Cerpen: Ingar-bingar Pemakaman



Oleh: Puji M. Arfi

Di tempat pembaringan terakhirku, aku bangun pada malam pertama ketika telah menjadi mayat. Kupikir, kuburan ini akan sepi ketika malam harinya, ternyata setelah bangun, mataku langsung terbelalak melihat teman-temanku yang l

ainnya sedang asyik-asyiknya bermain.

Di sudut sebelah kanan dari pembaringanku, terlihat para tuyul, kunti, dan gendruwo sedang bermain gaple. Sedangkan di sudut lain, terlihat pula seorang pocong sedang dikerok tubuhnya oleh seorang tuyul. Tepat di dekat kuburanku, di ranting pohon manggis, seorang gendruwo lainnya sedang bermain gitar dan menyanyikan lagu-lagu galau dan melankolis. Awalnya aku tidak tahu lagu itu ditujukan kepada siapa, tidak lama kemudian, seorang tuyul menghampiriku dan memberitahu sesuatu.

"Gendruwo itu lagi galau, karena cintanya ditolak mentah-mentah oleh kunti yang sedang duduk di atas pohon mangga sana," katanya sambil menunjuk pohon mangga yang letaknya cukup jauh.

Di sudut lain, terlihat gerombolan tuyul sedang duduk terkantuk-kantuk disebabkan tidak ada yang memakai jasa mereka lagi. Karena sekarang zaman sudah lebih modern.

Tidak lama berselang, semua penghuni kuburan pun sadar kalau sebenarnya telah datang penghuni baru, yaitu aku sendiri, seorang pemuda yang mati tadi pagi ditabrak sapi saat penyembelihan kurban hari raya Iduladha. Sapi itu mengamuk saat golok ingin mengambil nyawanya, tapi sialnya tenaga sapi ternyata lebih kuat ketimbang tenaga enam orang manusia. Salah satunya adalah diriku yang berdiri di bagian depan memegang tali pengikat kepalanya.

Seingatku tadi pagi, saat sapi itu lepas kendali, ia langsung mengejarku dengan brutal. Setelah itu aku tak ingat lagi apa yang terjadi, dan bangun sudah berada di kuburan ini. Berarti, aku sudah mati.

***

Tanpa berlama-lama, setelah menyadari kehadiranku di pemakaman ini, mereka langsung menyiapkan acara penyambutan dan mengadakan acara makan besar. Semuanya dihidangkan, mulai dari tuak, beer, kencing anjing dan bangkai babi. Aku sempat berpikir, dulu ketika masih hidup, semua minuman dan makanan ini diharamkan. Namun sekarang aku baru sadar, tidak ada hukum bagi hantu-hantu seperti kami. Jadi aku bebas memakan apa saja. Semua makanan dihidangkan oleh seorang hantu resepsionis. Mungkin dulunya ketika masih hidup ia bekerja di sebuah hotel, pikirku.

Kami makan malam dan berpesta pora merayakan kedatanganku. Para tuyul mulai mabuk-mabukan, pocong bergoyang-goyang melompat ke kiri dan kanan sambil menganggukkan kepalanya, sedangkan kunti bergoyang ngebor ala Inul Daratista dan wewe gombel goyang drible ala Duo Serigala. Malam pun larut dengan pesta dan mabuk-mabukan. Semua penghuni kuburan teler sampai-sampai ada yang tertidur.

***

Keesokan harinya, suasana kembali seperti biasa. Para penghuni kuburan bermalas-malasan dan leyeh-leyeh, duduk sambil menyulut kretek dan bermain gaple. Tiba-tiba dari arah jalan, berhenti sebuah sepeda motor yang dinaiki dua sejoli.

"Apa yang ingin mereka lakukan?" tanyaku pada pocong yang sedang rebahan di sampingku.

"Biasa, mereka ‘kan masih muda. Jadi ya mau bercocok tanam tanpa tali pernikahan," jawabnya. "Kita lihat saja nanti pertunjukannya. Pasti asik!"

Kedua orang tersebut mulai memasuki wilayah kuburan, laki-laki tersebut langsung mengeluarkan Tisu Magic dan pengaman. Benar saja, tidak lama berselang, semua mata para penghuni kuburan tertuju pada pertunjukan itu. Betul-betul pertunjukan yang memukau. Aku yakin, pasti mereka tidak mampu menyewa losmen untuk melakukan perbuatan itu. Makanya mereka bermain di sini. Padahal malam ini malam lebaran.

Ketika kedua orang itu sedang enak-enaknya bermain, genduruwo mengusili mereka dengan menggoyang-goyangkan ranting pohon manggis. Sontak mereka kaget dan langsung lari tanpa menggunakan celana. Pasti si gunderuwo cemburu dengan pasangan itu, karena cintanya masih belum diterima si kunti. Kami semua terhibur menyaksikan mereka lari luntang-lantung.

Para tuyul mengambil celana itu dan mendapatkan handphone di saku celananya. Karena diserang rasa bosan, mereka pun mulai membuka youtube dan menghidupan musik. Kami kembali bergoyang, kecuali gendruwo yang sedang galau itu, ia masih duduk di atas pohon manggis karena cintanya belum juga diterima.

