Bagaimana Jika Situbondo Menjadi Kota yang Ramah Bahasa Indonesia?

pixabay


Pikiran semacam itu memang beberapa kali sempat mampir di kepala saya. Barangkali sebuah pikiran yang sedikit aneh. Mungkin jarang sekali orang – khususunya di Situbondo – yang punya pikiran serupa itu. Tapi, pikiran itu benar-benar sering datang menghampiri kepala saya.
Bermula ketika saya melihat bacaan berupa pengumuman atau iklan di ruang publik yang ada di Situbondo. Dari bacaan-bacaan itu ada beberapa yang menganggu pikiran saya karena terdapat kesalahan dari tata bahasa. Bagi saya yang mulai berusaha untuk memperhatikan penggunaan Bahasa Indonesia secara baik dan benar, kesalahan itu menjadi sangat menganggu. Apalagi itu adalah pengumuman untuk khalayak dan diterbitkan oleh institusi pemerintah.
Karena alasan itulah kemudian, konsep ‘Ramah Bahasa Indonesia’ muncul di otak saya. Bagi saya itu sebuah konsep yang unik. Selama ini kebanyakan kota mengidentikkan dirinya dengan pemadangan alam, kuliner, hingga adat istiadat yang mereka punya. Tidak ada sebuah kota (koreksi jika saya salah) yang menawarkan konsep ‘Ramah Bahasa Indonesia’ selama ini. Konsep ini bisa menjadi sebuah alternatif tambahan untuk usaha Situbondo yang terus memperkuat identitas dirinya.
Konsep Ramah Bahasa Indonesia sendiri adalah sebuah konsep penggunaan Bahasa Indonesia sesuai Ejaan Bahasa Indonesia pada (EBI) tulisan-tulisan yang ada di ruang publik. Jadi ketika kita membaca tulisan-tulisan tersebut kita sudah bisa membaca tulisan yang sudah sesuai dengan EBI.
Misalnya, ketika ada tulisan Gerakan Shalat Subuh Berjama’ah. Ada baiknya ia ditulis dengan benar yaitu Gerakan Salat Subuh Berjemaah. Kata ‘shalat’ diganti menjadi ‘salat’. Karena menurut KBBI yang benar adalah ‘salat’ bukan ‘shalat’. Shalat merupakan transliterasi. Ketika telah diserap ke dalam Bahasa Indonesia ia menjadi ‘salat’. Begitu pula dengan kata ‘jama’ah’ diganti sesuai KBBI yaitu ‘jemaah”. Akan ada baiknya, gerakan yang bersifat positif ini diikuti dengan kesadaran berbahasa Indonesia yang baik dan benar. Siapa tahu pesan itu jadi lebih sampai ke hati pembaca dan tersentuh ikut gerakan tersebut. Minimal para pembaca yang menghargai ketepatan dalam berbahasa akan tersentuh hatinya.
Lalu, misal juga penulisan yang bersangkutan dengan Harjakasi. Tidak boleh ada iklan-iklan, spanduk, atau apapun yang menulis ‘Selamat Hari Jadi Kabupaten Situbondo Ke-200’ tetapi diganti ‘Selamat Hari Jadi Ke-200 Kabupaten Situbondo’. Apa perbedaannya? Silakan pelajari sendiri.
Banyak lagi sebenarnya kata dan kalimat yang terdapat di fasilitas umum yang perlu diganti sesuai Ejaan Bahasa Indonesia. Dengan begitu, Situbondo akan jadi kota yang ramah Bahasa Indonesia. Kota yang menghargai dan memelihara Bahasa Indonesia. Pertama di Indonesia dan dunia. Keren, kan? Bisa jadi kelak kota kita akan jadi rujukan kota-kota lain. 
Tetapi, bukan berarti dengan konsep ini seluruh warga diwajibkan menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Kalau itu terjadi, ya syukur. Konsep ini hanya digunakan untuk di fasilitas-fasilitas umum saja. Apalagi tujuannya hendak mengganti bahasa keseharian masyarakat. Tentu saja tidak. 
Seperti slogan Badan Bahasa, “Utamakan Bahasa Indonesia. Lestarikan Bahasa Daerah. Kuasai Bahasa Asing.” 
Memang penulisan kata atau kalimat yang benar tidak terlalu jadi masalah. Seringnya orang bilang, “yang penting ngerti, kan?”. Memang. Namun sama halnya seperti makanan. Mau disajikan seperti apa makanan itu, yang penting sehat, akan tetap mengenyangkan. Tapi akan beda rasanya ketika makanan yang sama disajikan dengan penampilan yang berbeda. Yang tertata indah dan rapi. Kita juga akan lebih menikmati makanan tersebut. Begitu juga bahasa. Bukan begitu?
Tapi kembali lagi itu sekadar pemikiran saya semata. Karena saya rasa konsep kota yang seperti itu masih jarang atau bahkan belum ada. Tidak ada salahnya kalau kita terapkan. Tentu saja hal itu menuntut kita untuk mempelajari Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI). Adalah sesuatu yang sulit bagi kita yang tidak suka membaca peraturan-peraturan. Namun jika kelak kita benar-benar sudah memperlajarinya, barangkali akan sedikit menyakitkan menyadari bahwa selama ini Bahasa Indonesia kita ternyata sangat buruk.
Namun tidak masalah, bukan, untuk Situbondo yang lebih punya karakter?
***

Biodata Penulis
Yudik. W, lahir di Situbondo, 12 Juli 1993. Bekerja sebagai akuntan. Menyukai cerita fiksi. Sesekali menulis cerpen. Bisa dijumpai di blognya www.tidaktampan.blogpsot.com.

Bagaimana Jika Situbondo Menjadi Kota yang Ramah Bahasa Indonesia? Bagaimana Jika Situbondo Menjadi Kota yang Ramah Bahasa Indonesia? Reviewed by takanta on Juli 10, 2019 Rating: 5

Tidak ada komentar