Cerpen: Harimau dan Gadis Kecil
![]() |
Ilustrasi: Anwarfi |
Oleh:
Sungging Raga
Jika suatu hari adik-adik berkunjung atau melewati kota Situbondo di Jawa Timur, maka adik-adik akan melintasi sebuah jembatan yang dinamakan Jembatan Harimau. Namanya terdengar menakutkan, ya? Tapi tahukah bahwa sebenarnya ada sebuah cerita tentang jembatan itu.
Di masa
lalu, ada seorang gadis kecil bernama Nalea Mendieta. Ia tinggal bersama ibunya
di rumah sederhana di pinggiran hutan. Ibunya sudah berusia cukup tua, ia
seorang tabib (seperti dokter) yang sering diminta menyembuhkan orang sakit
dengan bahan obat dari daun-daun dan tumbuhan. Nah, untuk mendapatkan ramuan
obat itu, Nalea biasa mencarinya di pinggiran hutan. Jadi meski masih kecil,
Nalea sudah bisa menghapal nama daun-daun dan tanaman.
Nalea
sudah bisa menghapal mana daun sirsak, daun pepaya, daun seruni, tumbuhan petai
cina, pakis haji, kersen, dan masih banyak lagi. Semua tumbuhan itu bisa
dipakai untuk mengobati banyak penyakit.
Setiap
pagi, Nalea akan mendapat pesan dari ibunya untuk pergi ke pinggiran hutan
mencari tanaman yang dibutuhkan, ia juga selalu mengahapal apa yang dipesankan
ibunya, sebab dulu belum ada kertas dan pensil untuk mencatat.
Berbekal
keranjang dari rotan, Nalea pun mulai memetik satu demi satu dan
mengumpulkannya. Setelah mendapatkan daun-daun yang dicarinya, gadis kecil itu
akan pulang sebelum siang, ia kemudian membantu ibunya di dapur, memasak
makanan, juga mengola ramuan obat yang didapatnya.
Namun
pada suatu hari, ketika sedang ke pinggir hutan seperti biasa, Nalea tidak
menemukan tumbuhan yang dicarinya di tepi hutan, mungkin karena sudah habis
dipetiknya. Gadis kecil itu lalu mencoba masuk ke hutan, karena ia yakin pasti
di dalam hutan ada lebih banyak tanaman untuk obat-obatan. sebenarnya Nalea
takut. Hutan itu agak gelap meski pun di siang hari. Sinar matahari cuma lewat
di antara daun-daun yang kena angin. Jadi gadis kecil itu cuma ingin masuk
sedikit, tidak sampai ke tengah hutan. Semua itu karena ia sangat ingin
berbakti kepada ibunya. Ia tidak ingin ibunya sedih kalau ia pulang tapi tidak
membawa apa-apa.
Gadis
kecil itu pun mulai melangkah masuk ke hutan, melewati pohon-pohon yang tinggi.
Dan alangkah senangnya Nalea, di dalam hutan ternyata tumbuhannya lebih rimbun,
belum pernah dipetik. Ia langsung memenuhi keranjangnya dengan segala jenis
tanaman obat. Tapi ketika hendak pulang, tiba-tiba ia lupa jalan yang tadi
dilewatinya, sebab ada banyak pohon. Nalea benar-benar tersesat di tengah hutan!
“Mana
jalan yang tadi ya?” katanya.
Nalea
semakin cemas. Dan saat itulah, saat ia sedang menoleh kesana-kemari, tiba-tiba
dari balik pohon, muncul seekor harimau besar!
Jantung
gadis kecil itu berdetak kencang. Harimau perlahan mendekatinya, Nalea tidak
bergerak. Tapi ternyata harimau itu tidak jahat. Harimau malah bertanya:
“Anak
kecil, apa kamu tersesat?”
Nalea
mengangguk.
“Naiklah
ke punggungku, akan kuantar sampai ke pinggir hutan.”
Dengan
sedikit takut, Nalea mencoba naik ke punggung harimau besar itu. Hup! Dan
naiklah ia, lalu harimau berjalan sampai ke pinggir hutan. Gadis itu
berterimakasih pada harimau.
Sebelum
berpisah, harimau itu sempat bertanya, “Apa yang kamu lakukan sampai ke tengah
hutan sendirian?”
Nalea
menjawab, “Aku mencari tanaman untuk obat. Ibuku biasa menyembuhkan orang
sakit. Tapi tanaman itu sudah tidak ada di pinggir hutan, jadi aku mencarinya
sampai ke dalam.”
Harimau
tertawa, “Haha. Kau gadis kecil pemberani. Baiklah, bagaimana kalau besok
kubantu kamu mencari tanaman lagi di tengah hutan? Kamu bisa naik ke
punggungku, jadi tidak perlu berjalan kaki.”
“Benarkah?”
“Ya!”
Nalea
senang, ia lalu mengelus bulu-bulu harimau itu, seperti sedang mengelus seekor
kucing.
Maka,
begitulah keduanya bersahabat. Setiap hari Nalea bisa memetik banyak daun dan
tangkai tanaman obat berkat bantuan harimau, terkadang mereka beristirahat di
tepi sungai yang jernih mengalir di tengah hutan. Terkadang pula ada binatang
lain seperti burung, monyet di pohon, dan ikan-ikan yang menemani gadis itu.
