Resensi: Perempuan Berdaya dan Benteng Ketahanan Keluarga



Oleh: Thomas Utomo


Asma Nadia kembali menghadirkan kelanjutan novel fenomenalnya; Surga yang Tak Dirindukan 3; terbit perdana November 2022, oleh Republika (sebelumnya telah rilis secara daring lewat aplikasi KBM).

Sekadar trivia, sebelumnya, novel ini mengisahkan drama kehidupan rumah tangga Prasetya, seorang eksekutif muda yang hidup bahagia bersama istrinya, Arini, seorang penulis terkemuka bersama tiga anak mereka (Nadia, Putri, dan Adam). Suatu ketika, Pras (panggilan akrab Prasetya) menolong Mei Rose, perempuan keturunan Tionghoa, yang tengah hamil dan mengalami kecelakaan mobil. Tak disangka, pertolongan tersebut mengantarkan Pras pada babak baru hidupnya, yakni menikah lagi.

Di jilid dua, dikisahkan, Putri dan Adam, menjadi korban kecelakaan yang merenggut nyawa mereka, disusul kematian Arini akibat kanker stadium empat.

Surga yang Tak Dirindukan 3 berfokus kepada babak kehidupan Pras dan Mei Rose sepeninggal Arini. Dikisahkan Pras masih menekuni pekerjaan sebagai arsitek (di novel jilid satu, Pras digambarkan bekerja sebagai dosen), sedangkan Mei Rose mengelola butik miliknya. Mereka hidup bahagia bersama Nadia dan Akbar (di novel jilid satu, dipanggil dengan nama Andika, ialah anak Mei Rose, hasil rudapaksa).

Masalah muncul ketika bisnis Pras terlilit utang dalam jumlah besar setelah rekan kerjanya menggelapkan dana perusahaan. Masalah lain, Ray (lelaki yang merudapaksa Mei Rose) muncul dan berusaha merebut Mei Rose serta Akbar dari sisi Pras.

Dalam novel jilid tiga ini, posisi Pras seperti dibalik. Ia yang sebelumnya seolah-olah superior karena berani membangun istana kedua di belakang punggung istri, kini merasakan keadaan Arini, manakala harus berdiri di persimpangan jalan, manakala kepercayaan terhadap pasangan terkikis, sementara beban ekonomi terus mendera.

Jika di novel jilid satu dan dua, topik utamanya adalah poligami, secara berseloroh, Hanung Bramantyo, menyebut isu penting di jilid tiga ini adalah poliandri, lantaran Mei Rose diperebutkan dua lelaki sebagai istri.

Sama seperti dua pendahulunya, novel ini menggunakan alur ganda, yakni maju dan kilas balik masa lalu. Setiap bab pun dituturkan dari sudut pandang tokoh yang berbeda, secara bergantian. Ciri khas karya-karya Asma Nadia juga tampak di novel ini, ialah taburan kalimat quotable di banyak halaman, antara lain;

“Cinta bukan memaksakan apa yang kita inginkan, melainkan memberikan dan melakukan hal yang terbaik bagi orang yang kita cintai.” (halaman 50).

“Kebahagiaan semu yang susah payah dipertahankan, sejatinya hanya menunggu waktu sebelum semuanya berbalik menjadi bencana yang melahirkan kesedihan.” (halaman 288).

Perbedaan dengan novel terdahulu, yang kentara adalah dilihat dari jumlah halaman. Surga yang Tak Dirindukan 3 jauh lebih tebal (412 halaman) dari dua pendahulunya (jilid satu 310 halaman, jilid dua 300 halaman). Dari segi ukuran huruf pun lebih kecil dengan margin  lebih rapat.

Di sejumlah bab yang memaparkan kilas balik masa lalu, terasa ada pengulangan-pengulangan. Dapat dipahami maksud pengarang adalah untuk me-recall ingatan pembaca akan cerita terdahulu sekaligus membangun jembatan koneksi sehingga urutan cerita lebih utuh di benak pembaca (mengingat jarak penerbitan antarjilid novel ini lumayan jauh). Bisa dipahami juga, maksud pengarang adalah untuk merevisi kesan pembaca akan karakter tokoh. Seperti Ray yang digambarkan culas dan oportunis di jilid satu, dalam jilid tiga ini, pengarang coba menggeser citra tokoh tersebut dengan bentangan kisah kilas balik masa lalu (yang belum diungkap di dua jilid novel sebelumnya). Namun, pengulangan-pengulangan yang cukup kerap, justru membuat cerita seperti kedodoran. Hal yang sudah digambarkan di bab awal, muncul lagi di bab tengah, diulang kembali di bab akhir, misalnya tentang hubungan Mei Rose dan Ray di masa muda.