Setelah letih bergoyang, para tuyul pun membuka video penelusuran kisah-kisah horor. Jujur, kami sama sekali tak takut ketika menyaksikan mereka menelusuri rumah dan gedung kosong yang angker. Tetapi ada satu konten yang membuat kami para hantu hilang identitas dan harga diri, mereka menyusuri rumah-rumah kosong, tetapi bukannya takut, mereka malah mengata-ngatain para penghuni yang ada di sana. Ketika salah seorang temannya kesurupan, bukannya ketakutan dan disadarkan, temannya yang satu lagi malah menanyakan visi dan misi Pegadaian. Sontak, jiwa kehantuanku meronta-ronta menyaksikan video yang satu ini. Seolah-olah kami para hantu tidak ada lagi harga dirinya lagi.

Karena marah melihat video tersebut, aku pun memecahkan handphone itu. Dan sialnya, kami kembali kesepian. Mereka mulai lagi bermain gaple sambil menyulut kretek, ada yang rebahan dan ada juga yang sedari tadi mendengkur.

***

Keesokan malamnya, kami kedatangan tamu baru. Kami kenal betul dengannya ketika masih hidup. Siapa yang tidak mengenal dirinya, ia adalah salah seorang tokoh koruptor kelas kakap di negara ini. Prestasinya di dunia korupsi sudah malang-melintang di negeri ini. Bahkan sampai skala internasional. Sebelum meninggalnya, ia dipenjara seumur hidup dengan fasilitas penjara melebihi hotel berbintang lima.

Kedatangannya di dunia perhantuan membuat kami kagum. Ternyata koruptor mati juga. Tapi sayang, mati satu tumbuh seribu. Bedanya dengan kedatanganku dulu, aku disambut dengan acara makan besar dan mabuk-mabukan. Sedangkan saat koruptor itu datang, tidak ada yang menyambut kedatangannya. Karena kami merasa, ketika hidup dia bergelimang harta. Pastilah tidak sepadan dengan acara penyambutan di sini yang hanya disediakan tuak, beer murahan, kencing anjing dan bangkai babi. Mungkin makanan-makanan itu akan membuat derajatnya sebagai seorang koruptor anjlok.

Selain itu, semua penghuni kuburan mempunyai dendam pada koruptor yang satu ini. Dulu, hidup kami kesusahan karena dia asyik mengorupsi uang negara yang seharusnya membangun fasilitas umum untuk kami para rakyat kecil. Pertama kali kedatangannya di sini, dia telah dikucilkan dari dunia perhantuan. Karena takut ia akan mengorupsi uang koperasi kuburan, akhirnya secara beramai-ramai kami memenjarakannya di sebuah penjara kecil, bau, kumuh dan kotor. Ia tenang di sana.

Sialnya, kami tidak sanggup memberinya makan. Sebab makanan apa saja ia makan. Semua uang koperasi milik kami akhirnya ludes tanpa sisa. Sebenarnya kami bisa membiarkannya tidak makan, tetapi kami kasihan kepadanya, sebab kami masih punya hati, walaupun semasa hidup dia yang tidak punya hati pada kami. Kami takut koruptor itu mati dan rohnya menghantui kami para penghuni kuburan. Oleh karena itulah penghuni lama pemakaman ini memberinya makan, agar dia tidak mati untuk kedua kalinya.

Setelah uang koperasi habis tanpa sisa, akhirnya koruptor itu kami keluarkan dari penjara. Terlihat badannya lebih berisi daripada sebelumnya. Sedangkan kami malah semakin kurus. Karena tak tahan lagi pada tingkah lakunya, kami sepakat mengusir koruptor itu dari pemakaman ini. Kami mengantarnya kembali pada keluarganya dengan keadaan kaki dan tangan terikat. Di mulutnya, kami selipi sebuah amplop, bukan amplop uang tutup mulut, melainkan amplop yang berisikan sebuah surat:

Yang terhormat Keluarga Koruptor,

Sebelumnya kami mohon maaf yang sebesar-besarnya. Kami para penghuni pemakaman X telah sepakat dengan keputusan ini, bahwa saudara koruptor tidak bisa ditampung lagi, karena telah membawa banyak mudarat bagi kami para hantu. Sepertinya, tidak ada tempat yang layak untuk para koruptor di dunia ini, kecuali di sebuah ruangan yang berisikan pundi-pundi uang dan emas. Kami percaya, pihak keluarga pastilah ditinggalkan pundi-pundi uang dan emas tersebut. Oleh karena itulah kami mengembalikannya kepada pihak keluarga.

Demikian surat ini kami buat, dalam tempo yang sesingkat-singkatnya dan tergesa-gesa. Salam hangat dari kami.

Tertanda:

Penghuni Pemakanan X dan Dunia Perhantuan.

 

Surabaya, 2022

 

 

TENTANG PENULIS

Puji M. Arfi, seorang mahasiswa S2 Jurusan Sejarah Peradaban Islam, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Sudah menerbitkan dua buku, Novel Dilema Penjara Suci; Sebuah Catatan Harian Santri Bodoh, 2019 dan Kumpulan Cerpen Perahu Pinggiran Kota, 2019. Pernah menulis berbagai jenis tulisan di Times.id dan JurnalAceh.com. Media Sosial: Instagram @arfi_mft.

 

ILUSTRATOR

@Anwarfi, lahir dan tinggal di Situbondo. Alumni DKV Universitas Malang tahun 2017, freelance designer, owner @diniharistudio Situbondo.

Cerpen: Ingar-bingar Pemakaman Cerpen: Ingar-bingar Pemakaman Reviewed by takanta on April 30, 2023 Rating: 5

Tidak ada komentar