Son Heung-min, Sang Kapten Drakor yang Menenggelamkan Manchester United

 


Akhirnya, setelah 17 tahun puasa gelar, Tottenham Hotspur bisa juga berbuka takjil berupa trofi Europa League 2025. Dan bukan sembarang kemenangan, karena mereka menundukkan tim yang konon katanya “klub besar”, Manchester United. 

Tapi semalam (22/5) di San Mames, yang besar cuma beban dan ekspektasi mereka. Hasilnya? Son Heung-min dan Spurs berpesta, sementara MU… adduh kah, mereka cuma bisa nonton kembang api sambil ngitung kerugian finansial.

Tapi kita simpan dulu daging nyinyirnya, mari mulai dari yang manis.

Son Heung-min. Si anak baik dari Korea Selatan ini akhirnya dapet hadiah yang udah lama ditunggu. Bukan fanbase baru, bukan follower TikTok nambah sejuta, tapi trofi beneran. Benni takanta. Setelah bertahun-tahun cuma dapet gelar “pemain terbaik yang gak pernah juara”, kini dia bisa berdiri gagah sebagai kapten Spurs yang ngangkat piala mayor pertamanya di level klub.

Lupakan Gareth Bale dengan rambut kuncirnya. Lupakan Harry Kane yang larinya mirip printer Epson, rapi tapi lelet pas dibutuhin. Son adalah legenda sejati Spurs. Dia nggak lari ke klub besar pas timnya lagi ngedrop. Dia stay. Loyal. Setia. Kayak mantan yang masih suka ngucapin ulang tahun walau udah blokir-blokiran.

Dan semalam di San Mames? Itu bukan sekadar pertandingan. Itu kayak episode terakhir drama Korea yang ending-nya bikin nangis. Tangisan bahagia. Karena bukan cuma Son yang akhirnya dapat piala, tapi Tottenham juga lepas dari status "klub kolektor almost".

Sekarang, mari kita bicara soal tim yang dilangkahi Son di final: Manchester United.

MU datang ke final bawa nama besar, sejarah panjang, dan PR segunung. Tapi yang pulang? Cuma bawa laporan kerugian dan mimpi yang hancur berkeping-keping. Final ini bukan cuma soal kalah trofi. Ini badai sempurna buat mereka. Gagal juara, gagal masuk Liga Champions, dan bahkan gak main di kompetisi Eropa musim depan. Gak ada Europa, gak ada Conference. Yang ada cuma preseason tour dan postingan IG nostalgia masa kejayaan 2008.

Menyadur ungkapan Randy kepada Sufyan, “Sekarang MU itu tim yang punya “sejarah” besar, tapi gak punya “masa depan”. Ungkapan itu hari ini makin tervalidasi. Sabar ya, Mas Rio. :(

Lantas apa lagi derita MU? Kata pakar ekonomi olahraga, kehilangan Liga Champions tuh artinya hilang £100 juta. Itu setara sama belanja skincare satu kota Seoul. Belum lagi sponsor yang mungkin bakal ngomel dan ancam penalti karena target gak tercapai. Dan ya, siapa juga pemain bintang yang masih kepengen gabung klub yang musim depan cuma bisa kasih tontonan Premier League dan... highlight lama di yutub?

Son Heung-min secara gak langsung udah menghancurkan musim MU, secara teknis dan finansial. Jadi kalau fans MU bilang “Ah, cuma kalah satu pertandingan,” tolong dikoreksi: itu satu pertandingan yang bikin klub mereka hilang piala, duit, dan mungkin beberapa calon pemain incaran musim panas.

Sementara Son? Dia nggak cuma menang. Dia menuntaskan perjalanan epik. Dari pemain sayap yang sering diremehkan jadi kapten yang dikenang. Dari pelari lincah jadi pemimpin sejati. Dari "anak baik" jadi tokoh utama drakor sepak bola yang akhirnya dapet ending bahagia.

Jadi, mari kita angkat gelas (atau botol teh pucuk atau MaduBaik) buat Son Heung-min. Pemain yang nggak cuma bikin gol dan assist, tapi juga bikin sejarah. Legenda Spurs. Pemecah kutukan. Dan sekarang, pencabut harapan terakhir Manchester United.

Chukahamnida, Son!

 

 __

*Hans, penikmat bola dan Barcelona.

 Sumber foto dan berita: yonhapnews dan liputan6.com

 

 

 

 


Son Heung-min, Sang Kapten Drakor yang Menenggelamkan Manchester United Son Heung-min, Sang Kapten Drakor yang Menenggelamkan Manchester United Reviewed by takanta on Mei 22, 2025 Rating: 5

Tidak ada komentar