Resensi Ronggeng Dukuh Paruk

 


Judul Buku : Ronggeng Dukuh Paruk

Pengarang : Ahmad Tohari

Penerbit : Gramedia Pustaka Utama

Tahun Terbit : 2015

Halaman : 406 halaman

Resensi oleh : Kriselda Dwi Ghisela

 

Ini merupakan kisah tentang Srintil, seorang wanita yang tumbuh dan dinobatkan sebagai ronggeng di Dukuh Paruk. Sebuah dukuh yang melestarikan kemelaratan dan kebodohan serta terisolasi dari dunia luar. Diselingi dengan kisah romansa yang tragis antara Srintil dan Rasus membuat buku ini semakin mengiris hati pembaca. Srintil begitu dekat dengan Rasus karena sedari kecil berkawan dengannya. Namun, setelah ia diangkat menjadi ronggeng, maka retaklah persahabatannya. Rasus merupakan satu-satunya orang dengan pikiran lurus dan tidak menyetujui adanya ronggeng di dukuh, karena dianggap merendahkan wanita dan Srintil sudah dianggapnya sebagai gambaran mendiang ibunya.

Menjadi ronggeng artinya harus siap menjadi milik semua orang, menghibur dan melayani semua kalangan. Di Dukuh Paruk, seorang istri bisa bangga karena suaminya mampu bertayub atau bahkan meniduri seorang ronggeng. Suatu hal yang menyimbolkan ketidakberdayaan perempuan yang hidup dalam dunia patriarki. Selain itu, dukuh ini juga kental akan hal-hal yang magis lengkap dengan segala ritual yang dilalui Srintil untuk menjadi Ronggeng sejati. Ritual "bukak kelambu" yang paling miris dan melekat. Dimana Srintil yang masih sangat belia wajib melayani seorang pria hidung belang dengan harga yang telah ditentukan oleh pasangan Kartareja alias "dijual keperawanannya".

Diselipi pula konflik bersejarah tahun 1965 dimana Srintil dan tim ronggengnya beseteru dengan pemerintah karena pementas seni itu diduga mendukung gerakan komunis PKI, dimana pada saat ini merupakan titik balik dari kehidupan Srintil. Ia dan rombongan pemain calung (alat musik pengiring ronggeng) dipenjara dan menjadi luka serta trauma berat bagi Srintil. Selepas dari penjara, hidup Srintil tak lagi sama.

Narasi pembangunan gambaran cerita mulai dari sejarah Dukuh Paruk, kebiasaan warganya, kepercayaan, budaya, hingga ritualnya ditulis dengan detail, tajam, dan teliti. Penggambaran semua aspek tersebut dinarasikan dengan padu dan luwes, sehingga dapat membawa pembaca menyelami dunia Srintil dan Rasus di Dukuh Paruk. Tidak susah untuk membayangkan Dukuh Paruk karena penggambarannya yang detail tersebut. Ditambah pula dengan logat bahasa dalam dialognya yang mencirikan bahwa masyarakat Dukuh Paruk merupakan masyarakat yang cabul dan berwatak cukup keras. Latar tempat Dukuh Paruk yang merupakan pedukuhan terpencil dengan hamparan sawah dan gubuk reyot warganya membuat cerita ini semakin terasa hidup dan eksis di dunia nyata, karena sangat familiar dengan penggambaran layaknya desa-desa di Indonesia.

Penokohan Srintil dibangun dengan begitu apik dan mampu melekat di ingatan. Cerita yang disajikan dari awal menyoroti kehidupan, lika-liku, dan sikap Srintil. Sebagai pembaca, kita akan menyelami kisahnya dan serasa membesarkan anak sendiri. Mulai dari Srintil yang terobsesi menjadi Ronggeng dimana ia masih berpikiran sempit dan primitif sampai ia mengambil keputusan besar untuk berhenti meronggeng. Selain Srintil, tokoh yang tidak kalah serunya untuk diulik adalah Rasus. Lelaki dengan pemikiran lebih maju dari warga Dukuh Paruk ini memperlihatkan kegigihan dalam tekad untuk mengubah jalan hidupnya. Ia pergi dari dukuh hingga diangkat menjadi TNI dan membanggakan seluruh warga dukuh, walaupun ia sudah tak punya keluarga di sana. Kelapangan hati Rasus menerima cinta tragisnya juga menjadi poin plus tokoh ini. Kehadirannya begitu magis di tengah-tengah semrawut keadaan.

Plot yang dibangun lambat membuat cerita ini berhasil mengangkat detail tiap naik turun kehidupan Srintil. Masa kecilnya, kemudian saat diangkat menjadi ronggeng, lalu dipenjara, dan memutuskan menjadi wanita baik-baik, hingga disusul kisah tragis cintanya dengan Rasus yang membuat ending cerita sangat pecah, tragis, dan pilu. Ada saat-saat dimana pembaca diberi harapan ketika Srintil berhenti meronggeng, ia akan hidup bahagia bersama Rasus. Namun, nyatanya penulis telah menyiapkan ending yang melampaui ekspektasi. Sampai-sampai membuatku berangan-angan, "Harusnya ending ceritanya bisa dibuat menyenangkan hati".

 

 

Biodata Penulis

Kriselda Dwi Ghisela, fresh graduate program studi Ilmu Tanah Universitas Jember dan sekarang menetap di Jember.

Resensi Ronggeng Dukuh Paruk Resensi Ronggeng Dukuh Paruk Reviewed by takanta on Maret 13, 2023 Rating: 5

Tidak ada komentar