Gemalaguna: Laut Tak Pernah Salah



Sebenarnya saya agak ragu mendaku bahwa memiliki kedekatan dengan laut. Tapi tinggal di Situbondo, daerah yang lumayan dekat dengan laut, membuat saya merasa dekat dengannya. Untuk pergi ke laut terdekat dari rumah dibutuhkan waktu kurang lebih 15-30 menit. Itu sudah termasuk dekat kan? Selain itu banyak hal tentang laut yang saya temui di kehidupan sehari-hari.
Situbondo, tempat saya lahir dan besar, merupakan daerah pesisir. Sebagian besar masyarakatnya merupakan nelayan. Itu terbukti dari logo kabupaten ini yaitu perahu. Karena dekat dengan laut, maka tak aneh jika kota ini mengandalkan sektor pariwisatanya dari laut. Banyak pantai bagus dan cantik di kota ini. Dan semua pantai-pantai itu nyaris semuanya sudah pernah saya datangi.
Saya memang suka dengan laut: melihat debur ombaknya, merasakan angin yang menerpa wajah, melihat perahu di kejauhan dan senja yang ditelan cakrawala. Dulu saat saya masih kanak-kanak, setiap kali libur tahun baru pasti orang tua saya mengajak saya pergi ke salah satu pantai cantik itu. Memang, wisata laut di kota ini sangat mudah diakses oleh warga bahkan dengan harga yang sangat murah.
Hal lain tentang laut yang saya temukan, misalnya, para penjual ikan laut yang nyaris saban hari menjajakan jualannya di sekitar rumah saya. Sambil membawa bak plastik yang berisi ikan di atas kepalanya, mereka berteriak-teriak menyebut nama ikan yang sedang mereka jual.
Cakalan...Mangla....Kaben....Nos....
Teriakan mereka tentu saja berbeda-beda tergantung jenis ikan yang sedang mereka bawa. Kadang hanya satu jenis ikan yang bisa mereka jajakan. Begitu mereka datang, biasanya ibu-ibu langsung mengerumuni penjualan ikan tersebut. Terjadilah proses tawar-menawar di sana.
Kedatangan mereka ke rumah-rumah sangat membantu apalagi bagi orang yang suka makan ikan laut. Biasanya selain dari para penjual ikan itu, ibu-ibu bisa mendapatkan dari penjaja sayuran yang datang setiap pagi. Tapi harga yang ditawarkan agak tinggi karena penjual sayuran itu juga membeli dari penjual di pasar.
Beda dengan para penjual ikan itu. Mereka langsung membeli atau bahkan mendapatkan secara cuma-cuma dari nelayan yang baru datang melaut. Jadi mereka bisa menawarkan harga yang lebih murah. Tapi ada juga masa saat harga yang mereka tawarkan juga tinggi yakni saat musim angin dan badai.
Bayangkan seandainya saja para penjual ikan itu tidak pernah ada. Mungkin akses kita (paling tidak saya) terhadap ikan laut agak terbatas. Kita harus pergi ke pasar terlebih dahulu atau kalau tidak menunggu penjual sayur datang menjual ikan laut dengan harga yang tinggi.
Ya, para penjual ikan itu membantu mereka-mereka yang harus sedikit berhemat dalam anggaran belanja rumah tangganya dan membantu mereka yang jarak rumahnya jauh dari pasar.
Tetapi bukan berarti para penjual ikan itu akan terus menerus ada. Mereka tetap mungkin untuk tidak berjualan lagi. Ya, benar, ketika hasil laut kita terus menerus turun karena rusaknya ekosistem laut kita.
Jangan anggap pula bahwa laut dengan pantai-pantai yang bagus nan cantik akan tetap terjaga. Tidak, semua itu rentan rusak karena laut kita juga makin rusak. Pasir Putih punya pemandangan bawah laut yang indah. Tapi, apakah ia akan terus indah jika kita sering bersikap merusak lingkungan laut?
Saya rasa tak perlu menggunakan data dengan angka-angka untuk menunjukkan bahwa laut kita sudah mulai terancam. Sudah banyak kejadian yang menampilkan bahwa laut kita sedang tidak baik-baik saja. Sampah plastik yang makin tidak terkendali sampai penangkapan ikan dengan cara yang tidak ramah lingkungan.
Coba kalian cari tahu berapa banyak kejadian sampah plastik ada di dalam perut seekor ikan. Itu bukan karena si ikan terkena santet. Itu bukti bahwa laut kita sedang terancam. Coba juga cari berapa banyak terumbu karang yang rusak karena ulah kita.
