Cerpen Mored: Secangkir Kopi

 


Oleh: Nurmumtaz Sekar Ramadhan

Pertama kalinya, kau meminta dibuatkan kopi. AKu bilang, kalau aku tak mau membuat kopi selain untukku sendiri, meski sebenarnya aku tak ingin jika orang lain meminum kopi buatanku.

"Memangnya kenapa? Kenapa tidak mau membuat kopi untuk orang lain?" Kau bertanya penuh penasaran. Sementara aku diam tak menjawab tanpa memberi alasan. Kemudian, kau meminta izin untuk masuk ke dalam rumahku. Lantas, kupersilahkan saja karena kupikir kau akan menumpang kamar mandi, tetapi kau malah melewati kamar mandi dan terus berjalan lurus.

 Di dapur inilah tujuanmu. Karena kau ternyata ingin menyeduh kopi. Aku pun mempersilakan kau untuk membuat kopi sendiri.

Kau ambil cangkir berukuran mini dan menaruh bubuk kopi dan gula. Mengaduknya hingga tercampur. Dan menunjukkan kepadaku cara membuat kopi yang tepat sesuai dengan seleramu.

Aku hanya memperhatikan dan sedikit berpura-pura tak tahu. Padahal aku tahu persis bagaimana cara membuat kopi terenak bahkan sesuai seleramu. Hanya saja aku enggan. Enggan membuatnya karena kau bukanlah pria yang kusukai.

Air yang mendidih dalam cerek segera kumatikan kompornya. Saat aku ingin menuangkan air ke dalam cangkir, kau menolaknya. Katanya, biar kau saja. Kopi yang kau buat pun akhirnya sudah jadi.

"Beginilah caranya." Kau menunjukkan seduhan kopi di dalam cangkir itu. Asap putih mengepul, mengeluarkan aroma nikmat merasuk jiwa.

"Apakah kopi itu enak?" kutanya sambil melihat ke dalam cangkir berwarna putih dengan ukiran bunga lavender.

"Kau boleh mencobanya." Kemudian kau memberikannya kepadaku, menyuruh untuk meminumnya walau hanya sedikit.

Kurasakan jika kopi ini terasa sedikit pahit, mungkin kau memang suka memberikan gula sedikit. Sehingga rasanya lebih banyak pahitnya.

"Kau suka?"

"Tidak." Aku jujur mengatakan. Sebab rasanya benar-benar tidak sesuai dengan seleraku. Tapi meski demikian, aku tetap akan membuatkan secangkir kopi untukmu, nanti, bila kau menginginkan aku yang membuatkannya. Ini karena kamu temanku. Dan kau orang baik.

...

Pada akhirnya kau sering datang ke rumahku, suka berkode ingin kubuatkan kopi. Beberapa kali setelah kuseduhkan kopi untukmu, kau selalu memujinya. Pujian yang terkadang membuatku tersipu malu.

"Kau tahu, Alina? Aku lebih suka kopi buatanmu daripada yang kubeli di kedai ataupun warung kecil," katamu setelah menyeruput kopi dan meletakkan cangkir kembali di atas meja.

"Alasannya?"

"Karena yang buat cantik," kau mengedipkan sebelah mata kearahku. Itu selalu kau lakukan.

"Menggombal?"

"Apakah terdengar seperti gombalan?"

"Iya."

Kau melempar senyum kearahku dan menaikkan kedua alis seakan menggodaku. "Berarti kau tidak menyukai kopi buatanku karena kau senang dibuatkan kopi hanya dengan wanita cantik."

"Bukan begitu, Alina."

"Lalu?"

Kau terdiam. Lalu benar-benar mengatakan jika selain aku cantik ternyata juga pandai membuat kopi untukmu. Kau sangat pandai sekali berkata-kata. Sekali lagi kau membuatku tersipu malu.

"Pipimu memerah, Alina," katamu.

Aku dibuat berdebar-debar.

***

Lewat secangkir kopi yang kubuatkan untukmu. Selalu ada cerita yang kau bagikan kepadaku. Bahkan kau bercerita mengenai kopi-kopi seperti contohnya kopi espresso, cappucino, americano, dll. Yang sempat kupikir, ada beberapa kopi yang belum pernah kucoba. Jujur, aku penasaran ingin merasakannya.

"Aku belum pernah mencoba beberapa kopi yang kau sebutkan baru saja."

