Laut Memanggil, Dik. Sudahkah Kau Menjawabnya?




Dik, kamu pasti tahu kalau negara kita itu terdiri dari 70 persen lautan dan hanya 30 persen daratan. Negara kita juga terdiri dari ribuan pulau dan beragam suku serta budaya yang tersebar luas dari Sabang sampai Merauke. Mereka bersatu padu di bawah bendera Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tapi, kenapa kita tidak bisa bersatu di bawah nama cinta, Dik?
Dik, negara kita adalah negara maritim. Di zaman kerajaan dulu, negara kita dikenal karena armada lautnya yang begitu gagah perkasa. Seiring waktu, kejayaan itu berganti dengan keindahan yang dimiliki. Ya, negara kita memiliki begitu banyak underwater spot yang cukup indah untuk dikunjungi.
Siapa yang tak kenal dengan Bunaken? Kepulauan seribu? Itu semua punya Indonesia, kamu kapan jadi punyaku?
Dik, aku hanya ingin memberitahumu suatu hal. Entah kamu mau mendengarkannya atau tidak. Negara kita ini kaya raya dan makmur, alamnya indah aduhai elok dipandang. Mulai dari ujung gunung hingga dasar lautan, semuanya cukup memanjakan indra penglihatan. Apalagi masyarakatnya, Dik! Kayak kamu satu aja mau sama aku, udah bersyukur 7 keliling diriku ini.
Tapi namanya manusia ya, Dik, kadang lupa akan alamnya. Karena keindahan itu terkadang kita terlena dan lupa melestarikannya. Sama seperti diriku yang kadang terlalu terlena dengan keindahan elok parasmu hingga aku lupa melestarikan perjuangan yang aku bangun demi mendapatkan penerimaanmu.
Dik, laut kita kini sudah mulai rusak. Banyak sampah bertebaran, banyak plastik yang mengambang di lelautan. Seperti sebuah pakaian, laut kita sudah penuh dengan banyak noda. Bukan hanya itu, terumbu dan karang juga mulai rusak. Semua itu buntut dari ketidak pedulian kita terhadap lingkungan.
Lantas, jika laut memanggilmu, apakah kamu akan menjawab panggilan itu?
Jika sempat terbersit dalam benakmu untuk menampik panggilan itu, Dik, ini laut yang memanggil, bukan layaknya aku yang memanggilmu lalu dapat kau cuekin begitu saja. Dik, laut memanggil, karena ia membutuhkan kita. Laut akan terus ada, menjadi saksi atas kehidupan manusia. Anak cucu kita akan menyaksikan bahwa laut yang kita rawat hari ini masih seindah sedia kala atau berujung rusak karena kita biarkan begitu saja.
Dik, aku dan kamu sama-sama orang Situbondo. Aku bersyukur, karena di kota kita dilahirkan masih banyak pemuda yang peduli dengan lingkungan. Masih banyak pemuda yang ingin berjuang melestarikan alam demi keberlangsungannya untuk anak cucu kita suatu saat nanti. Tentu setelah kamu menerima kebradaanku. Kelak.
Di Situbondo, kota kecil penuh kenangan di mana kita dibesarkan. Ada sebuah acara bertajuk Gemalaguna, Dik. Di tempat itu kita akan berkumpul, sharing dan bersama-sama melakukan kegiatan pelestarian lingkungan, khususnya pelestarian terumbu karang.
Acaranya tanggal 25-27 oktober nanti, Dik. Di kawasan Kampung Kerapu, Situbondo. Aku sungguh berharap kamu bisa datang ke sana, setidaknya dirimu mau datang walau dengan orang lain. Kuharap kamu juga bisa ikut serta melestarikan lingkungan ini. Melestarikan keindahan yang dianugerahkan tuhan kepada kita sebagai penghuni bumi.
Biarlah kenangan tentang Langai dan dirimu yang tidak bisa menemaniku malam itu menjadi sebuah kenangan. Karena masa lalu tidak akan pernah menang, karena ia ada di belakang.
Ya, Dik! Laut kini memanggil. Mari kita bersama berjuang menjaga keindahan dan kelestarian laut kita. Nenek moyang kita pelaut. Warga Situbondo juga banyak yang jadi nelayan, Dik. Walau kamu bercita-cita menjadi dosen, tapi setidaknya kamu bersumbangsih menjaga laut kita, Dik.
****
Kring (sebuah pesan masuk)
Mas, aku akan hadir di acara gema laguna. Aku hadir karena dalam hatiku masih ada keinginan untuk melestarikan keindahan laut kita. Melestarikan semua nilai yang berasal dari kedalaman lautan. Memang aku ingin menjadi dosen, menjadi orang yang mengedukasi dan mencerdaskan! Tapi orang tuaku adalah pelaut yang hidupnya bergantung kepada lautan.
Mas, aku akan datang. Tapi bukan karena ingin bertemu dengamu.
Mas, terima kasih karena telah memberitahuku tentang acara ini
Salam
Adik, yang mencintaimu.
****
Seutas senyum tersungging di bibirku. Setidaknya aku masih punya harapan, Dik. Walau pahit.
___________________
*) Penulis merupakan blogger dan fotografer kenangan.



Laut Memanggil, Dik. Sudahkah Kau Menjawabnya? Laut Memanggil, Dik. Sudahkah Kau Menjawabnya? Reviewed by Zaidi on Oktober 26, 2019 Rating: 5

Tidak ada komentar