Akan
tetapi, suatu hari, saat baru memasuki hutan, Nalea terkejut melihat sahabatnya
terluka. Harimau itu duduk saja bersandar di sebuah pohon sambil mengerang
kesakitan. Sebelah kakinya terluka.
“Kamu
kenapa?” tanya gadis itu.
“Aku
terkena tombak pemburu,” sang harimau menjawab sambil terengah-engah.
Nalea
lalu mencoba mengobatinya. Sedikit-sedikit ia bisa menghapal ramuan ibunya
untuk mengobati luka. Harimau itu menuruti apa yang dilakukannya.
Selepas
siang, sepulang dari hutan, Nalea bertanya pada ibunya.
“Bu,
apakah orang-orang suka memburu harimau?”
Ibunya
tersenyum. “Benar, anakku. Orang laki-laki di kampung kita biasa menangkap
harimau.”
“Tapi
kenapa, Bu?”
“Harimau
itu berbahaya, selain suka memakan hewan ternak, mereka juga melukai orang.
Kalau sampai kamu ketemu harimau, kamu bisa dilukainya nanti.”
Nalea
takut menceritakan tentang sahabat harimaunya pada sang ibu, jadi ia diam. Ia
tidak percaya, sahabatnya tidak jahat. Esoknya Nalea kembali ke hutan, menemui
sahabatnya yang sudah bisa berjalan meski agak pincang.
“Apa
lukamu masih sakit?” tanya gadis itu.
“Sudah
lebih baik dari yang kemarin.”
Selama
seharian penuh ia menemani harimau di tepi sungai, ia tidak ingin meninggalkan
sahabatnya. Tapi Nalea lupa kalau saat itu hari sudah sore.
Di
rumah, ibunya bingung dan cemas, mengapa anak gadisnya belum juga pulang?
Akhirnya, warga desa mencari Nalea, seluruh sudut desa didatangi, tapi tidak
ada.
“Apakah
gadis itu pergi ke hutan?”
“Mungkin
juga, ia sering mencari tanaman di sana.”
“Jangan
sampai anakku dicelakakan harimau…”
“Kalau
sampai ketemu harimau, langsung kita tangkap!’
“Ya!
Tangkap!”
Orang-orang
segera masuk ke hutan, termasuk ibu Nalea, mereka menyusuri setiap pohon sambil
berteriak, “Nalea!”
Dan
ketika mendekati sungai, mereka melihat gadis itu sedang duduk di sebuah batu
besar. Melihat orang-orang datang, Nalea terkejut, ia takut mereka melukai
sahabat harimaunya. Sementara ketika orang-orang melihat harimau, mereka
mengira Nalea sedang dalam bahaya. Segera beberapa orang hendak melemparkan
tombak.
“Jangan!
Dia temanku!” jerit gadis itu. Karena tidak hati-hati, Nalea lalu terpeleset
dari batu besar, jatuh ke sungai yang cukup deras. Ia tenggelam dan tidak bisa
berenang!
“Anakku
tenggelam! Cepat tolong! Cepat tolong!” Ibu Nalea menjerit-jerit.
Belum sempat
ada yang bergerak, tiba-tiba harimau itu bangkit lebih dulu. Dengan
terpincang-pincang, harimau itu berlari mendekati sungai, lalu, hup! Harimau
itu melompat dan berenang mengejar Nalea.
Warga
kampung heran melihatnya. Mereka yang selama ini menganggap harimau berbahaya,
ternyata nekat menerjang sungai untuk menolong seorang gadis kecil.
Harimau
itu berhasil mencapai Nalea, kemudian merendahkan punggungnya agar gadis itu
bisa naik. Lalu, dengan berusaha keras, harimau berenang ke tepian. Sampai
akhirnya ia berhasil menolong sahabat kecilnya yang sudah basah kuyup. Nalea
dan harimau sama-sama tergeletak di rerumputan. Orang-orang segera mendekat.
Sang ibu memeluk anaknya.
“Nalea,
kamu tidak apa-apa kan? Maafkan ibu datang terlambat.”
Gadis
itu sempat batuk-batuk, lalu membuka mata, dan berkata, “Bu, harimau itu
sahabatku. Ia sedang terluka, tapi ia tetap menolongku. Maukah ibu menolong
mengobati lukanya?”
Sang ibu
lalu memeluk anaknya erat-erat. Orang-orang terdiam… Merasa takjub pada
perjuangan harimau.
Sejak
saat itu, untuk mengenang kebaikan sang harimau, maka di tempat di mana Nalea
diselamatkan, dibangun sebuah jembatan yang kelak menjadi jembatan jalan raya.
Jika adik-adik berkunjung ke kota Situbondo, orang-orang di sini menyebutnya
sebagai “Ghâlâḍhâk Macan” atau “Jembatan Harimau”.
Tentang
Penulis
Sungging
Raga, lahir pada 25 April 1987. Sempat menempuh pendidikan di Universitas
Gadjah Mada. Mulai menulis fiksi sejak 2009. Di antara bukunya yang telah
terbit adalah Sarelgaz, Reruntuhan Musim Dingin, Apeirophobia dan Cikuya 15730.
Saat ini tinggal di Tangerang, Banten.

orang jadul ada yg namanya nalea ya min?
BalasHapusMungkin
Hapus