"Kau ingin mencobanya?"

"Iya." Aku pun mengangguk.

Dengan segera, kau memintaku untuk bersiap-siap keluar. Menyuruh mengenakan pakaian yang nyaman tapi masih indah dipandang. Ketika kutanya ingin kemana, kau tak memberitahukan, katanya rahasia.

Aku pun menurut saja. Kuraih helm berwarna biru muda milikku di atas meja dan belum mau memakainya. Kau pun meminta helm ini dan tanpa kuduga kau memasangnya dengan hati-hati ke kepalaku. Kau bilang agar aku aman selama di perjalanan.

Motor melaju perlahan menelusuri setiap jalanan kota. Kau bilang kepadaku sebentar lagi akan sampai tujuan.

"Ke mana sih?" Aku bertanya penasaran. Dan kau tetap tak mau memberitahukan hingga sampai di sebuah cafe bernuansa alam. Ternyata kau mengajakku ke cafe itu dan memesan kopi.

Aku memilih duduk di luar ruangan, sebab suasana terasa lebih nyaman. Kau pun menghampiriku dan duduk tepat di hadapanku.

"Kau memesan kopi apa?" kutanya sambil mengernyitkan alis.

"Americano."

"Seperti apa rasanya?"

"Nanti kau akan tahu."

Selang beberapa menit, pesanan tiba. Pelayan cafe dengan ramah menaruh secangkir kopi di atas meja kita. Lalu, berlalu pergi setelah mengatakan kalimat "Selamat menikmati."

"Kenapa hanya secangkir?" Aku bertanya. Namun, kau tak menjawabnya dan menyuruhku untuk menyeruput kopi itu lebih dulu.

Belum sempat kuambil cangkir berisi kopi, aku bertanya kepadamu. "Kopi ini kita minum berdua?"

Kau pun mengangguk.

Baru pertama kali kurasakan kopi americano ini. Kita akhirnya meminum berdua. Tapi, kau yang lebih banyak meminumnya.

Lewat secangkir kopi yang aku dan kau minum, menciptakan sebuah rasa nyaman satu sama lain. Kau mendengarkanku bercerita apa saja hingga kopi ini mulai habis. Tentunya kau yang menghabiskan karena aku kurang begitu menyukai rasanya.

Tak terasa kita mengobrol sampai cafe akan tutup. Kau dan aku pun mengakhiri pembicaraan.

Setelah itu, kau mengantarkanku pulang. Memastikan aku pulang dengan aman.

***

Keesokan harinya, seperti biasa kau datang ke rumahku. Seperti biasa, aku membuatkan kopi untukmu. Kita pun jadi terbiasa curhat satu sama lain.

Bosan dengan suasana di rumah, kau mengajakku untuk ke cafe setelah menghabiskan kopi buatanku.

"Bagaimana jika kita jalan-jalan setelah itu mampir ke cafe kemarin?" Kau mengajakku lagi. Tentu saja kuiyakan.

Hal tersebut terus berulang setiap harinya. Sepulangku bekerja, kau selalu menunggu di depan teras rumahku. Kusediakan kopi, duduk di sebelahmu, saling bercerita, dan selanjutnya jalan-jalan mengitari kota menggunakan kendaraan roda dua sekaligus ke cafe.

Pada akhirnya kita jadi lebih sering mengunjungi cafe ini. Mencoba rasa kopi lain. Dan hanya memesan secangkir kopi saja untuk berdua. Dikarenakan aku sudah terbiasa meminum kopi di cangkir yang sama, bersamamu.

"Mbak, pesan cappucino satu!" Kau bilang pada kasir. Aku berdiri di sebelahmu sembari memilih makanan ringan di dalam daftar menu.

"Sudah kuduga kalian berdua memesan secangkir kopi," ujar kasir wanita berambut sebahu. "Kenapa tidak pesan dua kopi saja?"

"Lebih nikmat minum berdua, biar romantis," Kau menjawab sembari melirik kearahku.

Aku tersenyum dan memesan kentang goreng serta roti bakar cokelat. Kasir mencatatnya sedangkan barista cafe ini membuatkan coffe late pesanan kita.

Kali ini, kau meminta untuk duduk di dalam ketimbang di luar sebab angin malam membuatmu merasa sedikit kedinginan. Namun, aku tetap ingin duduk di tempat biasa, di luar ruangan karena bisa memandang ribuan bintang. Akhirnya, kau menyetujui dan menuruti keinginananku.