Jika Surga yang Tak Dirindukan 1 memiliki alur cerita yang padat dan terus-menerus mencambuk rasa penasaran pembaca akan kelanjutannya, di jilid tiga ini, beberapa kali kita harus siap berhenti sejenak untuk menghela napas, karena menjumpai cerita yang, “Lho, ini lagi, ini lagi!”

Tetapi kekurangan tersebut hanya sedikit bopeng di bangunan cerita Surga yang Tak Dirindukan 3. Banyak sekali isu penting, bahkan berharga, yang digeber dalam novel suntingan Helvy Tiana Rosa ini, umpamanya tentang kemandirian perempuan di bidang intelektual maupun finansial. Bahwa betul lelaki adalah imam dalam keluarga, namun bukan berarti istri harus patuh tunduk 100% di hadirat kepala rumah tangga. Justru sangat baik jika perempuan memiliki pikiran terbuka dan independen, sehingga menjadi partner bertukar pendapat dengan suami, termasuk memberikan input masukan dan problem solver. Pun dengan memiliki pekerjaan berpenghasilan, perempuan dapat turut menopang tiang rumah tangga, saat keuangan suami tengah seret. Ini semua terpancar dari sosok Mei Rose.

Dalam novel ini, pun digambarkan bahwa sifat emosional dan mementingkan perasaan bukan dominasi perempuan. Lelaki juga sangat mungkin demikian. Dalam menghadapi kehadiran Ray, Pras justru lebih menuruti kepanasan hati, dibandingkan pikiran jernih dan langkah terukur. Mei Rose malah lebih tenang-terang dalam memandang dan menyikapi masalah yang menimpa rumah tangganya. Ada kalanya ia hanya diam, mengamati sambil memikirkan strategi jalan keluar. Kali lain, dia cepat bergerak tatkala Pras justru tidak sigap.

Fragmen paling menarik (yang tidak ada dalam versi filmnya) adalah bab 55-57, ketika Pras dan Ray berembuk menentukan kelanjutan nasib Mei Rose dan Akbar, tanpa melibatkan orang-orang yang bersangkutan. Tiba-tiba Mei Rose muncul di hadapan Pras dan Ray. Alih-alih menunggu keputusan dua lelaki, ia justru mengambil alih kendali; ia yang menentukan bagaimana kelanjutan nasib anak dan dirinya sendiri.

“Sebersit kejernihan mengisi kesadaran. Tanpa ragu, aku mendekati keduanya. Mereka tak bisa memperlakukan kami laiknya benda untuk dimiliki. Hidupku, hidup anakku, biar kami yang memutuskan.” (halaman 388).

Melalui Surga yang Tak Dirindukan 3, Asma Nadia berupaya menyuntikkan keyakinan pembaca bahwa perempuan berdaya adalah benteng ketahanan keluarga.

 

Judul : Surga yang Tak Dirindukan 3

Pengarang : Asma Nadia

Penerbit : Republika

Cetakan : Pertama, November 2022

Tebal   : viii + 412 halaman

ISBN : 978-623-253-043-0

 

TENTANG PENULIS

Thomas Utomo adalah guru SD Negeri 1 Karangbanjar, Purbalingga, Jawa Tengah. Ia menulis cerpen, novel, resensi, catatan perjalanan, dan sebagainya. Saat ini, bermukim di Jalan Letnan Kusni nomor 10 RT 2 RW 6 Bancar Badhog Centre, Purbalingga, Jawa Tengah. Dapat dihubungi lewat nomor 085802460851.

Resensi: Perempuan Berdaya dan Benteng Ketahanan Keluarga Resensi: Perempuan Berdaya dan Benteng Ketahanan Keluarga Reviewed by takanta on April 25, 2023 Rating: 5

Tidak ada komentar