan Sang Bapak

Bapak duduk menghadap pintu di ruang tamu.
Lengannya bersendekap, punggungnya
menempel ke sandaran kayu.
Katanya, ia sedang memeriksa bekas tusukan paku,
seraya meraba-raba benjol ungu pukulan sang palu.

Ya, di masa mudanya, Bapak adalah seorang perantau
dan tukang kayu.

Sebagai kenangan yang dihadiahkan masa muda,
keduanya, bagi Bapak, terlalu berharga
untuk sekadar membingkainya
ke dalam sebuah album atau figura.

Kata Bapak, “Kenangan ini lebih hebat dari ijazahmu, Nak!...”
“Ijazahmu bila dibakar menjadi abu, kenangan Bapak,
belum juga dibakar, sudah sering menjadi hantu. Hebat, bukan?”
“Hahaha,” Bapak ketawa.

Tapi di manakah sejatinya bekas dan benjolan itu?
Di kaki, tangan, hati, atau di matanya yang sendu?

Atau keduanya telah bersekutu dengan kasih Ibu,
yang dengan kelembutannya,
selalu mencegat langkahku di muka pintu.

Situbondo, 01 Februari 2019


Kopi Allahumma

Kopi saya kopi hitam biasa.
Hanya saja, biji kopinya,
disangrai bunda di atas bara doa,
ditumbuk pada lesung lapang dada,
dan airnya direbus menggunakan api cinta.

Kopi saya kopi hitam biasa;
kopi Allahumma.

Situbondo, 01 Februari 2019


Di Sunyi Jalan Ini

Bahkan sunyi jalan ini
masih mengandung suaramu;
suara kanak-kanak ketika kau
mengeja dan memain-mainkan kata “kau”
menjadi “aku.”

Situbondo, 01 Februari 2019


Tikungan Berdebu

Seperti tikungan berdebu.
doa kita selalu tabah ditumbuhi rindu.

Kita pun demikian,
duduk memandang langit di lapuk bangku waktu,
hingga fajar melahirkan ribuan senja berambut ungu.

Seperti tikungan berdebu,
bunga rindu bermekaran di puing waktu.
Menabur wangi manis yang kita tunggu.

Sumenep, 16 Mei 2015


Ketika Kaki-kaki Kemarau Pergi

ketika kaki-kaki kemarau pergi,
padi dan bangau minum dan mandi
sejuk air yang tak perlu dibeli.
mata air hidup kembali.
lengan-lengan parit dengan santun
menyalurkannya ke sekujur sawah kami.

ketika kaki-kaki kemarau pergi,
riang bocah mandi di pinggir perigi.
suara timba dan airnya terdengar
mengajak kami menari.
syahdu seperti bunyi arus menabuh-nabuh batu kali.

tetapi ketika itu juga,
ketika kaki-kaki kemarau pergi,
nenek di dapur kesulitan memantik api.
korek dan kayu lembab, api
yang melulu padam menjadi asap tak terperi.
air mata nenek menjadi mendung mengucak-ngucak matahari.

ketika kaki-kaki kemarau pergi,
bulir-bulir hujan merembes ke mimpi kami.
tidur jadi tak nyenyak.
kasur dan bantal kami
seperti ada yang mengencingi,
entah iblis, atau bidadari. 

dan ketika jejak kaki kemarau telah mengabur
bersama lumpur dan hujan yang terus mengguyur,
di dada kami kufur belum juga hancur,
riak-riak syukur entah kapan
akan menjadi gelombang yang terus beredebur.

Situbondo, 31 Januari 2019


Biodata Penulis
AYIF SAIFIR R, lahir pada Ahad 06 April 1997, di Situbondo. Alumnus Tarbiyatul Mu’allimien Al-Islamiyah Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan Sumenep Madura. Sempat belajar dan berkegiatan di Sanggar Sastra Al-Amien (SSA). Awal Februari 2019 merintis Komunitas Sastra Batubaba bersama sembilan orang kawan sepondoknya. Mahasantri di Ma’had Aly Salafiyah Syafi’iyah Situbondo. Bisa disapa via: @ayifsaifirrohman

Puisi : Tikungan Berdebu Karya Ayif Saifir R. Puisi : Tikungan Berdebu Karya Ayif Saifir R. Reviewed by takanta on Februari 17, 2019 Rating: 5

1 komentar