Selamat Hari Buku Nasional
Oleh Mbak Una*
Setiap tahunnya, ada
banyak sekali perayaan yang berkaitan tentang literasi. Dari Hari Buku
Internasional (World Book Day), Hari Buku Nasional, Hari Kunjung
Perpustakaan, Hari Literasi Nasional, Hari Literasi Internasional, Hari
Pustakawan. Tulisan ini lebih mengarah kepada tiga hari (World Book Day,
Hari Buku Nasional dan Hari Kunjung Perpustakaan) yang disebutkan di awal. Bukan tanpa sebab,
sepengetahuan saya tiga hari itu yang
cukup sering dirayakan setiap tahun di Indonesia.
Pertama, World Book Day,
dirayakan pada tanggal 23 April. Ditetapkannya tanggal 23 April oleh UNESCO di
Paris 1995 untuk mengenang wafatnya salah satu sastrawan Miguel de Cervantes.
Sebenarnya tidak hanya Miguel de Cervantes yang wafat pada tanggal 23 April,
ada pula William Shakespeare pengarang yang karangannya sering disebut-sebut
oleh para pujangga: Romeo and Juliet. Rasa-rasanya semua orang yang
pernah membaca karya-karya penulis di atas akan tahu bahwa karya masterpiece
dua sastrawan tersebut sarat akan imajinasi.
Kedua, Hari Buku Nasional
tanggal 17 Mei. Hari Buku Nasional adalah perayaan bagi pegiat ataupun penggiat
literasi, tidak hanya komunitas literasi saya kira, tapi juga dinas
perpustakaan dan dinas pendidikan dalam lingkup Kabupaten Situbondo. Momentum
ini haruslah diingat bahwa sekalipun tanggal 17 Mei ini adalah hari buku
nasional tapi Abdul Malik Fadjar sebagai Menteri pendidikan waktu itu
menetapkan 17 Mei 2002 sebagai awal berdirinya Perpustakaan Nasional Republik
Indonesia di tahun 1980.
Kesadaran akan pentingnya
buku atau perpustakaan dalam sekolah merupakan jantung dari sebuah lembaga
bernama pendidikan. Jika gerak dan denyut nadi jantung ini tidak bergerak maka
hilanglah hal yang substansial pada pendidikan. Rawat dengan baiklah
perpustakaan-perpustakaan sekolah. Berikan ia vitamin dengan cara memberikan
buku-buku sastra, sejarah, dongeng dan non-fiksi sebanyak-banyaknya, rak-rak
buku yang bersih, pustakawan yang paham dan cinta terhadap buku, berikan
perhatian yang sebaik-baiknya. Mengutip
kata seorang Gipsi dalam karya Gabriel Garcia Marquez, Seratus Tahun Kesunyian,
“Semua benda mempunyai nyawa. Yang terpenting adalah membangunkan jiwa mereka.”
Bangunkan jiwa perpustakaan sekolah. Karena perpustakaan juga memiliki nyawa.
Yang patut dijadikan pijakan dalam lembaga pendidikan dan perpustakaan adalah “two
sides of the same coin” tidak terpisahkan dan saling berkaitan.
Ketiga, Hari Kunjung
Perpustakaan dirayakan saban tanggal 14 September. Penetapan Hari Kunjung
Perpustakaan di tahun 1995 ini bertujuan untuk meningkatkan minat baca masyarakat Indonesia serta menghargai dan
mempromosikan perpustakaan maupun peningkatan kesadaran literasi kepada
masyarakat.
Sebagai Bunda Baca
Situbondo, saya melihat persoalan perpustakaan tidak hanya persoalan buku,
pustakawan, maupun rak-rak buku. Lebih dari itu tentu yang lebih utama adalah peran orang tua dan guru. Orang tua
adalah madrasatul ula bagi
anak-anaknya. Mengajak anak-anak untuk berkunjung dan memperkenalkan
perpustakaan daerah serta orang tua perlu sesering mungkin memberikan cerita
atau dongeng kepada anaknya menjelang tidur. Diakui atau tidak bahwa cerita
maupun dongeng yang diberikan anak akan meresap sampai ke alam bawah sadarnya
dan menjadi gumpalan imajinasi. Sejauh mana cerita atau dongeng yang diberikan
anak menentukan imajinasi mereka. Anak-anak adalah peniru terbaik yang orang
tua miliki, berikanlah mereka cerita yang hebat-hebat dan yang baik-baik.
Hari Buku Nasional
Literasi bukan hanya soal
baca dan tulis. Dalam ruang yang lebih luas literasi lebih pada kemampuan
memahami informasi dengan tujuan memiliki kepekaan terhadap lingkungan, sosial
dan berkepribadian. Sejauh mana kita memiliki kepekaan dan kepribadian tergantung
sejauh mana kita senang membaca. Tanpa membaca mungkin masyarakat Situbondo
bisa hidup, bisa melakukan apapun yang digemari, tapi sebagai daerah yang
memiliki tujuan untuk Naik Kelas, berkembang bahkan survive jika
masyarakatnya memiliki kegemaran membaca. Momentum Hari Buku Nasional ini harus
lah menjadi penanda bahwa buku adalah tonggak dasar untuk mencapai Situbondo
naik kelas.
Tidak perlu ragu dengan
aktivitas membaca buku. Karena di sanalah imajinasi-imajinasi tumbuh dan
bersemi. Saya meyakini bahwa apapun fasilitas yang kita rasakan saat ini
semua berawal dari imajinasi orang-orang sebelum kita. Lantas bagaimana jika
masyarakat situbondo minim imajinasi? Daerah yang dibangun tanpa imajinasi ia
akan rapuh dihempas waktu.
Hari-hari yang akan datang
akses buku haruslah mudah dijangkau. Tidak boleh ada lagi daerah yang
mengabaikan buku. Memperkanalkan buku dan memudahkan akses buku bukanlah
persoalan pemerintah kabupaten semata terlebih penulis sebagai Bunda Baca.
Perlu berbagai pihak berangkulan bersama, dari pemerintah kabupaten, kecamatan,
desa bahkan sampai hingga tingkat RT-RW. Tentu yang tidak kalah pentingnya
komunitas-komunitas literasi.
Selamat Hari Buku
Nasional.
___
*) Penulis adalah Bunda Baca Situbondo.
.png)
Tidak ada komentar