Menakar Pilkada di Kota Santri: Pengaruh Pesantren dan Politisasi Identitas
Oleh: Muhammad Riyadi*
Dinamika
politik di Kabupaten Situbondo menguat menjelang Pemilihan Umum Kepala Daerah
(Pilkada) 2024. Pilkada Situbondo tidak hanya merupakan seremonial pemilihan
kepala daerah lima
tahunan, tetapi juga menjadi medium bagi masyarakat untuk menyalurkan hak
politiknya. Di sisi lain, Pilkada juga menjadi ajang percarutan politik dimana
dukungan kalangan masyarakat dan tokoh agama sangat menentukan. Pilkada ini
penting bukan hanya untuk pembangunan lokal, tetapi juga sebagai cerminan
demokrasi di tingkat grassroot.
Situbondo,
yang mempunyai 202 pondok pesantren terdaftar di Kementerian Agama pada September
2022, menjadi kota ini mempunyai sebutan kota santri. Hal ini juga menunjukkan
bahwa pesantren memegang peranan penting dalam dinamika politik lokal. Kendati demikian,
posisi pesantren sebagai komunal atau identitas politik bisa menjadi alat elit politik.
Pesantren tidak hanya berperan sebagai pusat pendidikan, tetapi juga sebagai pengaruh moral dan sosial yang signifikan. Keterlibatan pesantren dalam Pilkada bisa membawa dampak positif seperti peningkatan partisipasi politik yang berbasis nilai etis dan moral. Namun kekuatan pesantren juga dapat menimbulkan risiko seperti polarisasi politik berbasis identitas agama dan konflik kepentingan jika pesantren mendukung kandidat tertentu secara eksklusif. Identitas politik berbasis pesantren dan kekuatan agama ini dalam istilah Depaa Kumar disebut dengan gerakan Islam Politik.
Pengaruh Pesantren dalam Pilkada Situbondo
Pesantren meimiliki posisi strategis dalam tatanan
komunal masyarakat, di kota santri Situbondo. Lebih dari sekadar sentral
pendidikan, pesantren bahkan mampu menghegemoni moral dan prilaku masyarakat.
Hal ini memungkinkan pesantren menjadi pusat kegiatan sosial dan keagamaan yang
signifikan. Sehingga pesantren memiliki
kapasitas sebagai penggerak opini dan pembawa arus perubahan sosial ditingkatkan
masyarakat akar rumput.
Dalam Pilkada Situbondo 2024, terdapat dua pesantren
besar yang memiliki pengaruh kuat, yaitu Pesantren Salafiyah Syafi’iyah
Sukorejo dan Pesantren Walisongo Mimbaan. Pesantren Walisongo, dipimpin oleh
K.H.R. Kholil As’ad, secara kultural lebih dekat dengan Partai Kebangkitan
Bangsa (PKB), sementara Pesantren Salafiyah Syafi’iyah lebih terkait dengan
Partai Persatuan Pembangunan melalui K.H. Afifuddin Muhajir. Kedua pesantren
ini memiliki kapasitas sebagai penggerak opini dan perubahan sosial.
Dua pasangan calon yang terdaftar untuk Pilkada adalah
Karna Suswadi dan Khoirani sebagai petahana, serta Rio Prayogo dan Ulfiyah
sebagai penantang baru yang didukung oleh PKB dan PPP. Dukungan
dari pesantren terhadap salah satu pasangan calon ini akan sangat menentukan
arah suara santri dan masyarakat sekitar.
Kalau
melihat dari kedua kandidat calon Bupati ini, calon nomor urut 01, Rio Ulfi diuntungkan
sebab mendapatkan dukungan partai Islam yang cukup kuat di Situbondo. Sementara
pasangan 02, Karna-Khoirani diuntungkan karena petahana. Tentu pasangan ini
sedikit banyak memiliki pengaruh di tatanan dinas dan sebagian besar
masyarakat.