Kita tak bisa menimpakan kejadian ini pada satu pihak saja. Laut adalah hilir. Luat tak pernah salah. Semua berawal dari hulu. Kita semua yang berada di hulu. Saya rasa kita semualah yang bersalah atas rusaknya laut kita. Dari mana datangnya sampah-sampah plastik itu kalau bukan dari sungai?
Tapi bukan berarti tidak ada yang paling bertanggung jawab atas masalah ini. Ya, para pemangku kepentingan yang punya kuasa lebih untuk mencegah atau bahkan menghentikan ini. Saya kira kalian semua tahu siapa yang dimaksud.
Mereka tak boleh hanya terus menerus mengejar kepentingan golongan belaka. Ada permasalahan yang meski dikedepankan. Memanfaatkan laut untuk kegiatan atau bahkan pariwisata tak ada salahnya. Toh sebagai negeri maritim kita pantas membanggakan pariwisata dari sektor kelautan. Tapi apakah lantas kita abai pada kemurnian ekosistem laut?
Jelas melakukan itu bukan sesuatu yang mudah. Memberikan pemahaman pada nelayan tentang penangkapan yang ramah lingkungan itu susah. Mengajarkan mereka tentang bahaya jika terumbu karang rusak itu bukan hal sepele. Memberi pengertian pada masyarakat untuk membuang sampah pada tempatnya tidaklah gampang. Tapi bukan berarti tidak bisa.
Jika menggunakan cara-cara konvensional untuk memberikan pemahaman pada nelayan dan masyarakat, jelas tidak akan efektif. Nelayan jelas tak akan menggubris. Yang terpenting bagi mereka adalah mendapat ikan agar mereka punya uang. Tak peduli dengan cara apapun. Apa mereka salah? Mungkin iya. Tapi itulah hasil pendidikan masyarakat kita selama bertahun-tahun.
Lalu, dengan cara apa agar mereka paham Barangkali butuh inovasi lebih agar bisa melaksanakan semua itu. Kalau sukses, pasti inovasinya bisa langsung dapat penghargaan.
Laut kita harus tetap terjaga. Mereka ada bukan hanya untuk generasi kita. Mereka ada juga untuk generasi anak-anak kita dan generasi-generasi setelahnya. Kok kita bersikap seolah-olah laut milik generasi kita semata?
Sudah saatnya kita sadar bahwa laut adalah kita. Laut adalah sumber kehidupan kita. Menjaganya berarti menjaga masa depan kita, anak kita, dan cucu-cucu kita.
Oleh karena itu, teman-teman dari Misi Bahari mencoba untuk mengajak kita semua untuk mulai menjaga laut. Misi Bahari adalah nama kelompok pemuda pemerhati lingkungan khususnya laut. Kelompok ini bertujuan untuk merestorasi terumbu karang dengan melakukan konservasi rehabilitasi terumbu karang, memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya memelihara laut dan dampaknya bila terjadi kerusakan lingkungan laut.
Salah satu langkah Misi Bahari adalah mengadakan kegiatan kampanye rehabilitasi laut dalam bentuk camp. Tujuannya adalah untuk memberikan edukasi kepada masyarakat tentang rehabilitasi laut dengan materi konservasi laut. Hasil dari kampanye ini nantinya akan langsung diaplikasikan di daerah-daerah pesisir Situbondo. Dan sebagai bentuk tanggung jawab, Misi Bahari akan terus berkomitmen untuk menindaklanjuti hasil dari kampanye ini yakni salah satunya menjadikannya sebagai wisata bawah laut.
Barangkali tidak banyak kelompok pemuda yang punya pemikiran seperti Misi Bahari ini. Oleh karena itu, kita patut mengapresiasi langkahnya. Kalaupun tak ingin, setidaknya tak perlu melontarkan bahwa ini kegiatan yang tidak penting. Satu hal yang pasti bahwa laut adalah kita. Menjaganya adalah tanggung jawab kita semua.
Jika kita peduli pada laut, wisata-wisata laut kita akan terus ada bahkan berkembang dan para penjual ikan itu akan tetap datang ke rumah-rumah menjajakan ikan laut yang bermacam-macam. Tentunya dengan harga yang murah.
Sekali lagi, laut adalah hilir. Laut tak pernah salah. Yang salah itu, kamu: tega meninggalkan aku pas lagi sayang-sayangnya.
-------------------------------------------
*) Penikmat sastra. Tinggal di Situbondo. Bekerja sebagai akuntan. Bisa dijumpai di blognya www.tidaktampan.blogspot.com.
Gemalaguna: Laut Tak Pernah Salah Gemalaguna: Laut Tak Pernah Salah Reviewed by takanta on Oktober 21, 2019 Rating: 5

Tidak ada komentar