"Selamat menikmati," pelayan cafe ini selalu mengatakan kalimat ini kepada kau dan aku dengan tersenyum ramah. Dia terlihat menarik meski berpenampilan sederhana.

"Yang kusuka selain minuman dalam daftar menu cafe adalah pelayanannya. Pelayanannya sungguh membuat pelanggan nyaman berlama-lama di sini," kau katakan ini kepadaku.

"Aku berpikiran sama sepertimu," Jawabku dan menyeruput coffe late lebih dulu.

Kita mulai berbagi kisah masing-masing, tapi aku lebih banyak berbicara ketimbang kau. Kau selalu setia menjadi pendengarku.

Tak kupedulikan pandangan pelanggan lain melihat kau dan aku hanya memesan satu dan itu pun berdua. Bahkan tawa kita seringkali menarik perhatian orang lain yang sedang duduk dengan memainkan gadgetnya masing-masing.

Kulihat ada salah satu pelanggan menunjuk kearah kita dan seperti membicarakan kau dan aku. Ketika aku hendak marah, kau mencegah dan berkata padaku bahwa akan sia-sia aku menggubris orang seperti mereka.

Kau pun mencoba membuatku mengarahkan pandangan dan pendengaran hanya kepadamu. Seolah menganggap tidak ada orang lain selain kita berdua.

"Alina, lihat ke dalam cangkir ini!" kau berseru.

"Memangnya kenapa?"

"Aku suka."

"Suka?"

"Suka aroma khas kopi ini sekaligus..." Kau menghentikan perkataan, memandangku seolah enggan melanjutkan apa yang hendak kau katakan dan mengalihkan pembicaraan lain.

Pelanggan lain satu per satu mulai meninggalkan cafe. Tersisa kita berdua.

Saat kopi tersisa separuh dan aku tengah meminumnya, mendadak kau memerhatikanku begitu lekat, hingga aku bisa melihat sorot matamu yang terus mengarah kepadaku.

"Alina, kau tahu?"

"Apa?" Kutaruh cangkir di atas meja setelah menyeruput sekali.

Kau mengigit bibir bawah. "Alina.. Aku menyukaimu sejak kau membuatkan kopi untukku pertama kali." Mendadak kau mengatakan kalimat seperti ini kepadaku. Suaramu terdengar lirih.

Kulihat wajahmu begitu serius. Aku balik menatap matamu selama kurang dari 10 detik. Kau berkata menyukaiku dengan alasannya.

Seketika hening. Wajahmu mengisyaratkan keinginan untuk mendapatkan jawaban sesegera mungkin. Tentu kau tak ingin menunggu lama, kau butuh kepastian dariku, malam ini juga.

"Kau mau menjadi kekasihku kan, Alina?"

Dan tanpa penuh keraguan, aku menjawab karena ternyata kau menginginkanku menjadi kekasihmu. Wajahku semula menunduk, menatap setengah kopi di dalam cangkir, melihat sekeliling. Suasana terasa tenang karena cafe telah sepi. Kemudian aku mengarahkan pandangan kepadamu. Hanya padamu. "Kau tahu? Aku menganggapmu hanya teman."

"Teman?" kau seakan tak percaya dengan apa yang baru saja kukatakan. "Jadi selama ini? Kamu.."  Kau tampak kecewa hingga berhenti meneruskan pembicaraan.

Secangkir kopi seolah ikut mendengarkan jika baru saja terjadi penolakan cinta. Aku menolakmu sebab terlanjur nyaman sekadar berteman. Tidak lebih. Dan aku minta maaf.

Kau bergegas pergi setelah mendengar penyataan dariku. Kau pergi ke dalam cafe. Tanpa menoleh. Meninggalkanku sendiri dengan secangkir kopi yang masih tersisa separuh.

 

 

TENTANG PENULIS

Nurmumtaz Sekar Ramadhan adalah perempuan kelahiran Jakarta yang senang menulis. Dan sekarang berdomisili di Situbondo. Karyanya masih berbentuk antologi cerpen. Memiliki akun instagram @tazskara.

 

 

Cerpen Mored: Secangkir Kopi Cerpen Mored: Secangkir Kopi Reviewed by takanta on Maret 18, 2023 Rating: 5

Tidak ada komentar