Dalam
momentum Pilkada, pesantren sering
menjadi tempat kampanye politik. Dimana semua kandidat berusaha mendapatkan
dukungan dengan menunjukkan komitmen mereka terhadap nilai-nilai Islam dan
pendidikan. Bersamaan dengan itu, fenomena Paslon yang tiba-tiba agamais bukanlah
hal baru di Situbondo yang notabene adalah kota santri. Pengaruh pesantren
dalam Pilkada Situbondo tahun 2024 dapat dilihat dari beberapa aspek,
sekurang-kurangnya sebagai berikut:
Pertama,
sebagai penggerak opini, Kiai dan para ustadz di pesantren memiliki kemampuan
untuk mempengaruhi arah suara santri dan masyarakat sekitar. Mereka sering
dianggap sebagai figur yang memiliki kebijaksanaan dan integritas, sehingga
rekomendasi atau dukungan mereka terhadap kandidat tertentu bisa berdampak
signifikan terhadap hasil pemilihan.
Kedua, pesantren seringkali menjadi
tempat kampanye politik. Para kandidat Pilkada mengakui pentingnya dukungan
dari pesantren dan berusaha untuk mengunjungi dan berinteraksi dengan komunitas
pesantren. Ini tidak hanya sebagai bentuk pencarian dukungan, tetapi juga
sebagai cara untuk menunjukkan komitmen mereka terhadap nilai-nilai Islam dan
pendidikan.
Ketiga, alumni pesantren seringkali
terlibat dalam politik lokal dan nasional, menggunakan jaringan mereka untuk
mempengaruhi dan mengambil bagian dalam dinamika politik. Keikutsertaan ini
membawa nilai-nilai yang ditanamkan oleh pesantren, seperti kejujuran,
keadilan, dan pelayanan kepada masyarakat, ke dalam arena politik yang lebih
luas.
Pesantren sebagai Identitas Politik dan Politisasi
Identitas
Pesantren
sebagai identitas politik memiliki kekuatan nilai tawar yang
signifikan dalam kontestasi politik. Namun, keterlibatan
pesantren dalam politik juga menimbulkan isu politisasi identitas. Fanatisme berlebih terhadap pesantren
dan politisasi identitas bisa membawa dampak negatif seperti polarisasi komunal
dan konflik antar kelompok.
Politik
identitas dan politisasi identitas adalah dua konsep yang saling terkait.
Identitas politik merujuk pada identitas yang dibentuk oleh faktor-faktor
politik, sosial, budaya, dan ekonomi, sementara politisasi identitas adalah
penggunaan identitas politik untuk kepentingan politik tertentu. Gerakan ini
sering digunakan oleh politisi dan kelompok politik untuk memperkuat dukungan
dan memobilisasi pemilih, tetapi juga bisa menciptakan polarisasi dan
mengaburkan isu-isu politik penting.
Dalam
konteks yang lebih luas, identitas politik dan politisasi identitas juga dapat
berdampak pada stabilitas politik suatu negara. Beberapa kritikus
berpendapat bahwa politisasi identitas dapat memecah belah masyarakat,
menciptakan konflik antar kelompok, dan mengurangi kesatuan nasional.
Politisasi identitas juga dapat mengaburkan isu-isu politik yang sebenarnya
penting, sehingga mempersulit pencarian solusi atas masalah-masalah sosial dan
politik yang ada.
Jika
politisasi identitas tidak diatur dengan baik, maka dapat mengancam kestabilan
politik suatu negara. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah, partai politik,
dan masyarakat untuk memahami pentingnya menjaga keseimbangan antara identitas
politik dan politisasi identitas agar tidak menimbulkan konflik yang merugikan
bagi masyarakat.
Penting
bagi pemerintah, partai politik, dan masyarakat untuk memahami dan menjaga
keseimbangan identitas politik termasuk identitas pesantren sebagai kekuatan politik. Hal ini dilakukan
agar terhindar dari gerakan politisasi identitas
yang bisa menyebabkan konflik
dan dapat mengancam
stabilitas politik negara. Keseimbangan ini penting untuk menciptakan harmoni
dalam masyarakat dan menjaga stabilitas politik di Situbondo dan Indonesia
secara luas.
Dengan
memahami kompleksitas ini, kita dapat lebih menghargai pentingnya Pilkada lebih
dari sekedar pemilihan kepala daerah, tetapi sebagai proses demokratis yang
mendalam yang mempengaruhi setiap aspek kehidupan masyarakat. Ini adalah
kesempatan untuk memperkuat nilai-nilai demokrasi, keadilan, dan kesetaraan di
antara semua warga, sambil memastikan bahwa keputusan yang dibuat benar-benar
mencerminkan keinginan dan kebutuhan masyarakat.
*Penulis Skripsi Terbaik 1 Fakultas Syariah UIN KHAS
Jember 2024
Tidak ada komentar