Puisi-puisi Miftah Zururi: Kamar Mandi Sekolah



Belajar Menjadi Bapak Guru

 

Di suatu pagi, sebelum kami membuka buku pelajaran bahasa Indonesia,

aku mendengar bapak guru memanjatkan doa: “Tuhan, aku belajar menjadi bapak guru dari dirimu yang menciptakan nun sehingga ada pena, mengajarkan Nabi sehingga ada puisi, dan merawat pohon-pohon jati sehingga ada buku-buku. Maka bacakanlah puisi setiap tulisanku di papan putih hanya dengan itu, Tuhan, aku bisa menitipkan bahasaku kepada lidah murid-muridku. Tuhan, sesungguhnya engkau seorang penyair yang Maha Puitis.”

Aku terisak mendengar doa bapak guruku. Sejak saat itu, aku bertekad menjadi bapak guru yang penyair meskipun aku seorang tunaaksara.

 

 

Jakarta, 2022

 

 

 

 

Pelajaran Bahasa Indonesia

 

Suara gentakan sepatu hitamnya perlahan masuk merapihkan teriakan gaduh yang berserakan di kelas.  Kepalanya memakai Soekarno dihiasi dengan uban bercahaya di atas kedua telinga. Kami, anak-anak yang katanya tak pernah bersalah atau memang tak pernah mengakui kesalahan beriringan kembali ke bangku sambil mengucapkan:

“Selamat pagi, Bapak Guru.”

 

Bapak guru hanya terdiam dan langsung duduk di tempatnya.

Matanya terlihat berat menahan kantuk seakan ingin berkata:

“Bapak hari ini sangat lelah.”

 

Hari itu pelajaran bahasa Indonesia. Aku ingat Bapak Guru memberi tugas menulis puisi. Dengan percaya diri, aku kumpulkan selembar puisi dan menaruhnya di atas meja Bapak Guru. Perlahan diambil selembar kertas itu.

Suara Bapak guru yang terdengar berat membaca puisiku:

 

“Kesabaranmu adalah napas bagiku.

Napasmu adalah ibuku yang mengajariku memanggil Ibu.”

 

Jakarta, 2022

 

 

 

 

Kamar Mandi Sekolah

 

Di kamar mandi sekolah, tercium bau amis kehormatan

Yang dibayar dengan angka-angka

untuk jinakkan kepala perkasa.

 

Jakarta, 2022

 

 

 

 

Di Toko Buku

 

Di toko buku, kami tersesat di antara buku-buku terlarang

Sampul-sampul novel picisan yang entah bisa diterbitkan

dan buku-buku bantuan pendidikan tak tersalurkan.

 

Si penjual menawarkan buku yang disembunyikan di balik ketiaknya:

“untuk orang pintar tapi dibodohkan,” katanya.

 

Aku baca judul buku itu:

Buku Bukan Membajak Kebebasan

 

“Ini buku terlarang!”

 

Kami pun terjebak di toko buku yang mencerdaskan dirinya

ketika semua orang terlihat bodoh dengan kepintaran di kepalanya.

 

Jakarta, 2022

 

 

 

 

Cita-Cita 1

 

Saat SD, aku bercita-cita jadi dokter

Baru ingat, aku tak pandai mengobati sakit hati

Saat SMP, aku bercita-cita jadi pembuat akta tanah

Baru ingat, aku tak bisa bedakan tanah warisan dengan tanah kuburan

Saat SMA, aku bercita-cita jadi presiden

Baru ingat, asam lambungku kumat bila ingin makan duit rakyat

Saat kuliah, aku bercita-cita jadi tokoh agama

Baru ingat, surga tak menerima penjual ayat-ayat dan dogma

 

Jakarta, 2023

 

 

 

Cita-Cita 2

 

Setelah lulus kuliah,

aku punya cita-cita ingin jadi penguasa.

Kerjanya mudah.

Hanya duduk di depan meja.

Melihat bawahan kerja.

Tidur di jam kerja.

Gajinya di atas seratus juta.

 

Suatu malam, aku berdoa:

“Tuhan, Izinkan aku jadi penguasa

agar bisa pakai mobil mewah.

nginap di hotel bintang lima.

kerjanya santai tak kuras tenaga.

Gaji paling atas UMR Jakarta.”

 

Di kamar sebelah,

aku dengar suara isak ibu berdoa

lebih khusuk dan lebih ikhlas:

“Tuhan, jadikanlah anakku seorang guru

seperti diri-Mu yang mengajarkan diriku

cara menyusui, menyuapi, mempelajari bahasa

yang lahir dari rahim-Mu.

Jadikanlah anakku malaikat

yang melindungi anak-anak

dengan sayap-sayap lembut dan hangat.

Dan jangan jadikan anakku Iblis durhaka

yang Kau keluarkan dari Surga.”

 

Doa Ibu dan doaku

berebut masuk ke rahim Tuhan.

 

2023

 

 

 

Tragedi Puisi Bunuh diri di Kamar Mandi

 

Saat istirahat, aku ingin ke kamar mandi untuk membuang kaidah-kaidah bahasa yang membuat kepalaku pusing dan mual. Kaidah-kaidah yang diajarkan guru Bahasa Indonesia bagaikan nasi basi yang dipapak dan dicumbu dari mulut ke mulut. Sungguh menjijikkan.

Saat di kamar mandi, aku lihat bercak darah yang baunya masih segar seperti aroma buku baru yang keluar dari percetakan. Di kloset kamar mandi, aku temukan potongan tangan puisi yang masih memegang secarik kertas putih yang tertulis pesan terakhir dengan darahnya sendiri. “Selamatkan para puisi dari penjajahan bahasa masa lalu!” Perutku jadi makin mual dan kepalaku makin pusing.

 

 

2023

 

 

 

Biodata Penulis

Miftah Zururi, seorang penulis dan penggiat sastra. Alumni Pondok Pesantren Al-Falah, Jakarta dan Alumni Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, jurusan Sastra Arab. Karya-karyanya dimuat dalam bentuk antologi. Pertama, Kontributor antologi puisi Penyair 5 Kampus Goresan Tinta 5 Semesta dari penerbit Lekkas (2020). Kedua, Penulis Terpilih antologi puisi Romansa Menunggu dari penerbit JSI (2020). Ketiga, Finalis 200 Karya Puisi Terbaik antologi puisi Merangkai Kenangan dari penerbit Alenia Media Pustaka Komunitas Badan Sastra (2020). Finalis 100 Besar antologi puisi Eidetik 2 dari penerbit SIP Publishing (2020). Terakhir, Puisi terbaik antologi puisi Sophie Chao dan Tanah Sagu bersama penyair Nana Sastrawan dari penerbit SIP Publishing (2023) dan berhasil menerbitkan novel pertama berjudul Embun di Atas Bunga Matahari (2021). Dia juga seorang konten kreator sastra di instagramnya, @miftahzururi.

 

 

ILUSTRATOR

@Anwarfi, lahir dan tinggal di Situbondo. Alumni DKV Universitas Malang tahun 2017, freelance designer, owner @diniharistudio Situbondo.


Puisi-puisi Miftah Zururi: Kamar Mandi Sekolah Puisi-puisi Miftah Zururi: Kamar Mandi Sekolah Reviewed by takanta on Mei 07, 2023 Rating: 5

Tidak ada komentar